Minggu, 29 Mei 2022

16 Tahun Lumpur Lapindo Ada Segenggam Harapan



Tak terasa sudah 16 tahun lumpur Lapindo menyembur di Porong Sidoarjo. Sampai sekarang menyembur.  Nonstop. Entah sampai kapan.


Minggu 29 Mei 2022, tepat hari jadi lumpur Lapindo, saya mampir sejenak di pematang waduk lumpur. Sepi. Tak ramai wisatawan seperti biasanya. "Sejak corona memang sangat jarang ada pengunjung," kata Minto, warga Siring yang jadi tukang ojek wisata lumpur. 


Biasanya di pasang tarif 50K putar-putar hingga dekat pusat semburan. Melihat potonganku khas luar pulau, tarifnya dinaikkan. Minto rupanya tidak tahu kalau aku dulu sering dolan ke Siring, Mindi, Jatirejo, Renokenongo, Perumtas Kedungbendo. 


Itu 5 desa pertama yang tenggelam. Kemudian ditambah desa-desa lain yang terdampak. Ada yang habis sama sekali seperti 5 desa itu, ada yang separo, ada yang sepertiga habis. Total ada 15 desa. Dan bisa bertambah lagi meski BPLS sudah bikin tanggul raksasa itu. 


Banyak kenangan bersama kawan-kawan lama di onggokan lumpur Lapindo. Makam Gus Luqman pelukis top yang kerap diskusi sudah jadi waduk. Ada pula rumah tua keramat milik Mas Totok Napak Tilas Jtv  di samping rumah Gus Luqman. 


Hampir setiap hari ada seniman, budayawan, sejarawan, wartawan, penghayat kejawen kumpul di rumah model Belanda itu. Sesekali ada dosen ISI Jogja yang kasih kuliah seni budaya, apresiasi kesenian, hingga latihan musik keroncong. 


Mas Totok ternyata musisi keroncong kawakan. Dia punya perangkat musik yang lengkap. Aku sering nongkrong mendengarkan latihan keroncong di Siring itu. Hanya terpaut 200-an meter dari pusat semburan lumpur beberapa tahun kemudian. 


Lagu yang paling aku ingat: Segenggam Harapan. Lagu keroncong yang bagus tapi punya tingkat kesulitan tinggi. Berkali-kali saya coba nyanyikan tapi keliru terus. "Itu lagu wajib BRTV. Gak gampang memang," kata Mas Totok yang sempat jadi presenter acara Napak Tilas di JTV Surabaya. 


Apakah ribuan korban lumpur sudah ayem tentrem di tempat baru?


"Apanya yang ayem? Sampai sekarang masih banyak yang belum lunas," kata Minto tukang ojek.


Tapi hidup harus jalan terus. Kawan-kawan korban lumpur kini hidup new normal. Selalu ada segenggam harapan untuk korban lumpur karena "anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya".


Di atas pematang waduk lumpur itu aku coba menyanyi sendiri Keroncong Segenggam Harapan versi Toto Salmon.


"Di ufuk timur manakala sinarmu redup tertutup awan. 

Hari cerah tiada menjelang bagaikan punah harapan..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar