Kamis, 08 Februari 2024

Mengenang Mas Jos - Wartawan Senior Pakar Bahasa Indonesia Jawa Pos Group

Kawan senior sekaligus guru telah kembali ke pangkuan-Nya. Tak ada lagi guyonan khas Mas Jos. Tak ada lagi atraksi sulap, ngemsi yang kocak, dan gaya nyanyi lagu-lagu lawas yang nyeleneh.

Mas Jos - nama aslinya Yuli Setyo Budi - bukan wartawan biasa. Dia salah satu dari sedikit wartawan yang sangat ahli bahasa Indonesia. Tempat bertanya bagi reporter-reporter atau wartawan muda.

"Kata-kata dasar yang pakai k, p, t, s diluluhkan. Termasuk kata-kata serapan asing," begitu salah satu nasihatnya.

Karena itu, mempesona jadi memesona, mengkonsumsi jadi mengonsumsi, mensosialisasikan jadi menyosialisasikan... 

Mas Jos lulusan IKIP Surabaya, Jurusan Bahasa Indonesia. Tidak semua sarjana bahasa Indonesia jadi pakar bahasa Indonesia. Betapa banyak sarjana bahasa Indonesia yang sangat lemah pemahaman sintaksis, morfologi, gramatika dsb.

Jos alias Yuli ini salah satu dari yang sedikit itu. Tidak heran, dia diminta Bos Dahlan Iskan, saat itu pemimpin redaksi Jawa Pos, untuk merapikan bahasa dan kalimat-kalimat wartawan. 

Jos dan temannya anak copy editor kemudian menyusun buku Satu Kata. Buku ini berisi kata-kata yang ambigu atau bersaing. Kata mana yang harus dipakai di koran.

 Sandarisasi atau standardisasi? Shalat atau salat? Sholawat atau selawat? Istigasah atau istighotsah? Itikad atau iktikad? 

Masih banyak kata-kata lain yang harus dirapikan. Harus "satu kata". Tidak boleh ada dua kata dalam satu media. Misalnya, hektare vs hektar, sepakbola vs sepak bola, bulu tangkis vs bulutangkis.

Saya sangat sering bertanya kepada Mas Jos ketika menemukan kata-kata bersaing. Kita tidak harus selalu ikut KBBI, katanya. Karena itu, JP Group biasa menggunakan "jamaah" meskipun KBBI menghendaki "jemaah".

Sayang, kesehatan Jos menurun sejak kena stroke sekitar 13 tahun lalu. Saya dulu sering besuk di rumah sakit di Sepanjang, Sidoarjo. Saat itu Jos melakukan latihan atau fisioterapi saban hari.

Kesehatannya pulih tapi tidak bisa joss seperti sebelum terserang stroke. Sejak itu acara karaoke bersama saban minggu selepas deadline tak ada lagi. Dulu Jos punya semacam bandar yang membiayai acara karaoke kapan saja.

Jos akhirnya pindah ke media lain. Masih menulis cerita-cerita misteri, masalah rumah tangga, features. Bahan-bahan sederhana diolah Jos jadi ramuan yang enak dibaca. Bahasa Indonesianya baik dan benar tapi tidak kaku.

Sepuluh tahun lebih Jos bertarung melawan penyakitnya. "Sakitnya gonta-ganti," kata Bu Jos. "Itu obatnya menumpuk di kardus."

Kali terakhir (bukan terakhir kali, kata Jos di newsroom dulu) Mas Jos cuci darah rutin. Lalu dibawa ke RSUD Sidoarjo. Akhirnya dipanggil Tuhan. "Saya sudah ikhlas. Sudah jadi kehendak-Nya," kata Bu Joss.

Saya kemudian ziarah ke kuburan Mas Jos di pinggir perumahan di Balas Klumprik, Surabaya. Ada Dipta putranya di sana. Dipta ini dulu sangat senang binatang-binatang aneh macam hamster, kelinci, dsb.

Dia masih ingat saya - om yang membelikan kelinci di Alun-Alun Sidoarjo. Tak ada kata-kata di pusara baru itu. Hanya doa tulus untuk Mas Jos, sang guru bahasa yang telaten dan cerdas.

Semoga Mas Jos bahagia di surga!

1 komentar: