Rumah Soverdi di samping SMAK Sint Louis 1 Surabaya selalu jadi ajang silaturahmi warga Nusa Tenggara Timur di perantauan di Jawa. Khususnya dari Pulau Flores, Pulau Lembata, Pulau Solor, Pulau Adonara.
Juga dari Pulau Timor yang Katoliknya banyak macam Kabupaten Belu, Kabupaten TTU, dan Kabupaten Malaka. Orang Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Sumba, Pulau Sabu, Pulau Rote sangat jarang kelihatan karena pulau-pulau itu basis Kristen Protestan. Orang Katolik hampir tidak ada.
Di bangunan kolonial ini saya kembali dengar kata-kata bahasa daerah berhamburan. Bahasa Ende, Lio, Manggarai, Maumere, Bajawa, Lamaholot, ada Nagi Larantuka. Ada yang bicara Lamaholot dijawab Nagi plus bahasa Indonesia yang tidak "baik dan benar" versi guru-guru di sekolah.
Selasa 17 Mei 2022, warga NTT kembali berkumpul di Soverdi. Tak ada moke, tuak, tongseng RW, rumpu rampe.. tapi ikut Misa Kebangkitan. Melepas Pater Domi Udjan ke peristirahatan terakhir di Kembang Kuning.
Romo Domi Pastor Kepala Paroki Roh Kudus, Rungkut, Gunung Anyar, Surabaya, berpulang dalam usia 45 tahun. Pastor itu lemas, ambruk, hilang tenaga saat hendak pimpin misa pagi hari Minggu 15 Mei 2022 di gereja pukul 10.00. Dibawa ke RKZ, meninggal dunia sore hari jelang matahari tenggelam.
Romo Domi Udjan asli Pulau Lembata seperti saya. Bukan sekadar satu pulau, satu kabupaten tapi satu stasi. Meski asli dari Desa Kalikasa, Kecamatan Atadei, bapaknya dulu guru kepala SD di Desa Atawatung di desa tetanggaku di Kecamatan Gunung Api.
Umat Katolik di desa-desa di NTT, khususnya Flores dan Lembata, tidak mengenal sistem gereja paroki macam di Jawa, Bali, dsb. Setiap desa ada gereja yang dinamakan gereja stasi. Ketua stasi malah lebih berpengaruh ketimbang kepala desa, bahkan camat.
Desa saya tidak punya gereja tapi punya masjid lumayan besar meski penduduknya mayoritas Katolik. Karena itu, kami harus pigi sembahyang misa atau ibadat sabda tanpa imam di desanya Romo Domi Udjan SVD itu.
Ayahnya Romo Domi, mendiang Bapa Yosef Nuba Udjan, jadi ketua Gereja Stasi Atawatung. Tidak tergantikan hingga meninggal dunia. Meskipun bukan romo, saya nilai kualitas homili (khotbah) beliau tidak kalah dengan romo beneran.
Tak kusangka bakat khotbah itu menurun ke anak-anaknya. Dua anaknya sekaligus jadi romo. Pater Paulus Udjan SVD di Timor Leste dan Pater Dominikus Udjan SVD di Surabaya (sebelumnya di Matraman, Jakarta).
Eh, gak nyangka lagi Romo Domi Udjan ditugaskan di Paroki Roh Kudus, Rungkut Gunung Anyar, gereja tempat saya misa sejak 5 tahun terakhir. Sebelumnya saya di Gereja SMTB Ngagel Madya Surabaya yang pernah dibom itu.
Senang tapi juga sungkan. Domi Udjan kecil dulu biasa saya teriaki di jalan, "Domi.. Domiiii.. Domiiii.. mo pai ki! Menu wai ki!"
Artinya, "Domi, mampir ke rumah dulu. Minum air dulu!"
Domi selalu sopan, terlalu sopan ukuran anak Flores yang kebanyakan suka bicara keras-keras dan lepas kontrol. Omongannya halus. Tak pernah teriak atau marah-marah. Atau bilang "pukimai" dan sejenisnya.
Gak nyangka Domi jadi pastor. Harus disapa Pater Domi atau Romo Domi. Atau Ama Tuan kata orang Flores Timur dan Lembata. Tuan Domi.
Sungkan dan kagok memang menyapa teman lama, adik kelas, dengan sapaan Pater, Romo, Ama Tuan. Lalu membungkukkan badan, cium tangan dsb. Tapi begitulah.. Domi Beda Udjan yang dulu di kampung sudah beda kedudukan dan derajat di lingkungan Katolik.
Kini semua tinggal kenangan. Ama Tuan Domi sudah istirahat dengan tenang di Makam Kembang Kuning, Surabaya.
Ama Tuan Domi.. peten kame!
Kata pukimai gua pernah dengar di Jawa dan Sulawesi. Dulu gua kira itu kata dari bahasa cina, lho ternyata berasal dari Lembata.
BalasHapusSebelum Romo Domi dilepas oleh jemaat- dan kerabat-nya, Almarhum sudah terlebih dulu melepaskan dirinya dari semua keduniawian, sebab itu Romo memilih hidup "selibat" & "miskin". Hanya orang yang telah mampu "melepas", barulah dia akan rela mati, tanpa pamrih. Tanpa berdebat dengan Giam-lo-ong: Warum gerade mich ? Mengapa dikau justru memanggil daku ? Aku masih punya banyak- harta, -istri dan -anak-cucu ! It is not fair !
Kalau tidak bisa melepas, maka kalimat yang tiap hari kita ucapkan kehadirat Tuhan: "Fiat voluntas tua, sicut in caelis, et in terra ", hanyalah omong kosong belaka.
Achir2 ini saya sering berkumpul dengan teman2 orang Taiwan. Selama tidak menyinggung tentang urusan politik Tiongkok-Taiwan, kami bisa kumpul dengan rukun dan ngobrol dengan bahasa hokkien. Mereka bilang itu bahasa Taiwan, gua bantah, itu bahasa Chuan-ciu atau bahasa Min-nan.
Saya bilang, bahasa leluhur kita koq aneh ya, satu kata (huruf) bisa dibaca bermacam-macam, kadang kala artinya beda-beda.
Saya kasih contoh: 爱人跟人走, China: ai ren gen ren zou.
Hokkien: ai len kap lang cau. 人 dibaca "len" dan "lang".
Artinya, Pacal-ku minggat sama olang .
Nenek Taiwan kasih contoh yang lebih extrem :
去香港买香真香,China: qu xiang gang mai xiang zhen xiang.
Hokkien: khi hiong kang bue hiu cin phang. 香 xiang pertama dibaca "hiong", xiang kedua dibaca "hiu", yang ketiga dibaca "phang".
Artinya, Ke Hongkong beli dupa sungguh harum.
Syukurlah kita orang Asia bisa macam2 bahasa. Yang bikin saya bingung, mengapa kami orang tionghoa dilarang berbahasa cina, tetapi malah diizinkan, dianjurkan berbahasa inggris ?? sontoloyo !
Teman2 ku orang Taiwan, yang tertua usia 82 tahun dan yang termuda usia 72 tahun, semuanya 5 orang. Mereka semuanya insinyur elektro-teknik, bahkan ada yang jadi professor. Jadi mereka pandai berhitung lah.
BalasHapusAku bilang; mengapa pemerintah eropa mengumumkan taraf inflasi sekarang 8 %, padahal kalian tahu, harga2 kebutuhan se-hari2 naik sebanyak 30-100 %, gara2 perang Ukraina ?
Si Tua-Taiwan bilang, sebab tidak semua harga barang naik, seperti yang lu bilang. Sejumlah barang2 dikumpulkan ke dalam keranjang, lalu dihitung harganya. Ada juga yang harganya turun atau tetap.
Saya bilang, apa gunanya kalau harga telefon Xiao-mi atau ban mobil, lap-top, Made in China murah ! Toh istri-gua sejak 6 tahun tidak pernah ganti telefon genggam atau ban mobil.
Kalau di Indonesia barang2 yang dikumpulkan kedalam keranjang adalah "sembako", 9 bahan pokok, kebutuhan se-hari2 !
Si Taiwan tertawa: Orang Indonesia lebih pintar daripada bule !
Puki mak itu bahasa Melayu. Puki itu sama dgn "CB" bhs Hokkian. "Mm" bahasa Betawi. Orang Indonesia Timur di NTT, NTB, Papua, Maluku, menggunakan Bahasa Melayu yang kurang lebih sama, dan masih mengandung elemen2 dari Bhs Melayu yang asli. Orang Melayu di Malaysia pun menggunakan puki mak untuk memaki.
BalasHapusBetul sekali. Pukimai atau pukimak itu bahasa Melayu pasar yg jadi lingua franca di Indonesia Timur dan Indonesia Tenggara. Macam bahasa Melayu Tionghoa tempo doeloe itulah.
HapusSaya yg waktu kecil mendengarkan orangtau berbahasa Mandarin, setelah sekian lama belajar, masih tidak bisa membaca, dan dengar/bicara hanya tingkat HSK3 (max 6). Krn belajar Bahasa Cina harus mengingat ribuan aksara, yang jika tidak dari kecil tidak mungkin mahir. Krn itulah sangat sulit bagi Bhs Cina untuk menjadi bahasa internasional. Kecuali ... sistem aksara tsb ditinggalkan, seperti Vietnam dan Korea, yang dulu dua2nya menggunakan aksara Cina tetapi skrg sudah ratusan tahun menggunakan sistem fonetik. Dan mereka baik2 saja.
BalasHapusTui tui.. kata pukimai itu samalah dengan pukimak di Malaysia. Kata seru untuk memaki macam jancuuuk di Jawa. Karena sering diucapkan di NTT, lama2 pukimai ini jadi sangat biasa kayak sego rawon.
BalasHapusPuki artinya vagina. Tapi orang kampung sering tidak paham itu. Makanya kita yg paham jadi risi dengar orang ngomong pukimai jadi kebiasaan.