Sabtu, 15 Juni 2024

Satpam gereja haleluya juga galak dan ketus


Sabtu pagi, hujan lumayan deras di Surabaya Tenggara. Saya gowes sepeda lawas. Mau tidak mau harus cari tempat berteduh. 

Haleluya! Ada gereja di dekat jalan raya. Gereja aliran haleluya. Dua lantai. Lumayan besar.

Saya mampir untuk berteduh. Sepeda pancal diparkir di tempat parkiran motor.

"Selamat pagi, Pak! Hujan deras nih."

"Ada apa Anda ke sini?"

"Berteduh sejenak. Menunggu hujan reda."

Satpam haleluya itu diam saja. Kelihatan curiga dengan orang baru. Mungkin khawatir ada pelaku kejahatan menyatroni gereja haleluya yang bertetangga dengan masjid itu.

Saya mengukurkan tangan hendak salaman. Satpam itu cuek saja. Mungkin khawatir ketularan virus corona atau kuman-kuman penyakit.

Hujan masih turun. Tapi sudah agak berkurang. Saya pamit pulang. Satpam haleluya cuek saja. Fokus nonton berita gosip artis kawin cerai di televisi.

Sambil gowes saya merenung. Kelihatan ada yang keliru dengan manajemen atau tata kelola gereja-gereja kita sekarang. Gereja bukan lagi tempat berteduh bagi siapa saja "yang letih lesu dan berbeban berat".

Haleluya... Haleluya... Haleluya... Haleluya... kelihatannya hanya jadi gimik atau yel-yel kosong di bibir saja. Orang mampir di gereja malah dicurigai.

Satpam haleluya itu beda banget pater-pater Eropa dan Belanda di pedalaman kampung-kampung di NTT zaman dulu. Anak-anak yang bermain atau mampir di gereja biasanya dikasih permen, kue, biskuit, susu bubuk.

Kadang Pater Geurtz SVD di Pulau Lembata membagi pakaian layak pakai. Kadang dikasih kalung rosario, bernika, atau aksesoris khas katolik. 

Siapa saja, apa pun agamanya, boleh berteduh atau berlama-lama di teras gereja, aula stasi, atau duduk sembahyang di dalam gereja. Kalau ada makanan ya dimakan ramai-ramai.

Padahal, dulu jarang ada umat yang teriak haleluya, haleluya, haleluya. Belum ada yang nyanyi sambil tepuk tangan dan loncat-loncat diiringi full band di dalam gereja.

 "Haleluya sudah berubah jadi hale lupa," kata Prof Sahetapy (+) tahun 90-an di Surabaya.

Kamis, 13 Juni 2024

Paus Fransiskus: Khotbah Pastor Paling Lama 8 Menit agar Umat Tidak Ngantuk

Durasi khotbah atau homili di gereja (katolik) sudah lama jadi bahan diskusi. Jauh sebelum ada media sosial dan internet. Dulu biasanya polemik soal begini ditampung di majalah Hidup.

"Pastor, berhentilah berkhotbah!" begitu judul salah satu artikel di majalah mingguan Hidup sekitar 30 atau 40 tahun lalu. Saya nasih ingat karena sangat menarik.

Rabu 13 Juni 2024, Paus Fransiskus bicara di Lapangan St Petrus, Kota Vatikan. Salah satunya tentang durasi homili di gereja. Pastor-pastor diminta agar berkhotbah singkat dan padat.

"Homili seharusnya tidak lebih dari 8 menit. Lebih dari itu umat akan ngantuk," kata Paus asal Argentina itu.

Bukan kali ini saja Paus Frans bicara soal panjang pendeknya homili. Tahun 2018 Paus bilang khotbah sebaiknya tidak lebih dari 10 menit. Tidak perlu improvisasi yang bikin khotbah jadi lama.

Kelihatannya aturan tentang durasi khotbah ini hanya berlaku untuk para imam katolik. Paus Frans sendiri khotbah sampai 20 menit saat misa Kamis Putih tahun ini. Barangkali ada jemaat yang ngantuk.

Kalau saya perhatikan di Jawa Timur, khorbah-khotbah di gereja memang cenderung makin padat dalam 20 tahun terakhir. Tapi masih ada beberapa romo yang agak ngelantur ke sana sini.

Uskup Surabaya Monsinyur Sutikno Wisaksono (RIP) dikenal konsisten dengan homili yang padat dan singkat meski selalu ada bumbu-bumbu humor dan sentilan. 

Uskup Mandagi justru sangat populer dan viral karena khotbah-khotbahnya yang tajam dan penuh humor. Itu juga yang membuat beliau sering diundang komunitas-komunitas pengusaha, karismatik dsb untuk KKR. 

Andaikan khotbah Uskup Mandagi dibatasi 8 menit, ya tidak ada lagi humor-humor khas Manado yang renyah itu. 

Senin, 10 Juni 2024

Pater Anton Kedang SVD Berpulang di Surabaya - Pastor yang Inspiratif dari Lembata

Satu lagi pastor senior pulang ke rumah Bapa. Pater Antonius Kedang SVD meninggal dunia di Biara Soverdi Surabaya, Jalan Polisi Istimewa, Senin 10 Juni 2024 dalam usia 87 tahun.

Pater Anton lahir di Desa Tokojaeng, Kecamatan Ile Ape, Lembata, NTT, 12 Juni 1937. Artinya dua hari lagi genap berusia 87 tahun.

 Di usia yang sangat sepuh, pater ternyata masih relatif kuat. Bisa diajak komunikasi dengan lancar. Misa hari jadinya tahun lalu pun berlangsung cukup meriah. Pater ikut misa meski hanya duduk saja karena tidak kuat berdiri dan berlutut.

Ditahbiskan di Reo, Manggarai, 30 Juli 1968, Pater Anton Kedang SVD lebih dikenal di luar tempat asalnya di Pulau Lembata dan Keuskupan Larantuka. Sebab misi pelayanannya lebih banyak di Jawa dan Sumatera.

Romo Anton Kedang justru lebih dikenal di Kota Surabaya. Khususnya di kalangan umat Katolik lawas. Sebab Romo Anton pernah bertugas sebagai gembala atau pastor di beberapa paroki.

 Sebut saja Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo, dan Paroki St Maria Tak Bercela Ngagel. Orangnya ramah, murah senyum, tak banyak bicara.

Dulu saya mengira Pater Anton Kedang berasal dari Kedang, Lembata. Bisa Buayasuri atau Omesuri. Sebab ada nama belakang Kedang. Belakangan baru saya tahu bahwa Pater Anton Kedang SVD lahir di Desa Tokojaeng, Lembata.

Ternyata... masih tetangga dengan desaku di pelosok Lomblen Island - nama lama Lembata. Sekitar 8 km.  Bahkan, desa atau stasiku masuk wilayah Paroki Tokojaeng. Pemekaran dari Paroki Waipukang.

Tokojaeng atau disebut juga Lamatokan termasuk salah satu desa yang panggilannya subur. Sebelum ada romo dari kampung lain Tokojaeng sudah punya. Salah satunya ya Pater Anton Kedang SVD.

Jejak Pater Anton Kedang kemudian diikuti anak-anak muda lain di Paroki Tokojaeng. Sehingga panggilan imamat di salah satu paroki baru di Dioses Larantuka itu makin subur. Dulu panggilan subur hanya di Pulau Lembata bagian selatan macam Lamalera, Boto, Wulandoni, Kalikasa, Hadakewa.

Terima kasih banyak, Pater Anton Kedang!

Semoga bahagia bersama-Nya di surga!

Minggu, 09 Juni 2024

Sekolah Kedinasan STMKG Kuliah Gratis, Dapat Gaji Bulanan, Lulus Dijamin Jadi PNS

Kuliah supaya dapat kerja. Jadi pegawai (negeri). Buat apa kuliah kalau akhirnya nganggur? 

Lebih baik merantau saja ke Malaysia. Cepat dapat banyak ringgit!

Itu omongan orang kampung di pelosok NTT masa lalu. Dulu tidak banyak anak yang bisa kuliah. Bisa lanjut ke SMA/SMK pun sedikit.

 Biasanya lulus SD (banyak juga yang tidak lulus) langsung "melarat" ke Malaysia. Biasanya Sabah, negara bagian Malaysia di Pulau Kalimantan bagian utara. 

Karena itu, pagi ini saya terkesan saat membaca informasi sekolah kedinasan terkait Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kebetulan pagi tadi saya gowes dekat BMKG Juanda. Satu kompleks dengan Bandara Internasional Juanda di kawasan Sedati, Sidoarjo.

 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) masih membuka pendaftaran taruna baru. Taruna itu istilah untuk mahasiswa di sekolah-sekolah kedinasan. 

Taruna tinggal di asrama, badan tegap, rambut cepak, gagah seperti tentara. Tata cara pergaulan dan sebagainya sudah dibentuk ketika masuk asrama dan kuliah semester awal sampai tamat.

BMKG Juanda menginformasikan bahwa STMKG sedang membuka pendaftaran calon taruna baru mulai tanggal 15 Mei sampai dengan 13 Juni 2024. Pendaftaran dibuka untuk lulusan SMA (sederajat) dengan syarat usia 15 sampai 23 tahun.

Kuliahnya di STMKG gratis. Beda dengan di universitas biasa yang mahal dan UKT-nya dinaikkan beberapa kali lipat meski kabarnya dibatalkan oleh Mas Menteri. Orang tua mana yang tak senang anaknya kuliah gratis dan dijamin jadi pegawai negara?

Mahasiswa STMKG bahkan mendapatkan tunjangan atau gaji setiap bulan. Kampusnya nyaman di Tangerang. "Begitu lulus kamu bisa langsung menjadi calon ASN di BMKG," demikian pengumuman di laman BMKG Juanda.

Persyaratan kuliah di STMKG, selain usia maksimal 23 tahun, adalah belum menikah dan bersedia tidak menikah selama pendidikan di STMKG. Tinggi badan wanita minimal 155 cm dan pria minimal 160 cm.

Selain itu, tidak buta warna, bukan pengguna narkoba, sehat jasmani dan rohani. Ada lagi satu syarat yang perlu dipertimbangkan sebelum mendaftar di STMKG. Yakni, bersedia dan siap ditempatkan di seluruh wilayah NKRI. 

Menggiurkan memang kuliah di STMKG. Namun, formasinya terbatas. Kampusnya cuma satu dan mahasiswanya berasal dari seluruh Indonesia. Tentu persaingan untuk mendapatkan kursi di STMKG sangat ketat.

Kalau bisa lolos seleksi ya.. masa depan cemerlang. Bisa joget gemoy atau joget komando seperti bakal ketua negara. Bukan hanya makan siang gratis, tapi juga makan pagi, makan malam, makan angin juga gratis.

WiFi juga sudah pasti gratis. 

Cawe-Cawe Bung Karno di Pulau Flores, Pentas 12 Sandiwara di Gereja Katolik Ende

Bulan Juni ini bulan Bung Karno. Gebyar bulan BK tahun ini agak kurang. Setidaknya di Surabaya. Bisa jadi karena Jokowi sudah minggat dan menggembosi PDI Perjuangan - partai yang identik dengan BK.

Biasanya padat sekali acara-acara untuk mengisi bulan BK di Surabaya. Kajian-kajian tentang BK sejak lahir di Surabaya, sekolah di Mojokerto, masuk HBS di Surabaya, indekos di Peneleh, jadi mahasiswa di Bandung, jadi pemikir pejuang, diasingkan ke Pulau Flores, hingga jadi proklamator dan presiden sangat menarik.

Tak habis-habisnya bicara tentang BK. Ada banyak sudut yang bisa dikupas. Belum lagi daftar nama istrinya yang lumayan banyak.

"Inggris kita linggis, Amerika kita setrika!" teriak BK sang singa podium.

Minggu pagi ini, 9 Juni 2024, ada grup yang membagi foto BK saat dibuang ke Ende Flores, 1934-1938. Foto diambil dari majalah Hoakiao. Gambar ini sangat langka karena tak banyak orang yang langgan dan simpan majalah Hoakiao.

Saya jadi ingat majalah tua masa Hindia Belanda itu. Kantor redaksi majalah Hoakiao di Tepekongstraat Surabaya. Dekat kelenteng di pojokan Slompretan itu. Sekarang jadi Jalan Coklat, Kelurahan Bongkaran.

Ada satu gedung tua di Jalan Coklat. Pojokan Jalan Teh. Kemungkinan bekas kantor majalah Hoakiao, surat kabar Swara Publiek, dan majalah roman bulanan Penghidoepan. Sangat terkenal Tepekongstraat di zaman Hindia Belanda.

Kembali ke BK yang diasingkan ke Flores, pulau terbelakang pada tahun 1930-an. Sekarang pun kayaknya masih dianggap terbelakang juga. Tidak banyak orang Jawa yang tahu Pulau Flores, Lembata, Solor, Adonara, Alor, Pantar, Rinca, Komodo dan pulau-pulau lain di NTT.

Semasa pembuangan di Flores, BK sering mampir ke pastoran katolik. Ngobrol, diskusi dengan pater-pater SVD asal Belanda. Pater juga menyediakan tempat pertunjukan sandiwara yang ditulis BK sendiri.

BK ini bukan saja politikus, pemikir, pejuang, tapi juga seniman. Jago melukis, ngarang lagu, memimpin paduan suara hingga menulis naskah sandiwara. Naskah-naskahnya selalu ada muatan perjuangan mencapai Indonesia merdeka.

BK membentuk Toneel Kelimutu. Mencari pemain sendiri, melatih para pemain, menyediakan properti, kostum dsb untuk pentas di aula paroki. Ada 12 lakon yang pernah dipentaskan selama masa pengasingan di Flores.

Adapun 12 lakon itu:

1. Rendo
2. Dr. Setan
3. Kut-Kut Bi;
4. Pengaruh Cinta
5. Dr. Djula Gubi

6. Sanghai Rimba;
7. Ero Dinamit (Tukar Jantung tahun 1945)
8. Amuk
9. Rahasia Kelimutu
10. Rahasia Kelimutu II

11. Nggero Ende
12. Maha Iblis

BK telah meramalkan 'tukar jantung' dari Belanda ke Indonesia lewat sandiwara Ero Dinamit.

Cerita tentang Kelimutu, danau tiga warna di Flores - merah, putih, hijau - bakal berubah jadi dua warna saja: merah, putih.

Obsesi BK tentang kemerdekaan Indonesia memang luar biasa. Ibarat ahli nujum yang sangat jitu.

Ketua RI sekarang perlu ngopi dan membaca kembali cerita-cerita tempo doeloe tentang BK dan perjuangannya. Tidak perlu lagi cawe-cawe, blusukan, bagi-bagi bansos, otak-atik aturan main konstitusi.

Merdeka!!!

Sabtu, 08 Juni 2024

TK Katolik Santa Clara Surabaya Lepas 90 Murid - Serahkan STTTK dan Gelar Karya P5




Oleh Indra Wijayanto
Wali Murid TKK Santa Clara Surabaya

Sebanyak 90 murid TK Katolik Santa Clara Surabaya mengikuti perpisahan yang dikemas dalam acara penerimaan Surat Tanda Tamat Taman Kanak Kanak (STTTK) angkatan ke-54 Tahun Pelajaran 2023/2024. Sekaligus Gelar Karya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) Kelompok B bertempat di Balai Paroki Santa Maria Tak Bercela, Jakan Ngagel Madya 1, Surabaya, Sabtu (8/6/2024).

Kepala TK Katolik Santa Clara Surabaya, Sr. Marselina Siu, MC., M.Pd. mendampingi Ketua Yayasan Puspita Kencana, Sr. Maria Lordes Uran, MC menyerahkan STTTK kepada para siswa-siswi yang dilepas untuk menempuh pendidikan ke jenjang selanjutnya.

"Pelepasan murid TK Katolik Santa Clara ini menandakan telah selesai masa pembelajaran, dan mereka bersiap-siap memasuki tahap pembelajaran berikutnya di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD)" tutur Sr. Seli, panggilan akrabnya.





Pendidikan usia dini ini merupakan kegiatan proses belajar yang sederhana, meliputi pengetahuan umum dan agama, yang lebih banyak dilakukan dengan bermain maupun bantuan alat peraga, sesuai dengan jiwa dan usia anak-anak.

Mengambil tema "Membumi dengan Budaya dan Karya" acara dihadiri Pimpinan Regional Misionaris Claris indonesia, Sr. Rina Rosalina, MC, komite sekolah serta orang tua dan wali murid ini diisi dengan berbagai tampilan seni yang dimainkan siswa-siswi dari Kelompok B sebagai gelar karya P5.

Di antaranya, penampilan dari ekstrakurikuler menyanyi, English Club, menari (tari semut dan tari tikus pithi), serta tampilan ansamble dan angklung.

Menggemaskan sekaligus membanggakan! Anak-anak bisa tampil dengan percaya diri di hadapan publik. Mereka pun mampu menampilkan yang terbaik di hadapan orang tua.

Sr. Seli menyebut penampilan yang disuguhkan anak-anak ini merupakan hasil dari ekstrakurikuler yang ada di sekolah.

"Kreativitas yang disuguhkan anak-anak ini sangat membanggakan. Mereka bisa tampil percaya diri dan luar biasa" katanya.

Acara ini merupakan momen istimewa yang menandai akhir dari perjalanan para siswa-siswi Kelompok B bersama seluruh suster dan bapak ibu guru di bangku sekolah ini.

"Kami berterima kasih atas kehadiran bapak ibu orang tua dan wali murid yang sudah datang untuk berbagi kenangan bersama dalam momen yang berbahagia ini" pungkasnya. 

Kamis, 06 Juni 2024

Forum Kerukunan Umat Tambang, Suara KWI di Padang Pasir

Sang penguasa lengser kurang empat bulan lagi. Tapi kebijakannya masih seperti biasa. Aneh, ugal-ugalan. Out of the box, kata orang pinter.

IKN sudah dekat deadline. Upacara bendera 17 Agustus 2024 harus di sana. Apa mungkin? Dua petinggi IKN kompak mundur. Kelihatannya tak kuasa menanggung beban dan target yang sangat ambisius.

Belakangan ada lagi gebrakan di luar kotak. Ormas keagamaan diberi jatah untuk mengelola tambang. Ormas yang biasa ngurus masalah keagamaan bisa ngurus tambang batu bara, nikel, emas, dsb?

Sang penguasa biasanya tak peduli dengan masukan atau kritik. Jalan terus. Apa pun yang dilakukannya akan ada pembenaran oleh pakar-pakar dan intelektual tukang. Legislatif, yudikatif, eksekutif tak akan berani bilang tidak. 

Semalam Goenawan Mohamad menulis cuitan di X: "Menarik utk melihat, apakah organisasi Budhis juga akan bergabung."

Itu keterangan gambar atau caption berjudul Forum Kerukunan Umat Tambang.

Pagi ini saya dibagi berita CNN oleh mantan pastor. Isinya: KWI menolak kebijakan ormas diberi kewenangan untuk mengelola tambang. KWI bukan ormas.

KWI berdiri pada 1927 sebagai lembaga keagamaan Katolik. Urusan KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), martyria (semangat kenabian).

Haleluya! 

KWI masih berani bersikap beda dengan penguasa yang super power. Tapi KWI hanyalah umat minoritas. Cuma 3%. Mungkin kurang. Jauh di bawah Protestan.

 Apalah arti suara KWI yang cuma segelintir itu. Ibarat orang berteriak di padang pasir.