(Jihan Navira mahasiswa FBS Unesa sedang meliput pusat barang antik di Surabaya untuk tugas magang.)
Kuliah jaman now di Indonesia rasanya lebih mudah ketimbang jaman old. Apalagi setelah Mas Menteri menelurkan kebijakan merdeka belajar, kampus merdeka, dan sebagainya.
Gaya dan kebijakan Mendikbud Mas Nadhiem jauh berbeda dengan menteri-menteri sebelumnya. Apalagi mendikbud era Orde Baru. Mas Menteri orangnya praktis, efisien, kerja cepat, pragmatis.
Itulah yang saya tangkap ketika menjadi pengampu beberapa mahasiswa magang di Kota Surabaya. Saat ini saya masih mengampu dua mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Jihan Navira arek Manukan dan Wafi Syihab arek Karang Pilang. Mereka magang hingga akhir Desember 2023.
Program magang di perusahaan ternyata dikonversi menjadi banyak SKS (satuan kredit semester). Jihan bilang magang selama empat bulan di media massa bakal dikonversi jadi 20 SKS.
Luar biasa!
Saya tidak pernah bayangkan magang atau praktik kerja lapangan (PKL) dihargai dengan SKS sebanyak itu. Mahasiswa juga bisa bikin project apa saja dan dikonversi dengan SKS.
Belakangan ada kebijakan baru lagi. Mahasiswa tingkat akhir tidak perlu capek-capek bikin skripsi. Ada jalur nonskripsi. "Tapi saya masih pakai skripsi. Mungkin tahun depan sudah berlaku kebijakan itu," kata Jihan.
Mahasiswi ini sudah bikin projek film bersama beberapa temannya di FBS Unesa. Semangat anak-anak milenial untuk bikin projek memang sangat tinggi karena, itu tadi, dapat benefit bisa dapat tambahan SKS.
Saya masih ingat zaman kuliah dulu kami harus menyelesaikan 150 SKS sebagai syarat lulus strata satu (S-1). Wajib skripsi. Wajib penelitian di lapangan. Wajib seminar awal riset, kajian rancangan percobaan, lalu seminar lagi tentang hasil penelitian.
Lalu menulis skripsi. Betapa sulitnya mencari buku-buku referensi saat itu. Internet belum ada. Buku-buku elektronik alias e-book masih mimpi.
Karena itu, skripsi jadi masalah besar. Banyak mahasiswa yang stres gara-gara skripsi. Betapa sulitnya menemui dosen pembimbing. Kalaupun ketemu ya revisi berkali-kali. Komputer old school masih kelas jangkrik yang mengandalkan WS: word star.
Betapa banyak mahasiswa yang terpaksa DO gara-gara skripsi. Padahal SKS-nya sudah mendekati 150. Bahkan ada yang sudah lebih.
Berbahagialah mahasiswa-mahasiswi jaman now! Semuanya serba dimudahkan. Apalagi kalau menterinya masih Nadiem Makarim atau tokoh yang sealiran dengannya.
Dengan magang yang dikonversi 20 SKS, projek-projek pribadi, simulasi program, aplikasi dsb maka masa kuliah bisa dipangkas. Tidak perlu lama sampai empat tahun atau lima tahun. Tiga tahun bisa kelar karena tidak perlu skripsi yang makan waktu dan biaya itu.
"Minta izin tidak masuk hari ini, Pak. Saya ada program pembuatan film pendek. Tapi saya akan tetap kirim hasil liputan," kata Jihan, anak magang yang jadi muridku.
Betapa bedanya Jihan dkk dengan mahasiswa jaman old. Ada saja garapan dan mainan mereka berbasis digital. Kelihatan main-main tapi serius dan jadi tambahan SKS. Jadi modal untuk mempercepat kuliah. Dan bisa langsung diterapkan setelah lulus nanti.
Saya jadi ingat syair lagu jazz dari Louis Armstrong yang terkenal itu:
I hear babies cry
I watch them grow
They'll learn much more
Than I'll ever know
And I think to myself
What a wonderful world