Sabtu, 24 Juni 2023

Maestro Paduan Suara FX Arie Soeprapto Bahagia di Surga

Ada tiga orang pelatih paduan suara pelajar dan mahasiswa top di Surabaya pada era 80-an dan 90-an. Ketiganya masih berkiprah dan berprestasi pada awal tahun 2000-an. Theys Watopa, FX Arie Soeprapto, dan Musafir Isfanhari.

Ayas dulu sering ngobrol, wawancara, sekaligus menimba ilmu dari ketiga maestro tersebut. Ayas yang pernah aktif di paduan suara mahasiswa dan kor mudika di gereja akhirnya jadi paham rahasia membina paduan suara yang baik. Teorinya sederhana tapi praktiknya sangat tidak mudah.

Karena itu, tidak banyak paduan suara mahasiswa dan pelajar SMA/SMK yang benar-benar bagus di Indonesia. Kuncinya di teknik produksi suara, blending, harmonisasi, dinamika dsb. Ilmu paduan suara itu diketahui hampir semua dirigen atau pelatih.

Theys Watopa yang asli Papua sudah lama berpulang. Hampir semua tim paduan suara pelajar yang dilatih Theys pasti dapat medali emas. Kalau apes ya dapat perunggu. Di tangan Theys Watopa, Gitamsala Choir dari SMAN 5 Surabaya sering jadi juara di Jawa Timur dan tingkat nasional.

Musafir Isfanhari tak hanya pelatih paduan suara tapi juga arranger kor kelas wahid. Tata suara SATB (sopran, alto, tenor, bas) yang dibuat Isfanhari sangat menarik. Ayas paling terkesan dengan aransemen kor Bukit Kemenangan yang dibuat Isfanhari.

Sampai sekarang Pak Isfan masih sesekali melatih paduan suara pelajar di Surabaya. Tapi biasanya kor-kor besar untuk upacara 17 Agustus bersama Gubernur Jatim di halaman Grahadi. Isfan juga sering memimpin paduan suara masyarakat Tionghoa di Pasar Atom.

FX Arie Soeprapto sangat identik dengan SMAK St Louis I alias Sinlui Surabaya. Pak Yapi, sapaan akrabnya, seakan tidak boleh melatih tim-tim lain yang bakal jadi kompetitor. Maklum, Yapi juga guru SMAK Sinlui. Beda dengan Theys yang bisa melatih sekolah apa saja karena tidak punya ikatan khusus dengan sekolah atau komunitas tertentu.

Di tangan Pak Yapi alias Aryono, Sinlui Choir berhasil menjadi tim paduan suara yang sulit dikalahkan di Surabaya, Jatim, bahkan Indonesia. Ia punya trik dan teknik latihan khusus untuk membentuk suara muda-muda SMA yang aslinya masih mentah. Dibuat bulat dan enak oleh Pak Yapi.

,,Harus telaten dan sangat disiplin," katanya suatu ketika.

Belakangan Ayas sering bertemu Pak Yapi saat misa di Gereja Roh Kudus, Purimas, Gununganyar. Kebetulan satu paroki yang digembalakan imam-imam SVD asal NTT. Pak Yapi lebih sering bicara soal fotografi. Dia ternyata jawara sejati fotografi. Maestro fotografi di Surabaya.

Di kalangan wartawan-wartawan di Surabaya, Pak Yapi ini lebih dikenal sebagai master atau suhu fotografi. Mungkin cuma Ayas yang tahu kiprah dan prestasi Pak Yapi di bidang paduan suara. Maklum, Pak Yapi hanya memberikan biodata berupa daftar prestasi di bidang fotografi sejak 1970 sampai tahun 2000 sekian.

,,Itu pun tidak lengkap. Kalau ditulis semua (prestasi/penghargaan) jadi panjang sekali," kata lelaki kelahiran Kediri 20 April 1946 itu.

Kembali ke paduan suara. Sejak medio 2000-an, Pak Yapi agak mundur sebagai pembina Sinlui Choir. Tongkat estafet diserahkan ke Maya Widyaningrum, alumnus Sinlui dan ITS, serta Onni Prihantono, putra Pak Yapi. Oni mewarisi bakat ayahnya.

Sinlui Choir masih stabil prestasinya di berbagai festival paduan suara. Di sisi lain, kualitas kor-kor pelajar di Jawa Timur makin bagus dan merata. Sinlui dan Smala tak lagi dominan. Ini setelah makin banyak anak muda yang jago musik klasik dan piawai membina paduan suara.

Sejak awal pandemi covid, Ayas tak pernah bertemu dengan Pak Yapi. Hingga akhirnya mendapat kabar bahwa maestro fotografi dan paduan suara itu berpulang ke pangkuan Sang Pencipta pada 4 Juni 2023.

Selamat jalan, Pak Yapi!
Matur nuwun!

Mbah Karmanu, 91 tahun, jemaat tertua di Gereja Advent Sumberwekas

Sabtu 24 Juni 2023. Ayas mampir di kompleks Gereja Advent Sumberwekas, Prigen, Jawa Timur. Gereja di atas bukit itu disebu-sebut sebagai Gereja Advent tertua di Pulau Jawa. Dibangun sekitar tahun 1912.

Namun, bangunan gereja sekarang masih tergolong baru. Gereja yang dibangun pada zaman Hindia Belanda sudah ambruk. Lalu dibangun gereja baru. Tidak terlalu besar tapi cantik. Sedap dipandang saat kita melintas di jalan raya Prigen-Trawas.

Di sebelah atas ada bumi perkemahan Advent yang sangat luas. Mahanaim namanya. Ada juga aula besar. Diresmikan Menpora Hayono Isman pada Agustus 1997. Saat itu diadakan perkemahan anak muda Advent se-Asia Pasifik. Pesertanya sekitar 1.500 orang.

Sudah ada 20-an jemaat datang ke gereja untuk Sekolah Sabat. Kebaktian Advent memang selalu diadakan pada hari ketujuh alias Sabat alias Sabtu. Bukan hari Minggu. Karena itu, Gereja Advent di Indonesia resminya bernama Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK).

Ayas tertarik dengan seorang kakek yang tampak masih semangat ikut ibadah Sabat. Orangnya ramah, grapyak, ngomong bahasa Jawa halus. Jemaat Advent tertua di Sumberwekas, Prigen, ini bernama Mbah Karmanu. Lahir di Lumbangrejo, Prigen, tahun 1932.

Luar biasa, Mbah Karmanu, 91 tahun. ,,Saya diantar sama menantu saya yang muslim,'' kata Mbah Karmanu. ,,Kita berbeda agama tapi saling menghormati."

Mbah Karmanu mengikuti sekolah Sabat bersama istri dan beberapa kerabatnya. Boleh dikata dialah pinisepuh Advent di Prigen, bahkan Jawa Timur, yang masih sugeng (hidup). ,,Teman-temanku sudah gak ada semua. Doakan ya semoga saya dikasih umur sama Tuhan."

Mbah Karmanu kemudian bercerita tentang awal mula dia menjadi jemaat Advent sebelum kemerdekaan. Tempo doeloe Karmanu mengaku tidak punya agama yang jelas. Dibilang Islam tidak pernah sembahyang, Buddha bukan, Kristen bukan. ,,Saya tidak punya cekelan (pegangan)," kenangnya.

Karmanu kecil biasa menggembala kambing di kampungnya yang sejuk dan subur itu. Dia biasa lewat di dekat Gereja Advent Sumberwekas. Tapi tidak tertarik sama sekali. ,,Dulu orang-orang kampung bilang Kristen itu agamane Londo. Kalau mati diobong (dibakar). Anak-anak semua takut dan ngeri."

Suatu ketika ada anggota Advent yang mendatangi Karmanu di rumahnya. Ngobrol soal kambing, sapi, sawah, hingga cekelan untuk bekal ketika meninggal nanti. Orang harus punya pegangan atau agama. ,,Tapi saya takut sama agamane Londo. Kalau saya ke gereja nanti dirasani orang sekampung. Wong Jowo kok melok agamane Londo,'' tutur mbah sambil tersenyum.

Orang Advent tidak putus asa. Mereka dengan sabar menjelaskan bahwa jenazah orang Kristen tidak dibakar. Ada yang memang dikremasi tapi lebih banyak yang dikuburkan seperti jenazah umumnya. 

Agamane Londo? Yang mengajak Karmanu, Imanuel, bukan orang Belanda tapi Jawa Barat. ,,Pak Imanuel sudah lama gak ada."

Karmanu awalnya kagok ikut kebaktian alias Sekolah Sabat setiap Sabtu. Lama-lama dia makin paham dogmatika dan ajaran Gereja Advent. Termasuk ajaran yang berbeda dengan gereja-gereja Kristen lainnya. ,,Gak terasa saya sudah puluhan tahun ikut Advent," katanya.

Ayas sebetulnya masih ingin ngobrol lebih banyak dengan Mbah Karmanu. Seorang Adventis senior yang sudah banyak makan asam garam sejak zaman Belanda, Jepang, kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga saat ini. Sayang, waktu untuk kebaktian Sabat sudah dekat. 

Ayas pun pamit.
Matur nuwun, Mbah Karmanu!
Selamat Hari Sabat!

Pater Yustin Genohon Tukan SVD Bernyanyi di Rumah Bapa

Satu lagi komposer musik liturgi beristirahat dalam damai (RIP). Pater Yustin Genohon Tukan, S.V.D. meninggal dunia di Maumere, Flores, Selasa 20 Juni 2023. Rupanya pater asal Pulau Lembata, NTT, sudah lama punya masalah diabetes.


Kondisi fisiknya menurun belakangan ini. Namun Pater Yustin masih membawakan lagu indah ciptaannya sendiri yang viral di kalangan umat Katolik di NTT. "Tuhan Memanggil Namaku!"

Sejak dulu bumi Lamaholot melahirkan komposer-komposer musik liturgi yang cukup terkenal di NTT. Bahkan seluruh Indonesia. Komponis generasi lama yang sudah RIP antara lain Pater AS Letor SVD, Mateus Wari Weruin, Apoly Bala, Petrus Riki Tukan.

Pater Yustin Genohon masih terkait erat dengan komposer generasi Jubilate, Syukur Kepada Bapa, Madah Bakti, Exultate, dan lagu-lagu ,,stensilan lepas" (istilah lawas) yang beredar di NTT. Pater Yustin biasanya menulis lagu pakai tulisan tangan. Tulisannya kurang rapi tapi mudah dibaca.

Partitur-partitur karya Yustin Genohon kemudian difoto berkali-kali. Di era digital ini partitur empat suara SATB kemudian difoto dan disebarkan ke paduan suara paroki, stasi, sekolah, komunitas dsb. Karena itu, aktivis paduan suara tidak asing dengan komposisi-komposisi gubahan Pater Yustin.

Berbeda dengan Pater AS Letor atau Paul Widyawan di Jawa yang hanya fokus pada lagu-lagu misa (liturgi), Pater Yustin menciptakan lagu-lagu rohani yang agak ngepop. Bisa dinyanyikan saat ekaristi, bisa juga untuk pop rohani alias gospel song biasa. PML Jogja biasa menggolongkan sebagai ,,lagu rohani bukan liturgi''.

Dibandingkan dengan komposer-komposer lain, Pater Yustin tergolong sangat produktif. Lagu ciptaannya yang sudah beredar sudah ratusan, bahkan mendekati seribu biji. Belum lagi lagu-lagu yang belum ,,diumatkan'' alias belum dipublikasikan. 

Inspirasi untuk mengarang lagu bisa datang dari mana saja. Dalam keadaan apa pun Pater Yustin bisa mendapatkan bisikan nada-nada, harmoni yang sudah terangkai di kepala. Saat berada di rumah jemaat, omong-omong santai, Pater Yustin kadang mengambil kertas putih lalu corat-coret notasi dan syair. Jadilah bakal komposisi musik liturgi.

Romo Yustin biasanya langsung uji coba lagu barunya. Umat yang suaranya cukup bagus disuruh menyanyikan lagu yang belum 100 persen selesai itu. Yustin menyimak sambil membuat coretan. Kemudian direvisi hingga tercipta lagu baru siap edar.

,,Kepergian sang gembala umat, Pater Yustin Genohon,  meninggalkan nestapa mendalam bagi semua orang. Ia merupakan maestro dan komponis telah melahirkan ratusan lagu-lagu rohani liturgi gereja,'' tulis salah satu portal di NTT.

Sayang, lagu-lagu Pater Yustin yang indah itu kurang dikenal di kalangan umat Katolik di Jawa. Hanya sesekali dibawakan paduan suara yang kebetulan dirigennya berasal dari Flores, NTT. Komposisi-komposisi karya Pater Yustin lebih banyak muncul di YouTube.

Ayas terkesan dengan lagu-lagu ordinarium misa gaya Lamaholot. Begitu membaca kabar berpulangnya Pater Yustin, Ayas langsung buka YouTube. Umat Katolik di Pulau Solor sana menyanyikan karya romo seniman itu dengan penuh semangat. Rasanya seperti di kampung halaman.

Selamat jalan, Pater Yustin!
Selamat bernyanyi di surga!

Jumat, 23 Juni 2023

Siswi berhijab bersih-bersih Gereja Katolik Tanggul, Jember


Ayas punya kawan lama saat kuliah dulu sekarang jadi pastor. RD Tiburtius Catur Wibawa. Gak nyangka mahasiswa FKIP Universitas Jember itu bakal jadi romo. Tapi bacaan-bacaannya, koleksi bukunya, rajin sembahyang dan misa memang sangat menunjang panggilan imamatnya.

Ayas dulu biasa pinjam kaset-kaset koleksi Catur. Biasanya lagu-lagu oldies. Titiek Puspa, Broery, Vina Panduwinata, hingga Sinatra, Jagger, Bon Jovi, Rod Stewart. Selera musik Catur sebelum jadi romo memang sangat luas.

Catur ini rada nyeniman memang. Punya kemampuan menulis naskah teater, puisi, hingga jadi sutradara. Lakon-lakonnya ada yang dipetik dari Alkitab. Salah satunya cerita tentang Ananias dan Safira. 

Ayas praktis tak pernah kontak Catur. Tahu-tahu muncul berita yang agak viral di media sosial dan internet. Ada romo Katolik di Banyuwangi yang bangun musala di Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro. 

Oh, Tuhan, Catur Wibawa sudah jadi romo. Terkenal karena unik. Gerakan-gerakannya selalu di luar kotak. Penuh kejutan. 

"Saya sediakan musala karena sebagian besar pengunjung (lahan ekologi) beragama Islam. Mereka selalu bertanya tempat salatnya di mana? Yah, saya bangun musala saja. Sederhana khas bangunan Osing," katanya.

Dari Banyuwangi, romo praja Keuskupan Malang itu dimutasi ke Paroki Tanggul, Kabupaten Jember. Ayas sangat hafal gereja di dekat alun-alun yang dulu masih berstatus stasi. Belum jadi paroki. Parokinya ya Paroki Santo Yusuf, Jember. Sekitar 30 km dari Kota Jember. 

Ayas perhatikan di media sosial dan berita-berita daring kiprah Romo Catur Wibawa di Tanggul, Jember. Beda dengan pater-pater biasa yang fokus ke liturgi, katekese, dsb. Romo Catur masih getol menyapa warga setempat yang bukan Katolik. Sering ketemu kiai-kiai, ulama, baksos lintas agama.

Yang agak heboh di media sosial, Romo Catur membagikan video 5 siswi berjilbab dari SMAN 2 Tanggul sedang bersih-bersih gereja. Menyapu ruangan layaknya koster atau umat Katolik yang kebagian giliran membersihkan gereja. Para siswi itu tampak menikmati suasana gereja yang semula asing bagi mereka.

"Gereja Katolik itu mirip museum," kata seorang siswi SMAN 2 menjawab pertanyaan Romo Catur.

Romo asal Tegaldelimo, Banyuwangi, itu tidak mengajak lima siswi berhijab tersebut untuk kerja bakti di gereja. Mereka datang sendiri dalam rangka program penguatan pelajar Pancasila. Semacam aplikasi PMP tempo doeloe secara praktis.

"Keren banget," kata Romo Catur yang memang dekat dengan anak-anak SMA itu. 

Ayas sudah menduga video siswi berjilbab membersihkan Gereja Katolik Tanggul, Jember, itu bakal menuai polemik. Ada ribuan komentar yang pro dan kontra. Ayas cuma komen satu kata, "Haleluyaaaa!"

Sebagian mengapresiasi lima siswi berjilbab yang punya rasa toleransi tinggi. Gak ngomong tok tapi dipraktikkan langsung. Sebaliknya, tidak sedikit yang kontra. Menurut mereka yang kontra, toleransi itu tidak boleh kebablasan. Cukup tidak mengganggu umat beragama lain yang menjalankan ibadah. 

Adrian Irawan:
"Pada gila kalian dalam bertoleransi, klw toleransi itu gak harus juga begitu.yg jelas gak perlu kita ambil urusan mereka sampai masuk gereja cukup aja biar mereka beribadah gak perlu diganggu."

Ani Sinurat:
"Saya juga sering bersihin mesjid waktu saya SMP di Aceh. Guru saya nyuruh bersihin mesjid kami ramai ramai.  Bagi saya tidak jadi masalah buat saya, malah dulu saya pake hijab.

Kan daerah Aceh dulu otonomi daerah,  mau tidak mau harus  mengikuti mayoritas. Bagi saya  biarpun bersihin mesjid dan kesekolah pakai hijab gak ngaruh iman saya, tetap setia pengikut Kristus."

Bagi orang NTT, khususnya Flores dan Lembata, kalau sekadar menyapu gereja atau masjid mah kecil. Orang-orang Katolik di kampung pelosok sana justru bersama orang Islam membangun masjid di kampung. Orang Islam juga ikut bantu tenaga, pasir, batu untuk renovasi gereja atau kapela. 

Orang Katolik di pelosok NTT biasa jadi ketua panitia perayaan Idul Fitri atau Idul Adha. Belum lama ini orang Islam jadi ketua panitia Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Nasional di Kupang.

Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai! (Mazmur 133)

Kamis, 22 Juni 2023

Bacang Legendaris Tante Oei di Peneleh. Selamat Pesta Pecun πŸ™πŸΌπŸ™πŸΌ

Dr Dede Oetomo menulis ucapan Sembahyang Bakcang (η«―εˆθŠ‚) pagi tadi. Dosen senior Universitas Airlangga dan Universitas Katolik Widya Mandala saban hari memuat hari raya, pesta, perayaan apa saja di laman media sosialnya.

Aha, beta jadi ingat itu bacang alias bakcang di Jalan Peneleh 92 Surabaya.

Dulu beta biasa mampir minta informasi tentang jajanan khas Tionghoa untuk hari Pecun. Resepnya, bahan-bahan, cara memasak, isinya dsb. 

Apakah dalemannya harus babi? Ini pertanyaan penting di Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab banyak orang Indonesia, apa pun agamanya, ingin mencicipi semua kuliner Tionghoa sejak Gus Dur jadi presiden. Tapi banyak yang ragu-ragu. Khawatir makanan Tionghoa ada unsur babi dan alkohol alias tidak halal.

Oei Kong Giok, sekarang 72 tahun, bilang bacang tidak mesti diisi babi di dalamnya. Bisa juga ayam. Ada pula bacang khusus untuk vegetarian. Karena itu, di pasar dan di rumah Oei selalu ada tulisan dan tanda yang jelas mana bacang yang pakai babi, mana yang ayam, mana yang vegetarian.

Bacang di Peneleh ini sudah termasuk legendaris. Oei Kong Giok mulai merintis tahun 1978. Awalnya coba-coba dagang jajanan untuk membantu suaminya bekerja di selepan padi di Mojokerto. Ketimbang tidak bikin apa-apa di rumah.

Usaha rintisan Tante Oei lama-lama disukai sehingga usaha ini makin besar dan stabil. Di masa Orde Baru pun makanan bacang tetap laris meskipun rezim Soeharto melarang adat istiadat dan budaya Tionghoa. Kuliner Tionghoa rupanya tidak dilarang.

Tante Oei saat muda menjual bacang bikinan sendiri untuk dijual di kawasan Kembang Jepun, Undaan, Tambak Bayan, dan Pasar Atom. Itu kawasan pecinan yang masyarakatnya masih kuat adat Tionghoanya. Kalau mau Pecun bacang-bacang Peneleh laku keras.

Tuhan Allah kasih berkat, kata Tante Oei yang masih tahes di usia senja itu.

Selamat pesta bacang!
Semoga semua orang bahagia!

Rabu, 21 Juni 2023

Makan belalang dan madu hutan dari Probolinggo

Seorang wanita berjalan keliling menawarkan madu. Madu asli! Asli dari hutan! Murah, murah...

Beta yang asyik baca koran pun didatangi wanita itu. Dari Probolinggo. Ngomong bahasa Madura. Bagus buat latihan berbahasa Madura sederhana. Beta ini paham bahasa Madura tapi tidak bisa bicara lancar.

Pedagang keliling itu awalnya menawarkan Rp 200 untuk madu kuning. Madu hitam Rp 150. Kelihatannya wajar.. kalau madunya memang asli dari hutan. Tapi di Surabaya ini sulit dapat madu asli. Apalagi dari pedagang telo-lema macam wanita Probolinggo itu.

Omong punya omong, nyang-nyangan, akhirnya beta beli madu hitam. Di bawah 100.  "Kalau gak asli nanti urusannya panjang," beta gertak sambal aja.

Beta coba satu sendok. Lumayan. Dicoba pemilik warkop di perbatasan Surabaya-Sidoarjo. "Nggak bener-bener asli. Biasanya ada campuran air tape," kata mas itu.

Ono rego ono rupo! Beli murah kok minta barang bagus? "Bayar murah kok njaluk slamet?" kata tukang becak asal Madura di Surabaya dulu.

Omong-omong soal madu, beta jadi ingat kitab suci. Yohanes Pembaptis makan belalang dan madu hutan.

Apakah madu hutan macam ini? Atau madu hutan khas Palestina yang lain? Belalang semacam serangga di kebun itu? Atau belalang jenis lain?

Soal madu sudah jamak. Klir. Belalang ini yang selalu ditanyakan anak-anak sekolah minggu atau murid-murid saat pelajaran agama Katolik di sekolah.

Ada dua versi soal belalang. Versi pertama belalang hewan serangga itu. Versi kedua, belalang sejenis tumbuhan yang banyak dijumpai di Palestina atau Timur Tengah. Tanaman belalang ini mirip kacang kapri. Para peziarah ke tanah suci biasanya diantar untuk melihat tanaman belalang yang jadi makanan John The Baptist itu.

Luar biasa Yohanes Pemandi dulu. Makanannya belalang dan madu hutan. Memakai jubah bulu unta. Ikat pinggangnya kulit.

Para gembala, hamba-hamba Tuhan, ada baiknya meneladani Yohanes Pemandi. Kerajaan Allah sudah dekat. Haleluya!

Berat badan beta tidak pernah ideal - over weight

Beta mampir di apotek pagi ini. Beli obat Lameson. Sudah seminggu selesma pilek. Semoga bukan covid. Beta tidak pernah swab dsb sehingga tidak pernah tahu kena corona atawa tidak.

Pekan lalu pemerintah bilang segera masuk endemi. Pandemi covid berlalu. Tapi tetap waspada. Pakai masker, jaga jarak, cuci tangan dsb.

Lameson yang paling ampuh, kata Iwan kawan yang paling ngerti obat-obatan. Dua tiga kali minum aka wis beres, pesannya.

Sambil antre beta lihat ada timbangan nganggur. Kebetulan sudah lama sekali tidak timbang badan. Kali terakhir sebelum covid. Berapa kira-kira beta punya berat badan saat ini? 21 Juni 2023.

Masih lumayan berat. 73 kilogram. Tahun 2019 sekitar 75 atau 76 kg. Pernah tembus 80 kg tahun 2015-an.

Syukurlah, beta punya berat badan masih rada stabil meskipun tidak ideal. Kalau mau ideal ya harus di bawah 67 kg. Dan.. itu tidak pernah tercapai. Kecuali saat mahasiswa dan SMA. 

Beta sudah lama tidak olahraga lari pagi. Cuma bersepeda jarak sedang saja. Itu pun tidak ngoyo. Karena itu, pembakaran kalori tidak banyak.

"Anda sebaiknya tidak makan di atas jam 7 malam," pesan Fu Longswie (almarhum), suhu senam Ling Tien Kung di Surabaya. Makan malam hari, apalagi di atas jam 9 malam itu tidak baik, katanya.

Ini rupanya beta punya kelemahan. Sebagai pekerja malam, beta selalu merasa lapar pada malam hari. Setelah selesai sunting naskah hingga memastikan pressklaar alias fit to print. 

Maka makan sega sambal atau nasi goreng pun jadi semacam ritual malam hari. Beta pernah ganti dengan pepaya, buah naga, atau semangka tapi tidak bisa kenyang. Ganti dengan bubur londo yang dijual di minimarket pun tidak mempan.

Jadi, wajarlah kalau beta tidak pernah berhasil menurunkan berat badan di bawah 70 kg.