Rabu, 05 Juli 2023

Lian Gouw: Jangan menggunakan kata serapan!

Dulu benci Indonesia, sekarang cinta setengah mati. Dulu hanya mau berbahasa Belanda, bahasa Inggris, sedikit bahasa Tionghoa. Sekarang cinta mati bahasa Indonesia.

 Saking cintanya sampai mengharamkan kata-kata serapan dari bahasa asing. Khususnya bahasa Inggris.

Itulan Lian Gouw, 85 tahun. Wanita Tionghoa yang puluhan tahun tinggal di Amerika Serikat. Selalu berpikir, bermimpi, melantur... semuanya dalam bahasa Inggris. Kefasihannya berbahasa Inggris mendekati atau sama dengan penutur asli macam Obama, Bush, Clinton, Trump, atau Biden.

Jangan pernah gunakan kata-kata serapan macam transformasi, irigasi, reformasi, ereksi, banalitas, restriksi, produksi, komunikasi, literasi, transmigrasi, ejakulasi, konstruksi, posting, dsb. Lian Gouw bakal marah. 

Lian Gouw bakal tidak bisa tidur bila yang dipakai bukan sekadar kata serapan, tapi kata asing utuh. Misalnya, frontage road, give away, stunting, roof top, topping off, soft launching, grand opening, great sale, open house, slimming....

"Kita punya banyak kata-kata asli. Mengapa harus pinjam dan menyerap kata-kata bahasa Inggris?" kata Lian Gouw dalam berbagai kesempatan.

Lian Gouw pusing saat melintas di jalan raya. Begitu banyak iklan yang menggunakan kata-kata bahasa Inggris. Ada yang bahasa Inggris utuh. Ada yang serapan. Banyak yang kombinasi, eh campuran.

 "Kombinasi" itu contoh kata serapan dari combination yang harus dihindari. Carilah padanannya dalam bahasa Indonesia, kata Lian Gouw.

Lian Gouw bikin penerbitan buku novel, cerita pendek, sastra. Dia membuat panduan untuk para penulis yang ingin karyanya diterbitkan di Penerbit Dalang. Salah satunya, "Jangan menggunakan kata serapan!"

Menurut Lian Gouw, peraturan itu harus diikuti secara tertib. "Pengajuan naskah yang tidak mengikuti  ketentuan tidak akan kami baca," Lian menegaskan prinsipnya, eh keyakinannya.

Tidak mudah memang menulis atau berbicara tanpa kata serapan di Indonesia hari ini. Bukankah bahasa Indonesia itu memang penuh dengan kata-kata serapan? 

Tapi Lian Gouw tidak menyerah. Dia yang puluhan tahun tinggal di Amerika Serikat, bahasa Inggris fasih, lancar, mengalir, tanpa mikir macam Donald Trump sudah membuktikan. Bahwa tanpa kata-kata serapan pun orang bisa berkomunikasi, eh, bertukar pikiran di media sosial.

"Saat kirim WA ke saya pun, Lian tidak mau menggunakan bahasa Indonesia serapan. Bahasa Indonesia Lian murni. Terus terang, inilah untuk kali pertama saya membaca novel yang 100 persen bahasa Indonesianya asli," tulis Dahlan Iskan, wartawan senior.

 Widjati Hartiningtyas dipercaya untuk menerjemahkan novel Only A Girl karya Lian Gouw ke dalam bahasa Indonesia. Saya pernah baca novel berbahasa Inggris itu. Tidak mudah karena kata-kata yang dipakai sama dengan penutur asli. Bukan bahasa Inggris taraf orang Indonesia atau Malaysia atau India yang belepotan itu.

"Beliau sangat keras menentang kata serapan," ujar Widjati.

Tidak boleh ada kata "problem", "solusi", "provokasi", dan sebangsanya. Semua itu disebut kata serapan dari bahasa asing.

 Widjati harus berpikir keras. Kadang memerlukan waktu lama untuk menemukan kata asli dalam bahasa Indonesia. Kadang dia berhasil menemukan kata-kata asli di kamus tapi sudah lama tidak digunakan dalam percakapan sehari-hari di Indonesia saat ini. Hasilnya novel terjemahan berjudul Mengadang Pusaran.

"Sepanjang novel itu saya menemukan banyak kata asli Indonesia, tapi justru terasa sangat "asing" di telinga saya," kata Dahlan Iskan.

Saya pun sudah berusaha tidak menggunakan kata-kata serapan dalam tulisan ini. 

Senin, 03 Juli 2023

Mahathir Mohamad dan Politik Segregasi Ras dan Agama di Malaysia

Tun Mahathir Mohamad kini berusia 97 tahun. Tapi mantan perdana menteri Malaysia ini tak kenal pensiun. Dia hanya pensiun dari gelanggang politik kalau sudah dipanggil Sang Mahakuasa. Ada saja pernyataan dan manuver politik Tun M di Malaysia yang memicu polemik.

Tun M pernah menjabat PM Malaysia selama 22 tahun. Belum ada saingannya. Tapi rupanya Mahathir tidak puas. Dia tetap ikut pemilu tahun lalu. Akhirnya kalah di dapil Langkawi. Hilang deposit pula.

Mahathir kelihatannya menentang Anwar Ibrahim PM Malaysia sekarang. Karena itu, dia bikin gerakan Proklamasi Melayu. Isu rasial, sektarian alias SARA (istilah kita di Indonesia) dimainkan Tun M. 

Seakan-akan orang Melayu terancam. Seakan-akan Islam sebagai agama persekutuan terancam. DAP, partai berbasis Tionghoa yang dapat banyak kursi di parlemen, dianggap Tun M sebagai momok bagi Malaysia. PM Anwar dituduh mengikuti agenda DAP untuk menjadikan Malaysia sebagai negara sekuler.

Ngeri sekali membaca pernyataan-pernyataan Tun M yang usianya mendekati satu abad itu. 

Syukurlah, kita bukan Malaysia versi Tun M. Kita punya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945. Juga ada Sumpah Pemuda tahun 1928. Berbangsa satu bangsa Indonesia.

Di Malaysia sana tidak ada bangsa Malaysia. Yang ada bangsa Melayu, bangsa Tionghoa, bangsa India, bangsa pribumi di Sabah dan Serawak. 

Berikut pernyataan Tun Mahathir Mohamad yang menjadi bahan diskusi hangat di Malaysia:
 
1. Kata Ketua Penerangan UMNO Bukit Gelugor bekas Perdana Menteri Tun Mahathir (perlu) berhenti daripada memainkan sentimen melibatkan perkauman.
 
2. Kerajaan sekarang mendakwa Malaysia adalah negara demokratik. Kononnya ada kebebasan bersuara.
 
3. Saya hanya menyuarakan peruntukan dalam Perlembagaan Malaysia. Apakah mempertahankan Perlembagaan Malaysia menyalahi undang-undang.
 
4. Sebaliknya bertentangan perlembagaan ialah mempromosi negara berbilang bangsa. Apakah Kerajaan sekarang menolak the Rule of Law, termasuk Perlembagaan Malaysia yang tidak pernah sebut Malaysia sebagai negara berbilang kaum. Sebaliknya Perlembagaan menekankan Ke-Melayuan Malaysia.
 
5. Ya. DAP cuma ada empat Menteri. Tetapi dalam Kerajaan terdapat empat puluh (40) ahli DAP. Jika DAP tarik diri Kerajaan Anwar akan jatuh. Sebab itu Anwar terpaksa turut manifesto DAP, khusus menjadi Tanah Melayu negara berbagai kaum dan agama rasmi Islam diganti dengan negara sekular – negara yang tidak ada agama rasmi.
 
6. Maka tergugurlah keahlian Malaysia dalam OIC.

Sabtu, 01 Juli 2023

Misa di Kayutangan - Cerita Romo Yohanes Bhaha OCarm tentang Bapak Pemabuk

Setelah ngopi dan baca-baca di Toko Oen, Ayas beralih ke bangunan kolonial di depannya. Gereja HKY Kayutangan, Malang. Sebentar lagi misa kudus. Ayas memang lebih sering misa Sabtu petang ketimbang hari Minggu.

Gereja tua di Kayutangan ini selalu ramai. Masih prokes wajib pakai masker meski pandemi covid sudah berubah jadi endemi. Pastornya juga pakai masker. Romo Yohanes Sirilus Bhaha, O.Carm. Nama bernuansa Flores, NTT.

Logat romo memang sulit ditutupi meski sudah lama di Jawa. Kalau bukan Ende ya Ngada atau Nagekeo. Tidak mungkin dari Lembata atau Adonara. ,,Saya berasal dari Ende," kata Romo Yohanes Bhaha menjawab pertanyaanku.

Romo Bhaha lahir di Ende, 14 Agustus 1986. Tahbisan imamat 15 Oktober 2014. Usia pastor masih muda, 37 tahun. Usia tahbisan belum genap 10 tahun. Tapi homilinya cukup menarik.

Pater Bhaha menceritakan pengalaman mahasiswa STFT melakukan live in di sebuah kampung. Ada seorang cewek, mahasiswi, ketakutan lantaran tuan rumahnya seorang pemabuk. Setiap pulang malam mabuk berat. Omongannya jadi tidak karuan.

Mahasiswi itu mengadu ke Romo Bhaha. Minta segera dipindahkan ke rumah lain. Dia takut bapak tukang mabuk itu. Romo lalu bicara hati ke hati dengan bapak itu. ,,Saya tidak bisa lepas dari itu (arak)," kata sang bapak macam mengaku dosa.

Sentuhan pater karmelit rupanya membuat bapak itu agak luluh. Mabuknya masih tapi dia tidak lagi masuk rumah. Tidur di pondok kecil di halaman rumah. Mahasiswi filsafat teologi itu pun tidak lagi stres. Hingga masa KKN selesai.

Bapak itu tampaknya sangat terkesan dengan mahasiswi yang perlahan-lahan mengubah tabiatnya. Dari seorang pemabuk menjadi manusia yang mulai normal perlahan-lahan. 

,,Ada orang yang dari luar kelihatan kasar tapi hatinya baik. Dan sebaliknya,"  itu kira-kira pesan moral yang dibagikan Romo Bhaha.

Pater ini sama sekali tidak menyebut alamat atau lokasi KKN mahasiswa filsafat yang ada bapak pemabuk itu. Ayas curiga di NTT. Khususnya Flores atau Lembata. Sebab pater kasih semacam clue bahwa yang diminum itu miras tradisional. 

Karena itu, setelah misa Ayas mendatangi Romo Yohanes Bhaha untuk salaman. Sekaligus menanyakan cerita saat homili tadi. Apakah cerita tentang bapak yang mabuk itu di Flores?

,,Di Papua," ujarnya seraya tersenyum.

Wkwkwk... Bukan Flores tapi Papua. Tapi kebiasaan ngombenya mirip-mirip alias 11/12. Sayang, Ayas tidak bisa bicara lebih banyak karena tidak sedikit jemaat, khususnya OMK, yang antre untuk salaman dengan pastornya.

Londo Ireng Makan Biefstuk van de Haas di Toko Oen Malang

Suasana di Toko Oen Malang, Jalan Basuki Rahmat Nomor 5, Kayutangan, Kota Malang.


Hampir saban pekan ada anggota grup tempo doeloe yang posting Toko Oen di Malang. Sesekali juga diunggah di grup Malang Djaman Lawas, Indonesia Tempo Doeloe, Jatim Tempo Doeloe dan sebagainya.

,,Toko Oen die sinds 1930 aan de gasten gezelligheid geeft" begitu tulisan besar yang dipasang sejak dulu. 

Orang senang karena ketuaan Toko Oen. Beda dengan wanita atau manusia umumnya yang makin tua makin kedaluwarsa atawa tidak laku. Oen ini makin tua makin laku.

Doeloe Toko Oen dikenal sebagai toko roti dan es krim. Kemudian meluas jadi resto bernuansa kuliner Hollands. Beef salad 50 (Rp 50.000), chicken salad 50, bakmi 45, fuyunghai 60, nasi ayam 45, hotdog 35, hamburger 35, lumpia 20.

Makanan paling mahal 100, yakni Londoner biefstuk met gebakken ei. Bistik daging lapis 95. Paling murah air mineral cup 220 ml cuma Rp 1.000. 

Kopi hitam tubruk 20. Teh panas 10. Kopi susu 25. Kopi Oen 30. Es buah 25. Es apokat 30.

Ayas tidak asing lagi dengan Toko Oen sejak lama. Betapa tidak. Toko legendaris itu persis berhadapan dengan Gereja HKY Kayutangan. Ayas dulu ikut paroki itu. Saban minggu misa di situ. Bahkan sering mampir baca-baca di toko buku dan perpustakaan Paroki Kayungan.

Ayas dulu juga sering ngobrol dengan seorang pastor Karmelit asal Flores yang bertugas di Gereja Kayutangan. Khotbahnya sangat menarik dan bersemangat. Romo itu juga jago musik, pinter bikin lagu, suaranya bagus sekali. Top banget lah!

Persis di samping Toko Oen ada Toko Buku Gramedia. Dulu hampir semua pelajar dan mahasiswa di Malang jujukannya ke Gramedia di Jalan Basuki Rahmat Nomor 5 itu. Toko Oen Jalan Basuki Rahmat Nomor 3.

Meskipun hampir saban hari lewat di depan Toko Oen, Ayas tidak pernah mampir. Sebab kesannya harga makanan dan minuman di situ mahal. Dan, kita orang sebagai pelajar belum punya penghasilan. Uang di kantong pas-pasan. Kiriman weselpos lebih sering terlambat.

Ayas doeloe tidak tertarik dengan gedung-gedung tua eks Belanda. Rasa nasionalisme yang dipompakan lewat pelajaran PMP, sejarah, PSPB, hingga penataran P4 membuat kita orang jadi sangat antikolonialisme Belanda, Jepang dsb.

Karena itu, Ayas sewaktu remaja tidak terkesan dengan arsitektur Toko Oen, Gereja Kayutangan, Gereja Katedral Ijen, GPIB Imanuel, Biara Ursulin dan Sekolah Cor Jesu Jalan Celaket 55, Frateran BHK di Celaket 21 dsb. 

,,Lebih baik mati berkalang tanah ketimbang dijajah Belanda," kata jargon lama.

Baru 10 tahun belakangan Ayas baru mulai mengapresiasi bangunan-bangunan kolonial. Kokoh, kuat, artistik, superlatif lah! Termasuk mengagumi Toko Oen (bangunannya), Gereja Kayutangan, GPIB di dekat Alun-Alun Malang dan sebagainya.

Karena itu, setiap kali ke Malang Ayas biasanya mampir di Toko Oen. Biasanya cuma pesan teh panas atau kopi panas yang Rp 20 ribu itu. Lalu duduk membaca komen-komen anggota grup bangunan kolonial yang terkait dengan Oud Malang alias Malang tempo doeloe.

Kopi tubruk di Toko Oen ini rasanya sama saja dengan kopi tubruk di warkop pinggir jalan yang Rp 3.000 sampai Rp 5.000. Tapi nuansa tempo doeloe ,,die sinds 1930" ini yang mahal.

Sabtu, 1 Juli 2023.

 Ayas mampir di Toko Oen. Pesan teh panas aja 10 ribuan. Ramai sekali sore itu. Ada enam atau tujuh turis bule ngomong cas-cis-cus dalam Hollands spreken. Ik begrijp niet.

Di Toko Oen Malang ini setidaknya kita orang bisa mencicipi sedikit gaya dan selera para meneer en mevrouw tempo doeloe. Belajar jadi Londo Ireng!

Koran Tidak Boleh Mati - 74 Tahun Jawa Pos

The Chung Sen mendirikan koran Java Post pada 1 Juli 1949. Ada resepsi meriah di bekas gedung Bank Taiwan, Jalan Kembang Jepun 166 Surabaya. Bangunan bersejarah itu sudah tak ada lagi.

Kantor administrasinya di NV New China, Jalan Kembang Jepun 167-169 Surabaya. Gedung eks Unie Bank era Hindia Belanda itu masih berdiri kokoh. Jadi salah satu bangunan cagar budaya di Surabaya. Eks kantor Jawa Pos itu kini jadi kantor Radar Surabaya, koran lokal anaknya Jawa Pos.

The Chung Sen bukan wartawan tapi semacam rekanan gedung bioskop. The punya tugas mengantar materi iklan untuk koran-koran di Surabaya. Lama-lama The paham rahasia bikin surat kabar.

The berpikir, lebih baik bikin koran sendiri ketimbang terus-terusan jadi tukang antar materi iklan ke koran-koran. Mentaliteit dan kwaliteit khas orang Tionghoa umumnya memang lebih suka jadi juragan atau laopan ketimbang jadi karyawan atau buruh.

The lalu bikin koran sendiri. Java Post. Koran harian berbahasa Melajoe Tionghoa. Terbit perdana pada 1 Juli 1949. 

Java Post ganti nama jadi Djawa Post. Ganti lagi jadi Djawa Pos. Kemudian Jawa Pos. Sampai hari ini. 

Oom The punya anak sekolah di Inggris. Oom makin tua. Tak ada anak atau keluarga yang meneruskan. Akhirnya Jawa Pos diambil alih manajemen majalah Tempo, PT Grafity Press. Sejak 5 April 1982.

Koresponden Tempo di Jatim Dahlan Iskan ditugaskan sebagai pimpinan Jawa Pos. Kerja keras untuk menghidupkan koran lawas yang hampir mati. Oplahnya cuma sebecak alias di bawah 3.000.

Cerita selanjutnya, Anda sudah tahu, Jawa Pos jadi besar. Punya anak dan cucu di mana-mana. Dan masih hidup sampai sekarang. Di era digital. Ketika banyak media cetak mati.

"Koran tak boleh mati," kata mantan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra.

Selamat hari jadi ke-74, Jawa Pos!

Jumat, 30 Juni 2023

Bahasa Melayu Larantuka (Nagi) Dibawa Pengungsi dari Melaka Malaysia

Oleh Datin Asima Hj Abd Latiff
Penulis/Satrawan Malaysia

Orang Melayu Konga, Flores, 1915 (foto). Moyang mereka dari Melaka lari sesudah Belanda merebut kota dari Portugis, 1641. 

Menurut Boxer (1947), perjalanan mereka dari Melaka, ke Makassar, lalu menyebar ke tempat² lain di timur. Waktu Portugis datang di Semenanjung Melayu, Portugis melakukan kebijaksanaan kahwin campur dengan orang-orang tempatan. Yakni dengan orang-orang Melayu, Cina peranakan, Chetty peranakan, di Melaka, dengan ketentuan mereka masuk agama Katolik. 

Setelah lebih dari 100 tahun, datanglah Belanda menggempur Melaka, banyak orang² peranakan Portugis ini lari ke berbagai penjuru seperti Goa, Koromandel, Ceylon, Macao, Jepun, Makassar, dan Maluku. 

Saat Belanda menaklukkan Makassar, banyak keturunan Portugis ini melarikan diri ke Flores Timur, yakni ke Larantuka, desa Wureh & desa Konga. 

Selain membawa agama Katolik Roma, mereka juga membawa Bahasa Melayu, yang lalu berkembang menjadi Bahasa Nagi, yaitu Melayu Larantuka. 

Orang Flores Timur sendiri sayangnya sudah pun jarang menyebut Bahasa Melayu Larantuka sebagai bahasa Melayu, lebih sering disebut bahasa Nagi, bahasa orang kota. Disebut bahasa orang kota karena  berkembang di Kota Larantuka, selain desa Wureh & Konga. Di luar daerah itu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Lamaholot. 

Kamis, 29 Juni 2023

Lembu di Malaysia, Sapi di Indonesia, Lembu Sapi di Alkitab

Hari ini banyak lembu dikurbankan. Warga miskin dapat jatah daging segar. Bagus untuk menambah asupan protein hewani. Lembu adalah sumber protein yang bagus. Kecuali barangkali di Bali.

Ayas sudah lama tidak dengar kata "lembu" di Jawa. Yang dipakai "sapi". Lembu, eh, sapi sumbangan Presiden Jokowi sudah tiba di Masjid Al-Akbar Surabaya. 

Sebaliknya, kalau kita nonton televisi Malaysia, Astro Awani, misalnya, maka tak akan ada kata "sapi" di Malaysia tapi selalu lembu, lembu, lembu, lembu. Apakah "lembu" berbeda (Malaysia: berbeza) dengan "sapi"? Atau sinonim?

Kamus bahasa Melayu Malaysia mencatat:

<< sapi :  sj binatang yg rupanya spt lembu dan berwarna hitam, Bos indicus. >>

Oh, begitu penjelasan tentang "sapi" versi Malaysia. Sapi itu sejenis binatang seperti lembu dan berwarna hitam.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

<< sapi : mamalia berkuku genap yang termasuk ke dalam kelompok ruminansia, bertubuh besar, bertanduk, berkaki empat, dipelihara untuk diambil daging dan susunya; lembu〔Bos spp.〕>>

<< lembu : sapi >>

Kata "sapi" dan "lembu" sama saja di Indonesia. Sinonim. Entah warnanya hitam, putih, cokelat, belang-belang, putih hitam, dsb tetap disebut sapi atau lembu. 

Alkitab bahasa Indonesia terjemahan baru (TB) tahun 1974 yang digunakan hampir semua gereja di Indonesia malah selalu menggunakan kata "lembu sapi". Kata "sapi" jarang bahkan tidak dipakai. 

Karena itu, Ayas dulu pernah bertanya kepada guru agama di sekolah. Lembu sapi itu binatang sapi atau binatang lain? Sama saja, kata Bapa Guru. Sapi ya lembu. Lembu ya sapi.

<< Kejadian 18 : 7
Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya. >>

Bahasa memang selalu berubah seiring perkembangan masyarakat, kemajuan teknologi, interaksi dengan bahasa dan budaya lain dan sebagainya. Begitu juga bahasa Indonesia. 

Bahasa Indonesia tempo doeloe sangat dekat dengan bahasa Melayu yang dipakai di Malaysia. Lama-lama bahasa yang akarnya sama ini berkembang dan akhirnya terasa sedikit berbeda nuansa dan rasa. Orang Malaysia sekarang (hampir) tidak pernah sebut "sapi". Sebaliknya, orang Indonesia pun tidak pernah menyebut "lembu" untuk binatang mamalia Bos indicus itu.

Selamat Idul Adha 1444 Hijriah!