Telepon seluler alias HP alias ponsel sering bikin nyandu. Kita orang berlama-lama memelototi layar HP, baca komen-komen di media sosial, nonton video di YouTube, baca berita, artikel dsb.
Kalau dulu bangun pagi langsung ke belakang, cuci muka, sembahyang pagi, kini bangun pagi langsung buka HP. Siapa tahu ada pesan-pesan penting di grup WA dan sebagainya. Maklum, sebagian besar informasi tentang pekerjaan ada di WAG.
Saya pernah meluncur pagi sekali dari luar kota ke kawasan Kalimas Surabaya. Maklum, setiap Selasa pagi ada pertemuan atawa weekly meeting. HP belum aktif. Saya cuma baca koran di warkop, ngopi, sarapan roti kayak orang bule.
Sampai di kantor ketemu dek admin di front office. "Ngapain ke sini, Pak? Rapatnya kan diundur hari Kamis. Gak tau ya?" katanya sambil ketawa sedikit.
Masak sih? "Makanya, jangan lupa cek info update di grup."
Begitulah lika-liku hidup di era digital. Terlalu aktif, nyandu ponsel, kurang baik. Tapi kurang aktif pun bisa ketinggalan informasi.
Apa boleh buat, saya pun kabur ke Pulau Madura. Rekreasi sejenak ke Bangkalan, mampir di kelenteng, cari makanan khas Meduro dsb.
Sudah lama saya setel HP agar mati dan hidup sendiri. HP aktif mulai pukul 08.00 dan mati pukul 23.59. Lewat pukul 00.00 tidak boleh main HP, nonton YouTube, dan sebagainya.
Sayang sekali, disiplin diriku tergolong rendah. Apalagi sejak ada pengalaman salah informasi soal rapat Selasaan itu. Maka sebelum pukul 08.00 pun HP lebih sering dihidupkan. Bahkan kadang jam lima pagi sudah on. Hanya untuk mengetahui hasil-hasil Liga Inggris, Liga Spanyol, dan Liga Italia.
Liga Jerman kurang menarik karena Bayern Muenchen terlalu kuat. PSG di Liga Prancis pun tak punya lawan seimbang.
Disiplin mematikan HP di bawah pukul 24.00 pun sering dilanggar. Yah.. karena faktor YouTube. Rekaman pertandingan bola, gol-gol cantik, lagu-lagu lawas, lawakan Kartolo, ludruk, Mak Lampir, hingga kampanye Pilihan Raya Umum (PRU) di Malaysia sangat menarik untuk diikuti. Apalagi pidato Anwar Ibrahim, Mat Sabu, atau Anthony Loke dari Pakatan Harapan sangat keras menghantam Barisan Nasional, khususnya UMNO.
Kalau terlalu asyik nonton Youtube, main ponsel pinter ya tahu-tahu sudah tidur pulas. Data internet pun terkuras banyak.
Dan.. kita orang sudah lupa kebiasaan sembahyang malam sebelum tidur. Mea culpa! Mea maxima culpa!
Mea culpa, nyandu HP lupa Sembahyang. Fenomena itu lacurnya ada di pihak Katholik. Orang lain siapa sih yang berani ngaku, lupa Shalat 5 kali.
BalasHapusDulu 50 tahun silam, di setiap ruang kelas sekolahan, di setiap kamar rawat rumah sakit, selalu ada tergantung SALIB di dinding. Sekarang demi toleransi, rasa hormat, kepada para TKA dan para pengungsi dari Turki dan Timur Tengah, semua Salib telah dihilangkan. Gendheng nya wong katolik ! Atau Munafik kebacut !
Seharusnya sesuai pepatah: Onta dan Panda harus menguak di kandang Kerbau. Kerbau yang punya kandang, yang pendatang harus tunduk kepada aturan dan budaya kerbau.
Kalau di rumah-ku ada Patkwa yang telah diberkati di Kelenteng Kwanti-bio Chuan-chiu, di pintu masuk utama, maka itu aku yang gantung. Dan dalam rumah penuh digantungi Salib, 3 Rosario diatas ranjang tempat aku tidur, itu istri-ku yang gantung. Toleransi atau So what .
Kamsia atas Siansen punya komentar dan pendapat yg menggelitik. Biar kita orang tidak lupa sembahyang tasbeh.
HapusBerkah Dalem!
Piye tho Kang, mbiyen, 55 tahun silam, 89% penduduk beragama Römisch-Katholisch, 10% beragama Nasrani-Protestan, sisanya 1% adalah penganut agama2 lainnya.
HapusHari ini Katholik masih ada 55%, Muslim ada di peringkat ke dua, yaitu 10%. Seratus tahun yang akan datang, bisa jadi hanya tersisa 8% manusia yang sembahyang Ave Maria.
Pegel dan gemes melihat orang2 katolik yang sedemikian cepatnya luntur. Wis goblok tetapi merasa diri sendiri yang paling bener dan toleran. Saya cinta katolik, justru karena toleransi-nya, tetapi yo ojo keterlaluan sampai awake dhewe bongko. Ngomel karena cinta.