Rabu, 08 Maret 2023

Gereja berdempetan di ruko! Haleluyaaaa

Pagi ini beta mampir di ruko Pondok Candra, Sidoarjo. Pigi ke anjungan tunai mandiri. Lalu mampir di warkop minta kopi racikan rada pahit, gula satu sendok.

Beta perhatikan ruko-ruko yang dulu ramai. Sekarang sepi. Pandemi panjang bikin banyak usaha lesu. Tapi gereja masih ada di situ. Gereja ruko bahkan cenderung bertambah. Orang biasanya makin dekat Tuhan dalam kesesakan.

 Haleluyaaaa!!!

Beta lihat ada GKKA: Gereja Kebangunan Kalam Allah. Persis di sebelahnya GBI: Gereja Bethel Indonesia. Kedua gereja ini sebetulnya mirip tata ibadat, pujian penyembahan, tata kelola dsb. 

Tidak jauh dari situ ada Gereja YHS: Yakin Hidup Sukses. Tapi YHS rupanya sudah pindah. Ruko bekas YHS ada pengumuman dijual/disewakan. 

Mengapa tidak digabung aja? Dijadikan satu. Toh jemaatnya tidak banyak amat?

Itu pertanyaan awam yang bukan kristiani. Beta dulu juga bertanya macam itu. Ada GKI di depan, sebelahnya ada GKJ. Denominasinya sama. Kenapa tidak gabung saja?

Rumit kalau bicara soal agama, khususnya gereja. Khususnya gereja-gereja yang bukan Katolik. Begitu banyaknya denominasi, subdenominasi, aliran dan anak cucunya di lingkungan kristiani.

Karena itu, meskipun sama-sama Haleluya, tetap perlu gereja sendiri. Sulit bangunan gereja di tanah kosong, biasanya karena masalah izin (uang bisa dicari), paling mudah menyewa ruko. Toh banyak sekali ruko di kota besar yang kosong atau mangkrak.

Bikin gereja di ruko jauh lebih aman. Hampir tak ada protes dari warga mayoritas yang kerap menolak kehadiran bangunan gereja. Kalaupun diprotes ya cukup ganti nama aja. Tidak perlu pakai nama gereja tapi Ministry Center, Kasih Agape, Father's House (kayak di Sidoarjo), Happy Family, dsb.

Beta juga yakin hanya orang Kristen saja yang paham kalau GBI dan GKKA itu gereja. Orang-orang warkop selama ini mengira GBBI, GKKA, atau YHS cuma kantor dagang biasa. 

Selasa, 07 Maret 2023

Rumah Makan Jehovah Jireh di Krian - Jadi Ingat PD Karismatik

Beta lewat di Jalan Raya Krian, malam hari. Kaget juga ada rumah makan baru yang besar untuk ukuran Sidoarjo. Ada tulisan besar JEHOVA JIREH. Lengkap dengan lampu sorotnya.

Beta berhenti sebentar. Ambil gambar sekilas di tengah arus kendaraan yang sangat padat. Haleluya.. pandemi sudah berlalu! Haleluyaaaa.. ekonomi bergerak lagi!

Haleluyaaa.. ada restoran baru. JEHOVAH JIREH namanya. Kurang H kalau bahasa Inggris untuk Jehovah. 

Beta langsung teringat beberapa ibu-ibu dan mbak-mbak di persekutuan doa (PD) karismatik saat kuliah dulu. Mereka sering banget mengucapkan Jehovah Jireh. Seperti mantra saja. Sering diulang-ulang hampir di setiap persekutuan. 

Ada lagunya juga macam nyanyian anak sekolah Minggu. Pakai tepuk tangan, senyam-senyum, sedikit menari. Jehovah Jireh artinya Tuhan menyediakan.

Beta sudah lama tidak ikut acara-acara karismatik. Makin tua beta malah lebih senang sembahyang kontas atau doa rosario. Tidak lagi senang persekutuan pakai tepuk tangan, menari, melompat, dengar bahasa roh yang aneh-aneh dan seterusnya.

Maka, beta sudah lama lupa frase Jehovah Jireh dsb. Baru muncul kembali setelah melihat sebuah rumah makan baru di Krian bernama Jehovah Jireh. Pasti pemiliknya orang karismatik atau haleluya. Bukan orang Saksi Jehovah meskipun ada kata Jehovah di situ.

Sayang, malam itu beta sonde sempat  mampir ngombe atau menjajal menunya karena sudah kenyang. Kapan-kapan beta mampir untuk menimba berkat dari sumur Jehovah Jireh itu. 

Gara-gara melihat tulisan besar Jehovah Jireh di Krian itu, beta buka lagi buku lama karangan Remy Sylado. Budayawan, sastrawan, teolog, musikolog yang belum lama meninggal ini memang sering membahas istilah-istilah Alkitab. Termasuk sebutan atau nama-nama Tuhan dari bahasa Ibrani, Yunani, Latin, hingga terjemahan dalam bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Jerman dsb.

Beta angkat topi dengan Bung Remy ini. Tidak banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa asing dan bahasa daerah sebanyak orang Manado kelahiran Makassar, besar di Bandung, lalu tinggal di Jakarta sampai dipanggil Tuhan Allah.

Remy Sylado tidak pakai Jehovah melainkan Yahweh atawa Yehwah. Kata TUHAN (huruf besar semua) dalam Perjanjian Lama merupakan terjemahan dari YHWH atau Yahweh atau Jehovah (English).

Sedangkan TUHAN dalam Perjanjian Baru adalah terjemahan KYRIOS dalam bahasa Yunani. "Dalam kata ini terkandung pengertian yang asasi akan suatu kekuasaan tertinggi. Sosok yang akbar," tulis Remy.

Nah, Jehovah Jireh itu menurut Remy lebih pas ditulis Yehwah Yireh (Kejadian 22:14). Tuhan yang maha penjaga dan penyedia.

Beta kemudian buka Wikipedia. Ada penjelasan panjang lebar tentang Jehovah Jireh itu. Intinya sama dengan tulisan Remy Sylado. 

"In the Book of Genesis, Jehovah-jireh or Yahweh Yireh was the location of the binding of Isaac, where Yahweh told Abraham to offer his son Isaac as a burnt offering. Abraham named the place after God provided a ram to sacrifice in place of Isaac."

Kejadian 22:14 di King James Bible secara jelas menyebut:

"And Abraham called the name of that place Jehovah-jireh: as it is said to this day, In the mount of the LORD it shall be provided."

Alkitab Bahasa Indonesia:

Dan Abraham menamai tempat itu: "TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."

Di YouTube ada lagu pujian dari Edward Chen yang sangat populer. Syairnya antara lain:

Jehovah Nissi, Kau yang kuandalkan
Jehovah Rapha, Kau yang menyembuhkan
Jehovah Shalom, Kau keselamatanku
Jehovah Jireh, Kau yang menyediakan
Jehovah Nissi, Kau yang kuandalkan

Jumat, 03 Maret 2023

Konco Lawas Ruth Laiskodat Jadi Kepala Dinas Kesehatan NTT


Nama Viktor Bungtilu Laiskodat, gubernur NTT, sedang viral di media sosial. Dikomentari, dikritik, tapi juga didukung warganet soal gebrakan masuk sekolah pukul 05.00.


Ayas pun kembali membuka rekaman VBL di YouTube. Suaranya khas, keras, tanpa basa-basi, nada tinggi, galak. Tapi, kalau dicermati baik-baik, VBL punya niat untuk memajukan NTT. Terutama memberantas kemiskinan ekstrem.

Bicara tentang Viktor Laiskodat, Ayas jadi ingat Ruth Diana Laiskodat, konco lawas atau teman lama di Malang tempo doeloe. Ruth sekolah di SMAN 4, Ayas di SMAN 1. Satu kompleks sekolah di depan Alun-Alun Bunder. Biasa disebut kompleks SMA Tugu.

Ada 6 siswa asal NTT dulu yang nyambung pelajaran di Ngalam.  Yohanes (Sumba Barat), Ruth Laiskodat (Kupang), Paulina Pandango (Sumba Timur), Yoke (Sumba Timur), Ivon Lussy (Kupang), Ayas (Flores Timur).

Ayas satu kamar dengan Yohanes di Suropati II dempet Lapangan Ajendam. Ruth dan tiga cewek kos di rumah Pak RT, Pak Boenthalib, di Belakang RSSA. Jalan Suropati Gang II dan Belakang RSSA ini dempet. Paulina kos di Kaliurang bersama kakaknya waktu itu mahasiswa FK Brawijaya.

Kami dapat jatah makan dua kali sehari. Siang dan malam. Selalu makan bersama. Diawali doa makan. Kawan-kawan yang Protestan semua itu sembahyangnya lama sekali. Ayas yang Katolik sudah selesai sembahyang, Ruth dkk belum apa-apa. Ayas menunggu mereka buka mata.. tanpa tanda salib.

Begitulah. Selama hampir dua tahun kami berpisah. Terpencar di berbagai kota. Sama sekali tak ada komunikasi. Setelah ada media sosial barulah Ayas bisa memantau beberapa nawak (kawan) lama. Hanya Paulina yang pernah di Sidoarjo bersama ayahnya seorang anggota majelis GPIB.

Dari medsos Ayas jadi tahu Ivon ternyata berada di Australia. Yohanes kelihatannya jadi rohaniwan karena dulu rajin banget baca Alkitab. Ruth Laiskodat jadi birokrat penting di Kupang, NTT.

Setelah Victor Laiskodat terpilih sebagai gubernur NTT pada September 2018, Ayas sangat yakin karir Ruth Laiskodat akan melejit. Selain punya kecerdasan, itu terlihat saat di SMAN 4 Malang, ada marga Laiskodat di belakang namanya. Itu jadi keunggulan komparatif di NTT... dan di mana-mana di republik ini.

Ayas perhatikan Ruth jadi kepala BPOM. Tak lama kemudian jadi kepala inspektorat. Lalu Ruth Diana Laiskodat, S.Si, Apt M dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT. Ayas lihat foto-foto dan video Ruth Laiskodat mendampingi Bapak Gubernur Victor Laiskodat di acara-acara kedinasan.

Gaya bicara, senyum, cara berjalan Ruth masih sama seperti di Malang dulu. Orangnya ramah, pendengar yang baik, tidak lekas interupsi atau menyela kata-kata orang lain. Karena itu, dulu Ayas lebih senang ngobrol dan diskusi dengan Ruth tentang pelajaran serta sistem persekolahan di Malang yang berbeda dengan NTT.

Ruth Laiskodat sudah jadi orang penting di NTT. Jadi kepala dinas kesehatan. Dinas yang benar-benar penting dan strategis karena menyangkut urusan gizi, sanitasi, penyakit-penyakit, rumah sakit, puskesmas, BKIA, hingga pustu. 

Belum lagi masalah kekerdilan alias stunting di NTT yang selalu jadi sorotan hingga tingkat nasional. Dalam sebuah survei BPS tahun lalu, NTT menjadi provinsi nomor 1 di Indonesia yang masyarakatnya tidak mampu mengakses makanan bergizi seimbang.

Ayas yakin Ruth sudah tahu hasil-hasil survei macam itu. Dinkes NTT tentu sudah punya program, strategi, kiat, atau apa pun namanya untuk mengatasi itu semua. Ada baiknya program Operasi Nusa Sehat dari Gubernur Ben Mboi tempo doeloe bisa dilanjutkan dan dikembangkan lagi. 

Ruth, selamat melayani rakyat NTT! Semoga Anda selalu diberkati dan dilindungi Tuhan! 

Kontroversi masuk sekolah pukul 5 pagi ala Gubernur NTT Victor Bungtilo Laiskodat

Bukan Viktor Bungtilu Laiskodat kalau tidak bikin kontroversi. Sejak menjabat Gubernur NTT, bung satu ini selalu melontarkan ucapan yang keras, tajam, kontroversial, aneh, kadang nyeleneh.

Bung meminta para pegawai negeri (dan masyarakat) NTT untuk jalan kaki atau naik sepeda pancal. Tujuannya menurunkan angka inflasi. Memangnya ada hubungan jalan kaki dengan inflasi? Belanja BBM tentu turun. Tapi tidak berarti inflasi ikut turun.

Orang BPS kelihatannya geli dengan program jalan kaki + nggowes sepeda angin ala Gubernur NTT. 

Pentolan Partai Nasdem itu  juga mengusulkan agar gereja-gereja di NTT dijadikan sekolah berkualitas. Para pendeta, pastor, suster.. semua turun jadi pengajar. Sebab ia menilai kualitas guru-guru di NTT sangat merosot ketimbang masa lalu. Para rohaniwan itu dinilai masih punya kualitas, karakter, dan renjana untuk mendidik anak-anak NTT jadi manusia yang berkualitas.

"Mengapa dulu (tahun 1960an) anak-anak kita lulusan SMA atau seminari bisa bicara bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Latin, Prancis dan sebagainya? Sementara sekarang lulusan universitas pun tidak? Makanya gereja-gereja kalau bisa dijadikan sekolah. Pastor-pastor, pendeta-pendeta turun mengajar. Jangan cuma khotbah aja," kata VBL disambut tawa hadirin di Flores.

Ucapan Bungtilu saat perayaan ulang tahun STFT Santo Paulus, Ledalero, Flores, ini nuansanya guyon. Peserta seminar atau sarasehan ketawa dengan ide di luar kotak Bungtilo. Ada juga yang tepuk tangan.

Minggu lalu Bung bikin gebrakan di depan sejumlah guru dan pejabat-pejabat NTT. Masih terkait dengan rendahnya kualitas SDM di NTT. Rendahnya mutu lulusan SMA. Betapa sulitnya anak-anak NTT diterima di perguruan tinggi bermutu macam UGM, ITB, UI, ITS, atau Harvard.

Padahal, kata bung gubernur, alokasi anggaran untuk pendidikan sangat tinggi. Buat apa uang yang banyak kalau tidak mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas? Mampu bersaing dengan provinsi lain, misalnya, di Jawa?

Bungtilu lalu mengusulkan dimajukan jam pelajaran di sekolah. Dimulai pukul 05.00. Anak-anak sudah harus bangun pukul 04.00 agar tidak terlambat. Tahap awal uji coba di dua SMAN di Kupang yang dianggap sekolah unggulan.

Ucapan soal sekolah mulai jam lima pagi ini beda dengan guyonan soal gereja-gereja diubah jadi sekolah. Jadi viral di media sosial. Ramai dibahas di radio dan televisi di Surabaya, Jakarta, dan sebagainya. Serius ternyata.

Warganet seperti biasa langsung komen tanpa membaca atau mendengar pidato Bung Gub. Seakan-akan semua SMA di NTT dipaksa masuk pukul 05.00. Gubernur NTT jadi bahan tertawaan. Tapi ada juga yang mendukung. Khususnya kalangan pondok pesantren. 

"Biasa kalau anak pondok belajar bahkan sebelum jam 5 pagi," kata salah satu warga Surabaya. 

Pondok atau sekolah berasrama tentu beda dengan SMA negeri. Peserta didik atawa siswa tersebar di mana-mana bersama orang tuanya. Pagi-pagi buta harus bangun, mandi, sarapan, bersiap.. perjalanan bisa 30 menit hingga satu jam. Apalagi pakai sepeda pancal atau jalan kaki sesuai anjuran Bungtilo.

Yang pasti, NTT yang biasa dipelesetkan jadi Nusa Tidak Terkenal atau Nusa Tetap Tertinggal tiba-tiba jadi terkenal. Saya pun beberapa kali ditanya orang tentang kebijakan masuk pukul 5 pagi itu. Bahkan, BBC di London pun membuat laporan khusus secara panjang lebar.

Kitorang punya gubernur ini rupanya terlalu menyederhanakan masalah. Simplifikasi berlebihan. Begitu ruwet, kompleks, dan kronis masalah pendidikan di Indonesia. Bukan cuma di NTT. Mulai sistem pendidikan, kurikulum, belum lagi sistem PPDB yang kini berdasar zonasi atau jarak tempat tinggal dengan sekolah negeri.

Dan itu mustahil bisa diatasi dengan memajukan jam pelajaran mulai pukul 5. Kalau mulai sekolah pukul 4 pun tidak akan bisa. Bahkan bila perlu full day school atau sekalian semua murid wajib tinggal di asrama di lingkungan sekolah.

Bung Gub mungkin lupa bahwa SMAN 1 Kupang, misalnya, bukan lagi sekolah unggulan atau elite (akademik) seperti dulu sejak berlaku PPDB sistem zonasi. Dulu hanya anak-anak yang punya NEM tinggi bisa masuk SMAN 1. Sekarang tidak ada lagi NEM atau ujian nasional. Siapa saja bisa masuk SMAN 1 jika rumahnya berada di radius zonasi sekolah itu.

Maka, kalau mau membuat sekolah unggulan, khusus anak-anak dengan potensi akademik sangat tinggi, sistem PPDB harus diubah. Dijadikan semacam Sekolah Taruna Nusantara yang digagas Jenderal LB Moerdani di masa Orde Baru. 

Belum lagi soal kualitas pengajar, sarana prasarana, laboratorium dsb. Kualitasnya harus di atas sekolah-sekolah biasa. Dan, sekolah unggulan itu harus berasrama macam di Tiongkok atau negara-negara maju lainnya.

Gubernur Bungtilu ini rupanya terlalu reaktif, tidak konseptual. Sayang, pakar-pakar pendidikan di NTT, wakil rakyat di parlemen, profesor-profesor tidak memberikan masukan untuk orang nomor 1 di NTT itu. Bisa saja mereka berpikir, masa jabatan Bung sebagai gubernur toh tinggal enam bulan lagi. Sampai awal September 2023.

"Kita harap gubernur baru nanti tidak seperti dia. Dari dulu dia terlalu banyak jual retorika, marah-marah, ancam pukul bupati, dsb," kata seorang kawan asal NTT yang tinggal di Surabaya.

Kawan yang senang makan RW itu lebih senang melihat Bungtilu kembali jadi politikus di Jakarta. Bikin ramai Senayan.

Kamis, 02 Maret 2023

Berbahagialah mereka yang punya renjana!

Kata "passion" selalu ada di media cetak dan digital hampir tiap hari. Padanan katanya dalam bahasa Indonesia seperti belum ada.

Sebagai penyunting, saya pernah mengganti passion dengan gairah atau hasrat. Tapi rasanya kurang pas. Sang penulis keberatan passion diganti gairah. Maka, kata passion tetap dipakai dengan tulisan miring alias kursif alias italic.

Kamis pagi, 2 Maret 2023, saya baca koran Kompas di warkop dekat perbatasan Surabaya-Sidoarjo. Melepas lelah setelah nggowes sepeda lawas. 

Wow, ada kata renjana di berita panjang tentang produktivitas dosen. Wartawan Kompas, eh wartawati Ester Napitupulu menulis:

".. sudah saatnya memberikan dosen ruang untuk berkarya optimal sesuai dengan passion (renjana) dan kapasitasnya."

Akhirnya.. akhirnya... ketemu juga padanan passion = renjana. Bukan hasrat atau gairah seperti terjemahanku dulu.

Kompas rupanya sadar bahwa kata "renjana" tak banyak dimengerti orang Indonesia. Pembaca lebih akrab dan terbiasa dengan "passion". Karena itu, "renjana" justru diletakkan di dalam kurung. Ini terbalik karena aturannya kata bahasa asing atau bahasa daerah yang ditaruh di dalam kurung.

Saya jadi ingat lagu lawas berjudul Renjana. Ciptaan Guruh Soekarnoputra. Dulu temanku, Bambang yang memang pemusik, sering main gitar sambil menyanyikannya. Tidak ada kata "renjana" dalam syair lagu tersebut. Cuma judulnya saja yang ada Renjana.

"Di malam hening
Tertegun kumerenung
Menanti fajar
Tak kunjung datang
Sukmaku bergetar
Digenggam halimun dingin
Terkungkung langit nan kelam

Pagi pun datang
Meremang cahya rawan
Seakan enggan
Menyongsong siang
Hatiku merintih
Ditindih derita beku
Merana berkawan sunyi"

Gara-gara membaca kata "renjana" dan passion di Kompas itu, saya seperti biasa langsung masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus rujukan para editor itu menulis:

ren.ja.na /rĂȘnjana/

n rasa hati yang kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dan sebagainya)

Kemudian buka Wikipedia:

"Renjana atau passion adalah antusiasme, rasa semangat atau kegembiraan yang kuat terhadap sesuatu atau aktivitas tertentu. Renjana atau passion lazim diartikan sebagai suatu pekerjaan yang dilakukan namun tidak berharap imbalan karna mereka melakukannya atas dasar cinta dan suka."

Saking besarnya renjana, orang rela melakukan pekerjaan tanpa pamrih. Tanpa mengharapkan imbalan. Masih adakah orang-orang yang punya renjana di masa modern ini?

 Tanyakan pada pegawai pajak, polisi, tentara, rohaniwan, pendeta, pastor, dan sebagainya. Sekarang ini minta rohaniwan sembahyang untuk keluarga kita yang meninggal pun harus pakai angpao atau istilah katoliknya: stipendium.

Berbahagialah mereka yang punya renjana!

Senin, 27 Februari 2023

KB makin redup di NTT - Tuhan Allah pao ana

Keluarga berencana (KB) kini tinggal slogan di berbagai perkampungan. Kalau melintas di kawasan Krian, Prambon, Mojosari, Trawas dst masih banyak slogan-slogan warisan Orde Baru. Ada gambar ibu, bapa, dan dua anak.

Dua anak cukup!

Slogan KB era Pak Harto itu sudah banyak dilupakan. Termasuk pejabat-pejabat di daerah. Sebab para pejabat ini umumnya punya anak lebih dari dua. Bahkan bisa lebih dari lima. Istri pejabat pun sering lebih dari satu.

Karena itu, sulit bagi pejabat-pejabat era reformasi bicara tentang "dua anak cukup", NKKBS, dsb.

Di NTT, khususnya Flores dan Lembata, pun makin jarang orang bicara KB. Gereja pun tidak segencar era 80-an dan 90-an jadi motivator KB bersama BKKBN.

Dulu Gereja Katolik di NTT bahkan punya pastor khusus yang fokus mengurus KB. Salah satunya Pater Paul Klein SVD orang Jerman. Pater ini keliling Flores, Lembata, Adonara, Solor, Timor, dan pulau-pulau lain untuk kampanye KBA: KB alamiah. 

Pater Klein bikin banyak buku tentang pentingnya KB di NTT: Nusa Tenggara Timur alias Nasib Tidak Tentu! Saking fokusnya ngurus KB, Pater Klein jadi mitra setia Gubernur Dr Ben Mboi dan istrinya Dr Nafsiah Mboy. Ibu Nafsiah sempat jadi menteri kesehatan kabinet Presiden SBY.

Selepas reformasi propaganda KB makin melemah di NTT. Juga di Indonesia umumnya. Pater Paul Klein kemudian pindah ke Jawa. Bikin Wisma Keluarga SVD di Ledug, Prigen,  Pasuruan. Dekat kawasan wisata Tretes yang terkenal itu.

 "Saya masih konsen soal keluarga sejak dulu. Tapi dalam aspek yang luas. Bukan hanya KBA," kata Pater Klein kepada saya.

Wisma warisan Pater Klein ini sekarang sangat terkenal di kalangan umat Katolik di Jawa Timur. Khususnya anggota Paguyuban Tulang Rusuk. Juga jemaat paroki-paroki yang digembala pater-pater kongregasi SVD macam Roh Kudus Rungkut, Yohanes Pemandi Wonokromo, Salib Suci Waru, atau Ksatrian Malang.

Pagi ini saya baca berita singkat dari NY Times. Tiongkok mengubah kebijakan satu anak yang dimulai sejak 1960-an. 

Koran itu menulis:

"After decades of restricting the number of children its citizens can have, China is desperate for a baby boom.

Families all over the country are now allowed to have three children, up from just one a few years ago, and one province is allowing women to have as many children as they choose, even if they are unmarried.

Some cities are encouraging and subsidizing sperm donation, and some are giving cash payments to new parents. There are plans to expand national insurance coverage for fertility treatments like I.V.F."

Tentu pemerintahan Tuan Xi sudah melakukan analisis, evaluasi, dan kajian mendalam soal one-child policy ini. Selain mampu menekan ledakan penduduk, kebijakan satu anak juga mendatangkan mudarat.

Akankah anak-anak muda Tiongkok  yang bakal menikah punya tiga atau empat anak? Belum tentu.

Hasil survei tahun lalu: dua pertiga atau 66 persen responden di Tiongkok malah tidak mau punya anak. Sebab, biaya pemeliharaan, sekolah, kuliah dsb dianggap kelewat mahal. Tidak lagi terjangkau orang biasa. Kecuali elite-elite politik atau pengusaha kaya.

Pola pikir atau mindset orang Tiongkok ini rupanya beda dengan orang-orang kampung di pelosok NTT. Pasutri muda belum apa-apa sudah punya tiga atau empat anak. Padahal suami (dan istri) tidak punya penghasilan tetap.

 "Tuhan Allah nong Lewotanah pao ana titen," kata orang kampung.

("Tuhan Allah dan nenek moyang akan memelihara anak-anak kita.")

Bagaimana dengan biaya sekolah nanti? Sampai lulus SMA atau kuliah? Tuhan Allah pao juga?

"Tite pe dore ata Sina hala."

(Kita tidak ikut adat orang Tionghoa atau Tiongkok. Kita punya adat sendiri.)

Makin berat tugas pemda dan gereja-gereja di NTT untuk sosialisasi atau edukasi KB. Apalagi pastor-pastor misionaris macam Pater Paul Klein SVD, Pater Van der Leur SVD, Pater Geurtz SVD sudah istirahat dalam damai (RIP) semua. Tinggallah rama-rama praja yang sama-sama asli orang Flobamora alias NTT.

Dan, biasanya kita orang lebih manut omongan "tuan-tuan buraken" alias pater-pater putih ketimbang "tuan-tuan ana titen" (pastor-pastor pribumi). 

Kejadian 1 : 28
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Rabu, 22 Februari 2023

Rabu Abu di Katedral Malang bersama Mgr Pidyarto

Rabu ini Rabu Abu. Sejak pekan lalu beredar pesan berantai di antara orang-orang Katolik. "Jangan lupa pigi misa, terima abu!" pesan dari kampung. 

Di pelosok NTT, khususnya Pulau Lembata, Rabu Abu ini macam hari raya. Orang-orang kampung tidak ke kebun sebelum terima abu. Tidak ada pelajaran di sekolah. Murid-murid diwajibkan pigi sembahyang dan terima abu.

Semalam Ama Paul di Sidoarjo, orang Adonara Barat, pensiunan guru SMA Petra Kalianyar, Surabaya, juga kirim pesan WA soal Rabu Abu. Lengkap dengan pantun bahasa Lamaholot. Ama Paul memang sastrawan Lamaholot. 

Meskipun sejak kuliah di IKIP Sanata Dharma, Jogjakarta, hingga pensiun tinggal di Jawa, kualitas bahasa Lamaholot Ama Paul sangat bagus. Jauh lebih bagus ketimbang anak-anak Lamaholot yang berada di Adonara, Lembata, Solor, atau Larantuka.

Ayas pun berniat bangun pagi agar bisa pigi sembahyang misa di gereja. Terima abu. Tanda tobat selama masa puasa 40 hari. 

Apa boleh buat, pagi ini Ayas bangun pukul 05.07. Sudah terlalu mepet. Misa di Gereja Roh Kudus pukul 05.30. Mandi, cuci muka, perjalanan 10 menit.. pasti telat.

 Ya, sudah, tidak jadi pigi terima abu di gereja. Ayas hanya bisa misa daring. Ikut misa streaming dari Katedral Malang di Jalan Ijen itu. Uskup Malang Monsinyur Henricus Pidyarto Gunawan OCarm yang pimpin misa. Didampingi dua pater.

Prokes covid rupanya masih sangat ketat di gereja-gereja di Malang. Uskup, dua romo, misdinar, semua jemaat pakai masker. "Masker hanya dibuka saat mengambil hosti dengan geser ke samping," begitu pengumuman sebelum misa.

Prokes pakai masker, jaga jarak, cuci tangan pakai sabun ini sudah lama kendor di Surabaya. Sangat kendor. Bahkan, sudah lebih banyak orang tidak pakai masker meski berada di dalam ruangan. Seakan virus corona sudah tak ada lagi.

Misa Rabu Abu di Katedral Malang cukup ramai. Bapa Uskup hanya homili pendek. Lalu penerimaan abu di dahi atau ditaburkan di kepala. Ayas hanya dapat abu virtual.

Mea culpa!
Mea culpa!
Mea maxima culpa!