Masih banyak korban yang tertimbun. Masih banyak orang hilang di sini. Jalan raya putus di banyak titik sehingga alat berat tidak masuk ke kampung.
Begitu 'laporan' Yois Langoday tadi malam. ''Sejak hari pertama kami, warga di sini, yang berusaha cari jenazah-jenazah yang tertimbun,'' ujar Yois dengan suara tegar meski menyimpan kesedihan sangat dalam.
Yois Langoday adik ipar saya. Suaminya Kristofora, adik bungsu saya. Rumah mereka di Desa Amakaka 'data laga gohuk' atau rusak berantakan. Wilayah kampungnya di dekat sumur dan pasar, meski data laga, boleh dikata lumayan selamat.
Korban paling banyak di Amakaka bagian timur. Yang hancur habis. Jadi jalannya banjir lahar dari Gunung Lewotolok itu. ''Ujian dari Tuhan ini terlalu berat,'' kata Yois alias Yohanes.
Tak banyak yang saya tanyakan ke Yois. Saya cuma bilang sangat prihatin dan ''onek tungen''. Belasungkawa yang sangat mendalam. Sebab, korban-korban meninggal di Amakaka, Waimatan, Tanjungbatu, dan kampung-kampung di Lembata ini bukan sekadar angka.
Sebagian besar korban tentu keluarga besar Langoday, marganya Yois. Salah satu marga terbesar di Lembata, khususnya Ile Ape. Yang punya ikatan khusus dengan marga Hurek karena adik kandungku menikah dengan Yois Langoday.
Semalam saya ikuti juga konferensi pers Ketua BNPB Doni Munardi. Data statistik korban disampaikan. Juga berbagai kesulitan petugas Basarnas dan aparat di lapangan. Termasuk antisipasi agar pengungsian tidak jadi klaster Covid-19.
Dari 22 kabupaten di NTT, Lembata dan Adonara (Flores Timur) yang paling parah. Parah kerusakannya, parah korbannya. Parah segalanya.
Mudah-mudahan bencana banjir lahar, banjir bandang, badai seroja atau apa pun namanya segera berlalu.
Oh Tuhan, ujian ini terlalu berat!
Ribu ratu rae lewo susah tudak!
Ina Maria, ina senaren, peten kame ata nalan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar