Pandemi Covid-19 sudah berlangsung setahun lebih. Protokol kesehatan, 3M jadi 5M, jaga jarak, tes rapid, PCR, antigen dsb sudah jadi makanan sehari-hari.
Saya pun beberapa kali melihat dan memotret calon penumpang pesawat yang menjalani tes usap cepat, swab test saat masih awal pandemi. Ketika pesawat-pesawat baru mulai diizinkan terbang lagi.
''Kami su punya fasilitas rapid test di mana-mana. Sekarang Bapa sonde perlu takut terbang lai. Silakan Bapa pigi lihat di kawasan Juanda,'' kata Mas Danang, Humas Lion Air, yang senang menirukan gaya bicara orang NTT dalam bahasa Melayu Kupang.
Intinya, Mas Danang minta saya ikut menjajal swab test milik Lion Air di Jalan Bypass Juanda itu. Tapi saya takut dites covid.
Bagaimana kalau positif? Karantina dua minggu? Bisa-bisa melebar ke mana-mana dampaknya. Kantor tempat kerja bisa lockdown. Seperti yang terjadi di RRI Surabaya dan Suara Surabaya Media beberapa bulan lalu.
Awalnya mau tes, ragu.. akhirnya tidak jadi tes rapid sama sekali. Melihat orang disogok hidungnya saja sudah takut.
Waktu berlalu.. akhirnya saya dipaksa keadaan untuk tes deteksi covid. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Itu syarat wajib untuk naik kereta api jarak jauh.
Kali ini masih takut tapi skalanya sudah turun jauh. Sebab saya sudah disuntik vaksin Sinovac dua kali bersama kawan-kawan pekerja media di kantor gubernur Jatim. Paling tidak lebih percaya diri karena ada imunitas dari vaksin buatan Tiongkok itu. Meskipun vaksinasi tidak menjamin seseorang tidak terpapar virus korona.
Selasa 4 Mei 2021.
Saya pun dipaksa melakukan ritual nyebul kantong plastik di Stasiun Pasar Turi. Gampang banget. Kayak mainan anak-anak aja. Beda banget dengan swab test yang pakai merogoh lendir di dalam lubang hidung.
Hasil tes Genose C19 ini pun lekas diketahui. Tak sampai enam menit. ''Hasil pemerikaan NEGATIF,'' demikian surat keterangan yang diteken dr Marisca Asukawati.
Lega benar hati ini. Aku bebas Covid-19. Bisa jadi vaksinasi tempo hari membuat badan saya lebih tahan serangan virus asal Wuhan itu.
Syarat perjalanan dengan KA jarak jauh pun lengkap. Bisa berangkat ke Bandung. Bertemu Bapa Kecil Urbanus Ola Hurek.
Rabu 5 Mei 2021.
Saya harus segera kembali ke Surabaya. Sebab ada larangan operasional kendaraan-kendaraan umum, khususnya kereta api mulai 6 Mei. Agar tidak ada gelombang mudik yang dahsyat di Pulau Jawa seperti tradisi jelang Lebaran di masa normal.
Saya baca lagi pengumuman di stasiun kereta api. Juga keterangan dokter itu. Masa berlaku tes genose atau rapid test antigen, PCR hanya 1x24 jam. Bukan 3x24 jam lagi seperti dulu.
Maka, saya harus tes genose lagi di Stasiun Bandung. Bayar lagi Rp 30 ribu. Kalau nekat pakai surat genose yang kemarin pasti ditolak karena sudah lewat tiga jam.
Begitulah. Dalam tempo 24 jam lebih sedikit saya dipaksa untuk menjalani tes lagi. Hasilnya negatif. Yang tanda tangan dr Imam Junaedi dari Bandung.
Saya pun lega karena dua kali tes sama-sama negatif hasilnya. Tapi covid ini penyakit yang aneh tapi nyata. Hari ini negatif, besok bisa positif. Apalagi jika kita tidak taat prokes dan meremehkan covid.
Covid-19 juga ibarat gunung es. Angka riil yang positif bisa jadi jauh lebih banyak ketimbang yang diumumkan satgas setiap hari. Sebab gunung es itu hanya sepertiga yang kelihatan di permukaan. Di bawah permukaan masih ada dua pertiga.
Sebanyak 66 persen korban covid yang belum terdeteksi itu antara lain orang-orang yang takut dites seperti saya... dulu.