Pandemi Covid-19 sudah berjalan dua tahun. Tak jelas kapan berakhir. Angka korban serangan virus corona memang sudah anjlok di tanah air. Namun, belakangan muncul Omicron, varian baru yang katanya jauh lebih menular.
Maka, pembatasan sosial yang dikenal dengan PPKM, PSBB, atau apa pun namanya tetap berlaku. Masyarakat dilarang bepergian ke mana-mana. Tidak boleh libur ke luar kota. Tidak boleh kumpul-kumpul. Jaga jarak. Pakai masker dsb dsb.
Bagaimana dengan misa Natal? Sama saja. Boleh tapi dibatasi. Jemaat yang boleh ikut misa langsung di gereja cuma 25 persen atau 30 persen. Pakai macam-macam protokol kesehatan yang ketat. Prokes-prokes ini bikin bosan saking seringnya disebut selama dua tahun terakhir.
Kamis Pon, 23 Desember 2021. Saya mampir ke Gereja Roh Kudus di Perumahan Purimas, Gunung Anyar, Surabaya. Mau lihat suasana jelang misa Natal. Dekorasi gereja, kesibukan umat, dan sebagainya.
Sayang sekali, suasananya masih muram. Seakan-akan tidak ada perayaan ekaristi besar atau misa raya Natal. Suasananya mirip hari biasa. Bahkan lebih muram. Tidak ada orang di halaman gereja. Kecuali dua orang satpam.
Syukurlah, saya masih diizinkan masuk ke Taman Doa yang ada Gua Maria. Sekalian doa rosario satu peristiwa saja. Rosario yang normal harus lima peristiwa. Sembahyang lama-lama pun khawatir melanggar protokol kesehatan.
Dari Gua Maria saya cuma melihat dekorasi sederhana di depan pintu gereja yang tertutup rapat. Hanya itu yang menunjukkan bakal ada ekaristi Natal di Gereja Roh Kudus.
Suasana Natal yang meriah, mirip pesta rakyat, khususnya di NTT, tak ada lagi gara-gara serangan Covid-19. Tak terdengar lagu-lagu Natal dari paduan suara atau pengeras suara. Semuanya hening dalam kegelapan pandemi corona.
Suasana yang muram ini malah mirip suasana Natal di kitab suci. Bayi Yesus hanya ditemani Yosef dan Maria di kandang sederhana di Bethlehem. Tak ada dekorasi. Tak ada kemeriahan, apalagi kemewahan, seperti yang biasa kita lihat di pusat belanja, hotel, dan gereja-gereja sebelum pandemi.
Covid-19 ini punya blessing in disguise. Kita jadi kembali sederhana. Simplicity in everything. Misa Natal yang biasanya berlangsung selama dua jam kini dipangkas paling lama satu jam. Bahkan, misa-misa di USA malah tidak sampai 30 menit.
Selamat Natal!
Semua makhluk berbahagia!
Maka, pembatasan sosial yang dikenal dengan PPKM, PSBB, atau apa pun namanya tetap berlaku. Masyarakat dilarang bepergian ke mana-mana. Tidak boleh libur ke luar kota. Tidak boleh kumpul-kumpul. Jaga jarak. Pakai masker dsb dsb.
Bagaimana dengan misa Natal? Sama saja. Boleh tapi dibatasi. Jemaat yang boleh ikut misa langsung di gereja cuma 25 persen atau 30 persen. Pakai macam-macam protokol kesehatan yang ketat. Prokes-prokes ini bikin bosan saking seringnya disebut selama dua tahun terakhir.
Kamis Pon, 23 Desember 2021. Saya mampir ke Gereja Roh Kudus di Perumahan Purimas, Gunung Anyar, Surabaya. Mau lihat suasana jelang misa Natal. Dekorasi gereja, kesibukan umat, dan sebagainya.
Sayang sekali, suasananya masih muram. Seakan-akan tidak ada perayaan ekaristi besar atau misa raya Natal. Suasananya mirip hari biasa. Bahkan lebih muram. Tidak ada orang di halaman gereja. Kecuali dua orang satpam.
Syukurlah, saya masih diizinkan masuk ke Taman Doa yang ada Gua Maria. Sekalian doa rosario satu peristiwa saja. Rosario yang normal harus lima peristiwa. Sembahyang lama-lama pun khawatir melanggar protokol kesehatan.
Dari Gua Maria saya cuma melihat dekorasi sederhana di depan pintu gereja yang tertutup rapat. Hanya itu yang menunjukkan bakal ada ekaristi Natal di Gereja Roh Kudus.
Suasana Natal yang meriah, mirip pesta rakyat, khususnya di NTT, tak ada lagi gara-gara serangan Covid-19. Tak terdengar lagu-lagu Natal dari paduan suara atau pengeras suara. Semuanya hening dalam kegelapan pandemi corona.
Suasana yang muram ini malah mirip suasana Natal di kitab suci. Bayi Yesus hanya ditemani Yosef dan Maria di kandang sederhana di Bethlehem. Tak ada dekorasi. Tak ada kemeriahan, apalagi kemewahan, seperti yang biasa kita lihat di pusat belanja, hotel, dan gereja-gereja sebelum pandemi.
Covid-19 ini punya blessing in disguise. Kita jadi kembali sederhana. Simplicity in everything. Misa Natal yang biasanya berlangsung selama dua jam kini dipangkas paling lama satu jam. Bahkan, misa-misa di USA malah tidak sampai 30 menit.
Selamat Natal!
Semua makhluk berbahagia!
Lambertus, selamat Hari Natal. Merry Christmas. Dan Tahun Baru. Semoga 2022 lebih baik dan coronavirus 19 segera enyah dari mula bumi.
BalasHapusSama² selamat Natal juga untuk Cak Amrik semoga bahagia dan sehat. Di masa pandemi ini sehat jadi kata kunci.
HapusKamsia banget.. sampean orang pertama yg ucapkan selamat Natal di tahun 2021. Akan dicatat di memori otak dan memori blog ini.
Natal super sederhana. Mungkin begitulah seyogianya merayakan Hari Natal. Dulu waktu saya masih sering ke gereja, selalu Pastor yang tua-tua mengucapkan Selamat Natal, dengan kata2 Besinnliche Weihnachten !
BalasHapusNatal (Weihnachten) yang besinnlich: merenung berpikir ulang introspeksi, suasana khusyuk harmoni sederhana tentram.
Joseph Mohr, si Pastor di desa Oberndorf, yang mengarang Text Lagu Natal "Stille Nacht", juga menginterpretasikan suasana Kelahiran Christus yang besinnlich, sepi sederhana.
Franz Gruber, si Guru Sekolah Rakyat di desa Arnsdorf, adalah si komponis melodinya. Dia lebih dulu mengarang melodinya, lalu minta tolong kepada temannya si Mohr, untuk menuliskan lirik-nya.
Lagu itu dilantunkan pertama kali tanggal 24 Desember 1818, Missa Malam di sebuah kapella kecil di Oberndorf. Jarak Oberndorf dan Arnsdorf hanya 4 Km. Selama 30 tahun, tiap hari, saya selalu melewati kedua desa itu, karena letaknya antara rumah- dan tempat kerja-saya.
Kalau kedatangan tamu dari Indonesia, saya ajak mereka melihat kapella itu. Mereka semuanya kenal lagu Silent Night itu.
Payahnya kalau kedatangan teman2 dari Tiongkok, saya ajak ke Kapella Stille Nacht di Oberndorf. Mereka ora mudheng. Saya bilang Stille Nacht, tidak tahu. Saya bilang Silent Night juga ora ngerti. Saya nyanyikan lagunya, juga plonga-plongo.
Lalu saya tanya lagu Natal apa yang kalian kenal ? Cetusnya spontan :
Jingle Bells Jingle Bells.
Piye toh kanca karo dulur ku iki, sing lawas ngarab, sing anyar nginggris. Soro bin angel dadi wong. Adeste fideles, Venite adoremus Dominum.
Kamsia atas cerita di balik Malam Kudus. Kemarin ada pater asal NTT di Surabaya juga bikin tulisan tentang proses penulisan melodi dan syair lagu Malam Kudus. Mungkin kutip dari buku, wikipedia, atau naskah² yang bertebaran di internet.
HapusTapi pater yg juga musisi itu belum pernah lewat kapela sederhana di Oberndorf itu. Tentu beda dengan siansen dan orang² yang pernah lihat situs bersejarah itu.
Begitulah. Malam Kudus malam Natal sejatinya memang malam sederhana yang prihatin. Sulit membayangkan bayi lahir di kandang binatang.
Selamat Natal tanpa pesta!
Kalau menurut ahli2 sejarah, census yg diperintahkan oleh Quirinius, gubernur jenderal propinsi Syria (yg membawahi Palestina) itu tidak cocok dgn garis waktu kelahiran Yesus. Tetapi Lukas seorang tukang cerita nomer wahid. Dia punya tugas menyampaikan wahyu kelahiran Yesus dan pesan2nya yg luhur kepada umat manusia non Yahudi (Gentiles). Maka dia membuat silsilah Yesus yg berbeda dari silsilah di Awal Injil Matteus. Dia mengarang cerita bahwa Yesus lahir di kandang, untuk menegaskan Yesus datang utk umat manusia yg paling rendah pun. Dan dia juga cerita bhw Yesus didatangi oleh orang2 Maius dari Timur, untuk menegaskan orang2 terpandang pun bisa menerima Tuhan jika mereka mau membuka mata - terutama mata hati mereka. Tidak penting mendebatkan ketepatan suatu cerita menurut sejarah, jika kita mengerti pesan yang tersirat. Gloria in Excelcis Deo!
BalasHapusKamsia atas siansen punya penjelasan dan tafsiran yg bagus. Tukang cerita.. istilah bagus banget. Membaca Injil Lukas memang asyik karena ceritanya runut dan mengalir. Apalagi setelah kita makin tua dan pengalaman. Membaca cerita yang sama rasanya beda dengan membaca kitab suci saat kita orang masih remaja atau belum tua.
HapusGloria in excelsis Deo.