Dua tahun ini saya tidak mudik Natal. Pandemi berkepanjangan, PPKM, PSBB, dan entah apa lagi membuat kita orang tidak bisa bebas ke mana-mana. Belum lagi tes antigen, PCT, prokes 3M atau 5M atau 7M.
Maka saya pun menyepi saja di Malang. Kota dingin penuh kenangan. Apalagi belakangan ini kawan-kawan lama eks satu kelas di Smansa aktif sekali di grup WA. Salah satunya cerita tentang kopi, kopi, kopi.
Begitu hebatnya kultur ngopi di Malang beberapa tahun belakangan. Ipong, teman satu kelas Graffiti dulu, pun jadi salah satu juragan kopi di Malang. Terkenal sekali Sam Ngopi (Mas Ipong, dibaca terbalik) alias Arif Murahman ini. Kalau ada diskusi atau seminar tentang kopi, biasanya kawan yang juga sesama alumni Jember ini jadi pembicara.
Kopi dengan kafeinnya yang pahit dianggap obat. Bisa menetralkan lemak, kolsterol, dsb. Ipong senang makan duren. Ketika diingatkan teman segrup yang dokter, "Gampang. Kopi jadi penetral," katanya.
Sabtu 25 Desember 2021.
Setelah menengok sejenak suasana Natalan, misa pagi di Gereja Katedral Malang, Jalan Ijen, saya mampir ke Koopen di Jalan Ijen juga. Kafe dengan suasana tempo doeloe. Mencoba mencicipi kopi yang sering dipamerkan di media sosial.
Cukup profesional layanannya. Ala hotel bintang tiga. Silakan pilih kopi varietas apa. Ada karlos, bumiaji, ijen, dan entah apa lagi. Ayas (saya, dibaca terbalik ala Malang) pilih karlos. Lalu duduk di luar dekat taman. Mirip meneer Belanda tempo doeloe.
Ehem... rasanya memang beda. Lain dengan kopi sasetan atau racikan di warkop-warkop Sidoarjo atau Surabaya. Ayas tambahkan gula satu saset agar tidak terlalu pahit. Siiip.
Ayas coba cari informasi Koopen Malang di Google. Ternyata banyak banget tulisan atau liputan tentang si Koopen itu.
Salah satu portal berita menulis:
"Toko kopi yang juga warkop milik Arif Ipong ini sudah dikenal sampai ke mancanegara. Lokasi pertamanya ada di Jalan Trunojoyo A1, Kota Malang, Jawa Timur, tepatnya ada di pojok Prapatan Klojen. Toko kopi ini hanya sekitar lima menit dari Stasiun Malang Kota Baru.
"Tidak disangka, Toko Kopi Koopen membuka cabang kedua setelah suskes menggemparkan warga Malang di cabang pertamanya. Lokasi cabang kedua ada Jalan Ijen Nomor 90 , Kota Malang, Jawa Timur. Wah, seiring berjalannya waktu Toko Kopi Koopen ini mulai menjadi primadona kopi di Kota Malang."
Wow.. luar biasa Ipong. Teman kelas yang ramah, murah senyum, bahasanya halus itu sudah berhasil bikin sesuatu di Malang. Membuat arek-arek Malang makin ketagihan kopi.
Rahayu wong sing doyan ngopi!
Bahasa walikan itu unik, tetapi apa gunanya? Apakah benar2 digunakan sehari-hari? Atau hanya untuk beberapa kata saja?
BalasHapusKata2 walikan biasanya untuk informal di antara anak2 muda. Tapi setelah anak muda itu jadi dewasa dan tua pun tetap dipakai di kalangan sesama kawan seumuran. Tapi kurang bagus kalau anak2 pakai bahasa walikan sama orang tuanya.
BalasHapusSampai sekarang di grup2 alumni Malang bahasa walikan ini sering dipakai. Dan itu sangat khas Malang. Kata Mbah Google, kebiasaan membaca dari belakang alias walikan di Malang itu sejak zaman penjajahan Belanda. Semacam bahasa sandi karena Londo2 pun paham bahasa Jawa.
Tidak semua kata dibalik. Hanya kata2 tertentu saja dan tidak ada pola yang baku.
Kadit nakam: tidak makan
Kadit itreng: tidak ngerti
Ongis Nade: Singo Edan, julukan Arema
Mengapa tidak yang dibalik jadi kadit? Bukan nggak atau gak? Mungkin karena bunyinya lebih enak.
Makan yang dibalik jadi nakam. Mangan tidak pernah dibalik jadi nangam hehehe.
Rahayu wong sing doyan ngopi ! Salah satu wong sing doyan ngopi adalah si Charles, Prince of Wales. Si Charles kuwi wong e pancene rodhok sempel, bendino wedang kopi ora diombe, melainkan pakai selang dimasukkan kedalam silit-nya. Konon klistier wedhang kopi sangat manjur untuk pencegahan kanker. Jarene si Charles lho ! Para Buceri boleh coba !
BalasHapusKonon wedhang kopi harus memenuhi beberapa syarat :
Kopi harus panas bak neraka, harus murni bak malaikat, harus hitam bak iblis, harus manis bak bercinta. (Orang bule memang serba sok tau, kok mereka bisa tau, neraka panas, iblis itu hitam warnanya).
Kami serumah tiap hari minum kopi. Belanja adalah urusan istri-ku. Dia kalau beli kopi, selalu pilih yang paling murah, diobral, didiskont.
Katanya bojoku, harga kopi bermacam ragam, tergantung cap atau merek, bedanya bisa sampai 3 kali lipat, yang mahal belum tentu lebih enak.
Dulu rasa kopi di Banyuwangi sangat enak, sebab zaman dulu biji kopi dipetik, bukannya dipanen. Dipilih dulu, baru dipetik yang sudah matang berwarna merah tua sampai violet. Sekarang di Afrika atau Kolumbia, biji kopi dipanen, dahannya diplorot, semua biji kopi yang muda hijau, yang kuning setengah matang dan yang merah muda sudah dianggap matang, beserta daun2 pohonnya, semua masuk ke dalam karung.
Biji kopi membuat mbah buyut-ku kaya raya.
Saya pernah berjumpa dengan serombongan sarjana teknik yang dikirim oleh Menristek Habibie ke Eropa untuk menyelesaikan pendidikan Doktorat. Mereka heran dan cerita kepada saya:
Kemana pun kami pergi, selalu ketemu orang Tionghoa yang sudah duluan kesana dan sudah menyandang gelar Doktor. Sambal ABC kesukaan kami juga kalian orang cina yang bikin. Kopi indonesia yang kami minum, juga kemasan dan racikan kalian orang cina. Semua cina, kata mereka sambil geleng2 kepala.
Sejak zaman belanda, kakek buyut saya sudah jualan kopi flores, toraja, dampit, sumatra dan tentunya kopi dari daerah Kalibaru-Banyuwangi. Darimana si encek-totok dari Chuanciu-Tiongkok bisa tau di pulau Flores atau Toraja ada kopi ??
Mangkanya dengar Sabda Nabi, belajarlah sampai ke negeri cina.
Jangan selalu nginggris, kopi kok disemprotkan ke lubang silit.