Rabu, 23 Juni 2021

Rumah Sakit di Sidoarjo Penuh, Terkenang Mantan Wabup Sidoarjo yang Meninggal karena Covid-19

Rumah sakit rujukan Covid-19 mendekati penuh. BOR keseluruhan 92 persen. Malah beberapa rumah sakit di atas 100 persen alias melebihi kapasitas tempat tidur yang disediakan untuk pasien covid.

RSUD Sidoarjo sebagai rumah sakit terbesar sudah 104 persen.  Mitra Keluarga Waru 102 persen. RS Bhayangkara, RS Citra Medika, dan Aisyiyah Siti Fatimah 100 persen.

Data okupansi rumah sakit ini menunjukkan bahwa pandemi korona di Sidoarjo sudah gawat. Surabaya juga sama. Belum lagi Bangkalan. Kabupaten/kota lain di Jawa Timur juga tidak jauh berbeda.

Sayangnya, saya perhatikan sebagian besar warga masih meremehkan covid. Prokes 5M dianggap angin lalu. Pakai masker hanya karena takut ditilang petugas.

Bagaimana mungkin pandemi ini bisa dihentikan dalam waktu dekat? 

Gus Bupati perlu lebih tegas lagi. Sosialisasi atau apa pun namanya perlu digencarkan lagi. Sebab, tidak gampang menyadarkan masyarakat bahwa penyakit aneh nan sangat menular bernama covid itu benar-benar ada di sekitar kita.

Jangan lupa, salah satu pejabat di Jawa Timur yang meninggal dunia akibat korona adalah Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin. Saat menjabat sebagai pimpinan daerah, Cak Nur sangat getol sosialisasi prokes, turun ke kampung-kampung untuk sosialisasi bahaya virus korona.

Bahkan, Cak Nur yang langsung turun untuk mengubur jenazah pasien covid di kawasan Lingkar Timur. Saat itu para penggali kubur tidak berani menguburkan jenazah-jenazah korban covid karena masih minim informasi.

Saat ini saya lagi ngopi di warkop dekat kediaman almarhum Cak Nur, mantan bupati Sidoarjo, di kawasan Waru. Sambil baca koran yang memuat data BOR rumah sakit di Sidoarjo. Sambil melihat delapan pengunjung dan pemilik warkop yang tidak pakai masker.

Gawat! 
Darurat!

5 komentar:

  1. Bapak jurnalis yang menulis artikel diatas, saya yakin memberitakan dengan perasaan penuh empathie, hati nurani penuh prihatin, sebab dia cinta kepada rakyatnya yang lugu dan polos.
    Lacurnya sebagian rakyat yang lugu dan polos, wis ora iso ketulungan, di suasana pandemie yang sedang mewabah mereka beramai-ramai tamasya ke Jakarta.
    Jadi ingat lagoe djadoel waktu aku duduk di bangku sekolah rakjat. Penyanyinya Bambang Irawan, konon pria terganteng di seluruh tanah air.
    Tamasya tamasya kita bergembira kita bergembira.
    Timpuki polisi timpuki polisi, kita bergembira kita bergembira.
    Pak jurnalis maaf, wo mau takon, mengapa nimen yinniren hen ben ?
    Dikotoki karo wong edan import-an, kok gelem !

    BalasHapus
  2. Keadaan gawat darurat. Rumah sakit penuh. Hati2 Pak Lambertus. Jauhi kerumunan. Jangan bertemu orang tanpa masker, dan hindari pertemuan yang tidak perlu. Semoga sehat selalu.

    BalasHapus
  3. Seperti biasa, hari ini setelah sarapan saya membuka PC, membaca berita harian. Judul utama yang menarik perhatian; " Covid-19 merajalela di Tiongkok Selatan ". Setelah saya selesai membaca seluruh isi berita, saya jadi pusing menilai tingkah orang Tiongkok.
    Ternyata di provinsi Guangdong yang jumlah penduduknya 126 juta manusia, setiap hari ada 20 orang yang terinfeksi Covid-19. Mereka kebanyakan buruh di pelabuhan. Akibatnya ratusan kapal2 besar pengangkut container dilarang berlabuh karena lockdown. Imbasnya Eropa kekurangan barang, terutama barang2 elektronik.
    Padahal pada hari yang sama, 26.Juni, di Jerman yang berpenduduk 83 juta manusia yang terinfeksi Covid ada 538 orang. Orang Jerman sudah bangganya bukan main, jadi juara diseluruh Eropa. Deutschland über Alles.
    Yang paling menarik adalah situasi di DKI Jakarta yang dikelola oleh orang Santun bin Lamis. Penduduk DKI 11 juta manusia, yang terinfeksi Covid " satu hari " sebanyak 21095 jiwa manusia.
    Setelah melihat perbandingan diatas, siapakah yang benar, : China yang kelabakan. Jerman yang merasa paling pintar. Ataukah orang Jakarta yang santai-santai saja.
    Kita orang Bali mengartikan kata lamis = ceriwis, cerewet.
    Orang Jakarta sukanya manusia lamis, lamis bagi mereka= Lambe Manis, Sopan-Santun, Selalu Senyum, Tetangga mathek juga masih bisa cengengesan.
    Dulu waktu pilgub DKI Jakarta saya mengkritisi Ahok, karena dia mulutnya kasar. Sekarang saya baru sadar, apa yang dikatakan oleh ipar-saya, orang kelahiran Jakarta asli, orang Jakarta itu sifatnya susah diatur, kalau tidak dikasari, ora mempan. Kata2 sopan bagi orang Jakarta dianggap bercanda, tidak serius.
    Mea culpa, mea maxima culpa, Hok ! Namun tetap saja gua tidak setuju, kalau mulut-lu kasar ! Hok, walaupun lu dan pengganti-lu sama-sama importan, tetapi kwalitas lu jauh lebih baik daripada si Lamis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamsia atas informasi yang menarik dari Jerman dan Tiongkok.
      Memang wong lamis itu angel tuturane. Orang Indonesia masih perlu belajar ke negeri Tiongkok seperti sering diucapkan itu.

      Hapus
    2. Jangan ditiru semuanya kebiasaan orang Tiongkok, ada juga yang tidak baik. Misalnya: Kalau setir mobil mau menang sendiri, se-olah2 jalanan umum milik neneknya. Membunyikan klakson terus menerus, seperti orang kesurupan. Sangat mengganggu, brebeken.
      Setelah 21 tahun hidup bersama mereka, kebiasaan buruk itu juga saya tiru. Saya extra memasang klakson Bosch dari Mercedes tua tahun '60-an yang bunyinya nyempling-tiiiin, ke dua mobil saya di Tiongkok. Mobil murahan Made in China, pokoke tidak pernah mogok, toh di jalan tol hanya boleh lari maximal 120 Km/jam.
      Istri-ku selalu tertawa sinis dan meng-olok2, kalau aku sering membunyikan klakson. Katanya dia : " Wahai wong cino, harap minggir, Herr Bürgermeister mau lewat !".
      Di Tiongkok saya "hampir" menjelma menjadi Kumbhakarna, Right or Wrong Egal, Podo Cinone !.
      "Hampir" karena ada satu kebiasaan orang China yang saya tidak sanggup menirunya, dan juga tidak akan bisa seumur hidup membiasakan diri, seperti mereka.
      Yaitu : Kalau makan bunyi kecap-kecap, schmatzen, Meciplak istilah bahasa Bali nya.
      Semenjak saya kanak2 di Bali, setiap kali kami (11 bersaudara), makan bersama di meja makan yang besar, selalu ada bentakan kalimat bahasa Bali sebagai berikut: Ngamah je meciplak kadi bangkung ! Jadi sejak kecil kami sesaudara, kalau makan tidak berani meciplak seperti babi.
      Naaah, sebaliknya kebiasaan orang bule yang saya merasa jijik sejak 54 tahun tidak bisa hilang, yaitu kalau sedang makan bersama, makan hidangan masakan yang pedas sampai irung meler, lalu ngumbel dan ngopel, didepan orang lain, walaupun pakai sapu tangan yang putih bersih !
      Yah, setiap bangsa ada baik dan cacat nya ! Kecuali wong lamis.

      Hapus