Selasa, 22 November 2022

Musafir Kelana di Sunan Ampel

Di Masjid Sunan Ampel, Surabaya, ini banyak sekali orang yang tidur siang. Mereka musafir. Peziarah dari luar kota. Ada yang rombongan besar, rombongan sedang, rombongan kecil, hingga musafir solo.

Suasana di dalam dan emperan masjid terkenal ini memang sejuk. Beda jauh dengan hawa Surabaya yang selalu suhu tinggi. Padahal tidak ada pendingin udara (AC) di dalam masjid. Kipas angin pun mati.

"Saya sudah tiga hari di sini," kata seorang musafir kelana dari pulau garam. Ia tidak tahu kapan pulang. Bisa lama, bisa cepat lelaki itu ngalap barokah di situs religi salah satu Wali Sanga tersebut.

Ada yang tidur, ada pula peziarah yang sembahyang salat. Di emperan tampak beberapa orang sembahyang tasbih. Ada juga yang menikmati layar ponsel.

Saya pun istirahat sejenak di emperan masjid. Tak jauh dari makam KH Mas Mansyur pahlawan nasional. Diam merenung. Menikmati suasana di kawasan Ampel yang tenang meski para musafir cukup banyak.

"Hati-hati, Pak, karena sering kejadian (jambret)," pesan musafir asal pulau garam setelah saya traktir pisang rebus. 

Makam KH Hasan Gipo di Samping Masjid Sunan Ampel

Makam KH Hasan Gipo berada di samping Masjid Sunan Ampel, Surabaya. Satu kompleks dengan makam KH Mas Mansyur, pahlawan nasional.

Di dalam kompleks itu ada banyak makam. Tak ada kijing kecuali nisan. Tak ada bedanya makam pahlawan Mas Mansyur dan makam Mbah Kiai Hasan Gipo dengan makam-makam lain.

Saya baru tahu makam KH Hasan Gipo setelah blusukan ke kawasan wisata religi Sunan Ampel. Tapi sudah lama paham Langgar Gipo di Kalimas Udik. Langgar bersejarah yang jadi salah satu bangunan cagar budaya di Surabaya.

Tempo doeloe Jalan Kalimas Udik itu disebut Jalan Gipo. Ada juga yang bilang Gang Gipo. Selain Langgar Gipo, terdapat beberapa bangunan tua yang menarik. Khususnya gudang-gudang sisa kejayaan perdagangan di Kalimas tempo doeloe.

KH Hasan Gipo bukan kiai sembarangan. Ia ketua pertama Nahdlatoel Oelama (NO) atau ejaan sekarang NU: Nahdlatul Ulama. Periode 1926-1934.

Langgar Gipo bahkan disebut-sebut pernah jadi tempat transit calon jamaah haji pada masa Hindia Belanda. Perjalanan haji pakai kapal laut. Langgar Gipo semacam embarkasi haji masa kini di Sukolilo itu.

Ngomong-ngomong tentang Makam Gipo dan Langgar Gipo, saya jadi ingat Gee Tjien Boen. Arek Suroboyo di Amerika ini ternyata saat kecil tinggal di dekat Langgar Gipo di Jalan Gipo alias Kalimas Udik itu. 

Senin, 21 November 2022

Setahun tragedi pohon tumbang di Jolotundo

Pohon tumbang menimpa warung di dekat Petirtaan Jolotundo, Desa Seloliman, Trawas, Mojokerto, Minggu 14 November 2021. Tiga orang meninggal dunia. Lima orang luka parah.

Saya ikut tahlilan hari ketujuh kematian Rian di rerentuhan warung itu. Tempat yang biasa saya sambangi selama bertahun-tahun. Sampai kenal Ningsih, ibunya Rian, hingga keluarga besar warga asli Balekambang, Seloliman, itu.

Sudah setahun kejadian tragis itu berlalu. Ningsih dan suaminya, warga setempat, kelihatan masih trauma. Bergidik saat lewat di depan warung yang ada musala bikinan Mas Tar itu. Ningsih bahkan sempat kapok buka warung di kawasan wisata yang sejuk itu.

Tapi hidup jalan terus. Saat ini Ningsih sudah buka warung baru. Agak jauh dari lokasi pohon tumbang. Tepatnya di bawah, tanjakan menuju ke Sumber Kilisuci. Di kawasan Jolotundo ini ada 33 sumber air bermutu tinggi.

 Orang-orang kota sering ambil air Jolotundo untuk dibawa pulang. Orang kebatinan dan Hindu lebih senang sumber langsung di petirtaan kuna tinggalan Raja Airlangga itu.

Saya lihat warung Ningsih yang baru ini lebih keren. Mirip kafe di kota. Tapi belum ramai pengunjung. Beda dengan warung lama yang makan korban itu. Maklum, banyak pelanggan lama tak tahu kalau Ningsih sudah eksis lagi dengan warung barunya.

Kadaver Hermawan Kartajaya Arek Kapasari Gang V



Kata ini tak pernah saya dengar selama 10 atau 20 tahun. Juga tidak pernah baca di koran atau majalah baik cetak maupun digital. Kadaver atau cadaver.

Tapi saya ingat kadaver ada kaitan dengan mayat atau jenazah manusia. Minggu ini kata kadaver sering muncul di koran. Saya juga sempat sunting naskah mentahan tentang kadaver ini.

Maka saya cek lagi kamus bahasa Indonesia. Cadaver tak ada. Kadaver ada. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menulis:

ka.da.ver /kadavêr/
jenazah, biasanya digunakan mahasiswa kedokteran untuk praktikum anatomi

Kata kadaver (banyak media pakai "cadaver") jadi hidup gara-gara Hermawan Kartajaya. Begawan marketing ini berulang tahun ke-75. Begitu banyak acara digelar untuk memaknai perjalanan arek Kapasari Gang V Surabaya itu.

Salah satunya nostalgia ke rumah masa kecil di gang sempit yang sudah dijual. Kemudian dijual lagi oleh yang membeli dulu. Hermawan yang kondang banget itu ternyata anak kampung.

Hermawan juga pesan sembahyang misa di SMAK St Louis I Surabaya. Dulu ia sempat mengajar matematika di situ. "Setahun cuma misa satu kali! Rupanya Hermawan masih Katolik," canda kenalannya. 

Acara paling spesial ya kadaver itu. Pada 18 November 2022, tepat hari jadi ke-75, Hermawan Kartajaya datang ke kampus FK Universitas Airlangga. Menandatangani wasiat penyerahan jenazahnya saat berpulang kelak. Kadaver Hermawan untuk praktik atau riset mahasiswa kedokteran.

Banyak orang yang tercengang. Pihak keluarga pun awalnya keberatan. Tapi bukan Hermawan kalau tidak mampu me-marketing-kan idenya. Akhirnya sepakat.

Hidup kadaver!
Hidup Hermawan!
Dirgahayu! 

Minggu, 20 November 2022

Tak ada lagi sate kelinci di Jolotundo Trawas

Sudah lama tak ada sate kelinci di kawasan Jolotundo, Trawas. Tepatnya sejak pandemi covid melanda tanah air. Virus corona juga bikin mati kelinci? Tidak juga.

"Tapi serangan penyakit kelinci datangnya bersamaan dengan covid," kata Surani kepada Ayas. 

Ayas dulu memang sering mampir di warung tengah hutan itu. Di Desa Kedungudi, Kecamatan Trawas. Surani membuka warung dengan menu andalan kelinci. Sate kelinci, bakso kelinci, rica-rica kelinci.. serba kelinci lah.

Pak Rani kerja lama jadi koki di salah satu hotel terkenal di Tretes. Hotel Surya. Karena itu, ia paham betul cara mengolah daging kelinci jadi sate yang enak. Kuncinya di jenis kelinci, kemudian bumbu-bumbu.

"Silakan Anda bandingkan sate kelinci punyaku dengan di Tretes atau tempat lain," kata pria yang tidak tamat SMA itu.

Surani bilang kelinci yang bagus untuk sate atau kuliner itu jenis NZ: New Zealand. Besar badannya, dagingnya empuk, enaaak. Beda dengan kelinci-kelinci lokal yang makan rumput. "NZ itu makan pelet. Saya sudah paham banget bahan-bahan untuk pelet makanannya kelinci NZ."

Surani tak hanya jago masak kelinci tapi juga beternak kelinci. Awalnya sedikit, lama-lama jadi banyak. Jenis NZ. Dialah yang paling banyak memasok kelinci untuk disate di Tretes, Trawas, dan beberapa tempat lain.

Malang tak dapat ditolak. Tiba-tiba datang serangan penyakit misterius itu. Kelinci-kelinci peliharaannya mati semua. Kecuali kelinci lokal yang tidak laku untuk sate atau rica-rica. "Kerugian jangan ditanya lagi. Wuakeeeh," katanya.

Itulah sebabnya tak ada lagi sate kelinci, bakso kelinci, rica kelinci di warung lesehan yang disebut Winnova. Banner di pinggir jalan itu pun sudah diturunkan. Sekarang hanya ada sate ayam.

Ayas duduk mendengar Surani bercerita tentang suka duka angon kelinci di Trawas. Labanya luar biasa karena permintaan sangat tinggi. Apalagi ada embel-embel daging kelinci bisa kurangi kolesterol jahat dsb. "Tapi begitu kena penyakit ya habis," kata lelaki yang senang nonton wayang kulit di YouTube itu.

Ada rencana beternak kelinci dan jualan sate kelinci lagi? Surani menggeleng. Sebab saat ini belum aman dari virus aneh itu. "Kalau kelinci lokalan sih tahan penyakit. Tapi dagingnya alot dan kurang enak," katanya.

Surani sepertinya kapok memelihara kelinci NZ dalam jumlah besar seperti dulu. Namun ia punya rencana beternak kelinci lokal dengan pakan khusus yang sudah dimodifikasi. Agar rasa satenya lebih enak dan empuk.

Mudah-mudahan sate kelinci khas Trawas ini bisa muncul lagi. Orang Surabaya kayaknya tidak peduli kelinci NZ, Australia, Jerman, Belanda, Rusia, Jawa, dsb. Pokoke sate kelinci aja, titik! 

Menikmati Orkes Koplo Bojo Loro


Orkes-orkes koplo dengan biduanita kampung manggung lagi. Ngamen di pinggir jalan. Mulai Krian, Balongbendo, Mojosari, Trawas dan sekitarnya.

Empat pemusik - kibod, bas, gitar, kendang - sudah lebih dari cukup. Ditemani dua biduanita kampung. Ada yang rada nom, STW (setengah tuwek), semok, gendut.

Makin bening kulit penyanyi sekarang. Tak kalah dengan di televisi atau YouTube. Teknologi dan obat-obatan untuk perawatan kulit sudah lama masuk ke kampung-kampung. "Suara nomor dua. Sing penting ayu, bodinya bagus," kata Cak T juragan orkes di Wonoayu dekat Krian.

Akhir pekan ini saya nikmati live music kelas kampung di kawasan Mojosari. Orkes asal Krian. Dua penyanyi wanita juga dari Krian. Wajah standar. Agak seksi khas artis koplo.

Lagu Bojo Loro (bukan Lara) rupanya digemari penonton paman-paman dan mbah-mbah. Lagu ini aslinya Mandarin. Kalau tak salah dari film Pendekar Ulat Sutra. Tian Can Bian alias Thien Chan Pien. 

<< Abang biru lampune disko
Awak kuru dek, mikir bojo loro
Bojo sing enom njaluk disayang
Sing tuwo njur wegah ditinggal

Telung dino mulih rono
Telung dino bali neng kene
Sing sedino kanggo sopo
Sing sedino kanggo wong liyo >>

Entah kenapa setelah diadaptasi ke Indonesia, khususnya Jawa, jadi Bojo Loro. Syair agak slengekan. Jenaka. Pusing karena harus membagi kasih untuk dua istri. Apalagi bojo papat atawa bojo telu. Bojo paling banyak papat kata ahli syariat.

Cukup meriah ngamen musik kelas kampung ini. Meski belum seramai sebelum pandemi 2020. Penonton terhibur menikmati goyangan biduanita nan aduhai. Mbak-mbak biduanita juga senang dapat saweran dari om-om.

Di sini senang, di sana senang
Di mana-mana hatiku senang

Anwar Ibrahim klaim menang pilihan raya umum

Pilihan raya umum (PRU) atawa pemilihan umum di Malaysia langsung diketahui hasilnya. Tidak perlu menunggu sampai satu bulan macam di sini. Karena itu, lembaga-lembaga survei atau quick count tidak laku di negara jiran itu.

Nurul Izzah dari Pakatan Harapan (PH) kalah. Padahal, putri Anwar Ibrahim dan Wan Azizah ini saya jangka bakal jadi perdana menteri (PM) suatu ketika kelak. Bapak ibunya menang.

Hasil PRU-15 Malaysia ini sudah bisa ditebak. Tak ada koalisi yang dapat mayoritas 112 - syarat minimal untuk membentuk pemerintahan. Parlemen tergantung, istilah di Malaysia. Karena itu, koalisi Pakatan Harapan dan Perikatan Nasional (PN) yang berhak lobi-lobi dagang sapi agar dapat kursi mayoritas di parlemen.

Anwar Ibrahim langsung jumpa pers. Mengklaim PH sudah punya angka (minimal 112) untuk bentuk kerajaan. Artinya Anwar bakal jadi perdana menteri.

Sebaliknya, Muhyiddin Yasin dari PN juga mengklaim menang sehingga berhak membentuk pemerintahan. UMNO bersama Barisan Nasional kalah telak. Padahal UMNO merupakan partai terbesar sejak Malaysia merdeka hingga 2018. 

Pakatan Harapan pimpinan Anwar Ibrahim, bersama DAP yang dominan Tionghoa, mengubah peta politik Malaysia. Oh ya, Tun Mahathir Mohamad kali ini kalah telak di Langkawi. Isyarat kuat bahwa Tun M harus tetirah dari politik. Usianya jelang 98 tahun.

Siapa yang bakal jadi PM Malaysia? Kalau bukan Anwar, ya Muhyiddin. Saya pernah jabat tangan kedua tokoh ini. Muhyiddin yang pernah jadi timbalan (deputi) PM Malaysia, kemudian PM Malaysia, bahkan pernah diskusi cukup lama dengan awak redaksi media di Surabaya.

Saya ikut diskusi itu. Cukup menarik Datok Muhyiddin ini. Datok Sri Anwar Ibrahim lebih menarik lagi. Pernah jadi timbalan PM, kemudian dijebloskan ke penjara beberapa kali. Disiksa, dihina, dilecehkan, tapi kemudian jadi ikon perjuangan reformasi di Malaysia. Anwar Ibrahim (dulu) sangat sering berkunjung ke Indonesia. Tampil di Mata Najwa dan sebagainya.

Saya pernah bertanya kepada ketua dan komisioner KPU di Jawa Timur. Apakah mungkin tahapan pemilu dan pilkada di Indonesia dipercepat? Disederhanakan?

Tahapan pemilu cuma satu bulan atau dua bulan macam di Malaysia? Hasil pemilu bisa langsung diketahui? Tidak perlu menunggu satu minggu atau satu bulan?

"Sulit, Cak," kata mantan ketua KPU di daerah. "Tahapan pemilu legislatif, pilkada, pemilihan presiden di Indonesia berbeda jauh dengan di luar negeri. Belum lagi faktor geografis. Indonesia ini luas banget, Cak!"

Benar, Indonesia luas banget. Tapi hasil pilkada di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik pun perlu waktu seminggu lebih sebelum diumumkan secara resmi. KPU di Indonesia perlu belajar bergadang sampai pukul 5 pagi ke Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR) di Malaysia.