Oleh Sandyawan Sumardi
Relawan kemanusiaan, mantan pastor
Ini foto ketika aku bersama tokoh yang akhir-akhir ini kembali jadi bahan pembicaraan publik, karena sikap dan pernyataannya yang selalu berubah-ubah, kontroversial, padahal beliau adalah pemimpin negara bangsa kita..
Foto ini diambil di tengah masa kampanye calon gubernur dalam Pilgub DKI 2012 di kampung kami, Bukit Duri, Jakarta Selatan..
Kami seluruh warga Bukit Duri dan sebagian besar kaum miskin urban Jabodetabek jaringan kemanusiaan kami ketika itu, mendukungnya terus, bahkan hingga beliau jadi Presiden RI dalam Pemilu 2017.
Di luar dugaan, tanggal 28 September 2016 kampung Bukit Duri, justru digusur paksa oleh Pemda DKI, (bersama kampung-kampung kaum miskin urban lain ketika itu, termasuk Kampung Akuarium, Kampung Pulo, Kalijodo, dll.), baru beberapa bulan setelah beliau jadi Presiden RI (ironis, karena kami seluruh warga Bukit Duri terlibat aktif dalam kampanyenya sebagai calon presiden pada Pilpres 2017).
Penggusuran yang dilakukan secara semena-mena, meski gugatan kami di PTUN dan di PN Jakarta Pusat sudah dan sedang berjalan sekalipun..
Kami melakukan Gugatan "Class Action" (gugatan perwakilan kelompok), ada 4 orang perwakilan warga, aku salah seorang wakil kelas.
Waktu itu, kami mengaduh dan protes keras, namun suara kami seperti teriakan yang gemanya hilang dalam kegelapan di padang gurun..
Betapa sedikit, nyaris tak ada orang/pihak yang bisa memahami, apalagi mendukung perjuangan kami, salah satu komunitas warga yang digusur paksa..
Ya selanjutnya selama 6 tahun, kami terus bergerak berjuang, begitu banyak pengorbanan (setidaknya 17 warga keluarga penggugat yang meninggal selama kurun itu)..
Ya warga Bukit Duri melakukan gugatan hukum di pengadilan.!
Kami sebagai warga negara sama sekali tidak minta diistimewakan.
Kami merindukan kemanusiaan yang adil dan beradab..!
Joko Widodo, sampai detik ini, adalah Presiden Republik Indonesia yang sah, yang logisnya harus dihormati, terutama oleh bangsanya sendiri. Joko Widodo, dalam "hierarki protokoler diplomatik", adalah manusia nomor catur di atas bumi, setelah Xi, Modi dan Biden.
BalasHapusMengapa ketika Jokowi di negerinya sendiri, dicaci-maki, diolok-olok, direndahkan, di-enyek, dihadapan khalayak ramai, lha kok para publikum malah teriak takbir, atau adakala tertawa terbahak-bahak sambil keplok-keplok ?
Di era tahun '70-an, ketika saya wajib menjadi tentara, di kompani pelatihan dasar militer, hanya saya satu-satunya rekrut (calon prajurit) imigran wong cino.
Suatu hari peleton-kami diperintahkan mengikuti ceramah
di batalyon kavaleri panser dan tank. Komandannya seorang Letkol, ketika melihat saya, lantas berkata : Lho kok ada orang asing yang yang jadi tentara kita !
Teman yang duduk disebelah saya, berbisik ke saya : Diam kau, jangan marah, jangan membantah ! Teman2 yang lain, satu peleton langsung mengetok-etok meja, tanda protes, bahwa kalimat sang Letkol, tidak pantas untuk diucapkan kepada seorang warga negara yang diwajibkan jadi tentara. Untunglah ketika itu, semua anggota peleton-saya adalah akademisi lulusan universitas, dan salah satunya, anak seorang jenderal.
Mengapa ketika Jokowi dienyek, tidak ada seorang pun yang protes, malah ikut-ikutan njengar-nyengir sambil keplok-keplok ? Mana Budi Pekerti kalian ? Yang kalian olok2 itu adalah seorang kepala negara, bukan seorang cah cino ! Cah cino seperti aku masih dibela ramai2 oleh orang2 bule.
Kamsia atas masukan dan pendapat dari siansen agar kita orang lebih bijaksana + terbuka. Semoga rakyat lebih makmur dipimpin presiden yang baru.
Hapus