Ada tiga orang pelatih paduan suara pelajar dan mahasiswa top di Surabaya pada era 80-an dan 90-an. Ketiganya masih berkiprah dan berprestasi pada awal tahun 2000-an. Theys Watopa, FX Arie Soeprapto, dan Musafir Isfanhari.
Ayas dulu sering ngobrol, wawancara, sekaligus menimba ilmu dari ketiga maestro tersebut. Ayas yang pernah aktif di paduan suara mahasiswa dan kor mudika di gereja akhirnya jadi paham rahasia membina paduan suara yang baik. Teorinya sederhana tapi praktiknya sangat tidak mudah.
Karena itu, tidak banyak paduan suara mahasiswa dan pelajar SMA/SMK yang benar-benar bagus di Indonesia. Kuncinya di teknik produksi suara, blending, harmonisasi, dinamika dsb. Ilmu paduan suara itu diketahui hampir semua dirigen atau pelatih.
Theys Watopa yang asli Papua sudah lama berpulang. Hampir semua tim paduan suara pelajar yang dilatih Theys pasti dapat medali emas. Kalau apes ya dapat perunggu. Di tangan Theys Watopa, Gitamsala Choir dari SMAN 5 Surabaya sering jadi juara di Jawa Timur dan tingkat nasional.
Musafir Isfanhari tak hanya pelatih paduan suara tapi juga arranger kor kelas wahid. Tata suara SATB (sopran, alto, tenor, bas) yang dibuat Isfanhari sangat menarik. Ayas paling terkesan dengan aransemen kor Bukit Kemenangan yang dibuat Isfanhari.
Sampai sekarang Pak Isfan masih sesekali melatih paduan suara pelajar di Surabaya. Tapi biasanya kor-kor besar untuk upacara 17 Agustus bersama Gubernur Jatim di halaman Grahadi. Isfan juga sering memimpin paduan suara masyarakat Tionghoa di Pasar Atom.
FX Arie Soeprapto sangat identik dengan SMAK St Louis I alias Sinlui Surabaya. Pak Yapi, sapaan akrabnya, seakan tidak boleh melatih tim-tim lain yang bakal jadi kompetitor. Maklum, Yapi juga guru SMAK Sinlui. Beda dengan Theys yang bisa melatih sekolah apa saja karena tidak punya ikatan khusus dengan sekolah atau komunitas tertentu.
Di tangan Pak Yapi alias Aryono, Sinlui Choir berhasil menjadi tim paduan suara yang sulit dikalahkan di Surabaya, Jatim, bahkan Indonesia. Ia punya trik dan teknik latihan khusus untuk membentuk suara muda-muda SMA yang aslinya masih mentah. Dibuat bulat dan enak oleh Pak Yapi.
,,Harus telaten dan sangat disiplin," katanya suatu ketika.
Belakangan Ayas sering bertemu Pak Yapi saat misa di Gereja Roh Kudus, Purimas, Gununganyar. Kebetulan satu paroki yang digembalakan imam-imam SVD asal NTT. Pak Yapi lebih sering bicara soal fotografi. Dia ternyata jawara sejati fotografi. Maestro fotografi di Surabaya.
Di kalangan wartawan-wartawan di Surabaya, Pak Yapi ini lebih dikenal sebagai master atau suhu fotografi. Mungkin cuma Ayas yang tahu kiprah dan prestasi Pak Yapi di bidang paduan suara. Maklum, Pak Yapi hanya memberikan biodata berupa daftar prestasi di bidang fotografi sejak 1970 sampai tahun 2000 sekian.
,,Itu pun tidak lengkap. Kalau ditulis semua (prestasi/penghargaan) jadi panjang sekali," kata lelaki kelahiran Kediri 20 April 1946 itu.
Kembali ke paduan suara. Sejak medio 2000-an, Pak Yapi agak mundur sebagai pembina Sinlui Choir. Tongkat estafet diserahkan ke Maya Widyaningrum, alumnus Sinlui dan ITS, serta Onni Prihantono, putra Pak Yapi. Oni mewarisi bakat ayahnya.
Sinlui Choir masih stabil prestasinya di berbagai festival paduan suara. Di sisi lain, kualitas kor-kor pelajar di Jawa Timur makin bagus dan merata. Sinlui dan Smala tak lagi dominan. Ini setelah makin banyak anak muda yang jago musik klasik dan piawai membina paduan suara.
Sejak awal pandemi covid, Ayas tak pernah bertemu dengan Pak Yapi. Hingga akhirnya mendapat kabar bahwa maestro fotografi dan paduan suara itu berpulang ke pangkuan Sang Pencipta pada 4 Juni 2023.
Selamat jalan, Pak Yapi!
Matur nuwun!