Pagi ini beta mampir di ruko Pondok Candra, Sidoarjo. Pigi ke anjungan tunai mandiri. Lalu mampir di warkop minta kopi racikan rada pahit, gula satu sendok.
Beta perhatikan ruko-ruko yang dulu ramai. Sekarang sepi. Pandemi panjang bikin banyak usaha lesu. Tapi gereja masih ada di situ. Gereja ruko bahkan cenderung bertambah. Orang biasanya makin dekat Tuhan dalam kesesakan.
Haleluyaaaa!!!
Beta lihat ada GKKA: Gereja Kebangunan Kalam Allah. Persis di sebelahnya GBI: Gereja Bethel Indonesia. Kedua gereja ini sebetulnya mirip tata ibadat, pujian penyembahan, tata kelola dsb.
Tidak jauh dari situ ada Gereja YHS: Yakin Hidup Sukses. Tapi YHS rupanya sudah pindah. Ruko bekas YHS ada pengumuman dijual/disewakan.
Mengapa tidak digabung aja? Dijadikan satu. Toh jemaatnya tidak banyak amat?
Itu pertanyaan awam yang bukan kristiani. Beta dulu juga bertanya macam itu. Ada GKI di depan, sebelahnya ada GKJ. Denominasinya sama. Kenapa tidak gabung saja?
Rumit kalau bicara soal agama, khususnya gereja. Khususnya gereja-gereja yang bukan Katolik. Begitu banyaknya denominasi, subdenominasi, aliran dan anak cucunya di lingkungan kristiani.
Karena itu, meskipun sama-sama Haleluya, tetap perlu gereja sendiri. Sulit bangunan gereja di tanah kosong, biasanya karena masalah izin (uang bisa dicari), paling mudah menyewa ruko. Toh banyak sekali ruko di kota besar yang kosong atau mangkrak.
Bikin gereja di ruko jauh lebih aman. Hampir tak ada protes dari warga mayoritas yang kerap menolak kehadiran bangunan gereja. Kalaupun diprotes ya cukup ganti nama aja. Tidak perlu pakai nama gereja tapi Ministry Center, Kasih Agape, Father's House (kayak di Sidoarjo), Happy Family, dsb.
Beta juga yakin hanya orang Kristen saja yang paham kalau GBI dan GKKA itu gereja. Orang-orang warkop selama ini mengira GBBI, GKKA, atau YHS cuma kantor dagang biasa.