Kita orang punya bupati di Pulau Lembata, NTT, meninggal dunia. Kena covid. Sempat dirawat di RS Siloam, Kupang, tapi ajal menjemputnya.
"Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur meninggal dunia di Rumah Sakit Siloam Kupang, setelah dirawat di ruang isolasi Covid-19," tulis media online.
Selamat jalan, Baba Sunur!
Resquescat in pace!
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un!
Pana mang sare-sare mai Bapa langun!
Sudah lama bupati yang peranakan Tionghoa ini punya komplikasi. Karena itu, ketika seremoni vaksinasi covid pertama awal tahun 2021, Baba Sunur tidak bisa ikut. Sebab, tidak memenuhi syarat untuk disuntik vaksin.
Namun, selama ini sang baba yang tinggal lama di Jakarta dan Bekasi itu kelihatannya baik-baik saja. Tetap bekerja seperti biasa. Termasuk menangani bencana alam gunung meletus disusul banjir lahar di kampung halaman saya. Termasuk mendampingi Presiden Jokowi yang berkunjung ke Lembata pada pertengahan April 2021.
Maka, kita orang terkejut dengan kepergian Bapa Bupati yang terasa mendadak. Tidak lama dirawat di Kupang, karena rumah sakit di Lembata tidak memadai, lalu pergi untuk selamanya.
Baba Sunur ini memang unik. Juga fenomenal. Sebab sangat jarang, bahkan tidak ada, baba-baba Tionghoa di NTT yang jadi pejabat sekelas bupati. Bahkan, bisa sampai dua periode di tengah persaingan politik yang keras dan kasar. Untungnya, isu rasial, Tionghoa vs pribumi, Islam vs Katolik, tidak laku di NTT, khususnya Lembata.
Seperti baba-baba lain di Flores dan Lembata, Baba Sunur ini sangat luwes dan adaptis. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan apa saja. Mulai kelas elite yang mewah hingga rakyat kecil di pelosok Lembata yang sangat sederhana. Mulai dari hotel bintang lima hingga oring (pondok) beratap alang-alang atau daun kelapa atau daun siwalan.
Keluwesan Baba Sunur bahkan sampai ke soal iman kepercayaan atau agama. Waktu kecil Katolik, menikah jadi Protestan karena ikut istrinya, dr Kandouw (alm). Kita orang pernah foto bareng Bupati Sunur, Bu Kandouw, saat sama-sama menumpang kapal terbang Susi Air dari Lembata ke Kupang.
Setelah Bu Kandouw meninggal, Baba Sunur kembali jadi Ata Kiwan alias orang Katolik. Tak lama menduda, Baba Sunur menikah lagi dengan Bu Damayanti orang Jawa yang muslim. Baba Sunur pun jadi "turis" (turut istri) lagi dalam hal agama. Alias pindah jadi muslim alias mualaf.
Karena itu, Baba Sunur pun dimakamkan secara Islam di Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata. Ketua MUI Lembata yang pimpin upacara keagamaan pemakaman Baba Sunur.
"Almarhum Bapa Yentji Sunur punya banyak sumbangan untuk pembangunan Kabupaten Lembata," kata Wakil Bupati Lembata Thomas Langoday.