Tidak banyak topik menarik selama masa pandemi Covid-19. Sudah tujuh bulan media-media membahas korona. Tes cepat, uji usap, protokol kesehatan... calon vaksin dan sebagainya.
Siapa pun jadi jenuh dengan korona. Apalagi seniman pertunjukan dan olahragawan. Mereka tak bisa lagi berlaga di lapangan. Seniman-seniman ludruk atau wayang kulit tidak dapat tanggapan.
"Saya hanya bisa andalkan warung. Itu pun penghasilan enggak menentu," kata seorang dalang wayang kulit di Mojokerto kepada saya.
Pemain-pemain sepak bola lebih parah lagi. Sebab, Liga 1 tidak bisa dilaksanakan meskipun tanpa penonton. Meskipun pakai sekian banyak prokes alias protokol kesehatan.
Pagi ini saya baca di media harian tentang pemain-pemain asing Persebaya. Setelah dapat kepastian Liga 1 batal, mereka memilih pulang ke negaranya. Sambil memantau perkembangan korona di Indonesia.
Saya tergelitik dengan kalimat pertama berita itu:
<< Pemain asing Persebaya akhirnya semua meninggalkan Indonesia. >>
Saya baca tiga kali. Saya merenung sejenak. Mengapa wartawan dan redaktur media itu memuat kalimat seperti itu? Khususnya posisi "semua".
Seandainya saya editor atau redaktur, kata "semua" saya geser ke awal kalimat.
<< Semua pemain asing Persebaya akhirnya meninggalkan Indonesia. >>
Bisa juga: << Akhirnya, semua pemain asing Persebaya meninggalkan Indonesia. >>
Kata "semua" tidak boleh jauh dari "pemain Persebaya". Agar hukum DM terlihat jelas. Hukum lawas diterangkan-menerangkan ini sering dilupakan wartawan-wartawan muda.
"Yang penting kan pembaca mengerti," kata seorang reporter. "Yang penting medianya laku," tambah yang lain.
Media yang bagus itu, kata beberapa jurnalis veteran, adalah media yang laku. Bukan media yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
"Walaupun bahasa Indonesianya bagus, kalau gak laku ya percuma," kata pria yang kurang peduli bahasa standar itu.
Oktober lalu bulan bahasa. Badan Bahasa melakukan analisis penggunaan bahasa Indonesia di media-media di seluruh Indonesia. Hasilnya, seperti biasa, sebagian besar media kurang peduli bahasa Indonesia yang baik dan benar.
"Kualitas berbahasa wartawan-wartawan perlu ditingkatkan lagi," kata seorang pakar bahasa Indonesia. "Pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing masih terlalu kuat."
< Pemain asing Persebaya akhirnya semua meninggalkan Indonesia. >>
Kalimat di awal berita Persebaya di atas adalah contoh pengaruh bahasa daerah. Khas obrolan di warkop-warkop dengan bahasa Jawa Suroboyoan.
Bahasa Jawa: Pemain asing kabeh balik nang negorone.
Terjemahan lurus: Pemain asing semua pulang ke negaranya.
Bahasa Lamaholot: Pemain asing wahan kae balika negara raen.
Terjemahan lurus: Pemain asing semua pulang ke mereka punya negara.