Sabtu, 11 September 2021

Menyambangi Tante Yuyun di Kelenteng Bangkalan

Baru kali ini kita orang pigi jalan-jalan sebentar di Madura. Hampir dua tahun tidak sempat ngeluyur ke pulau garam itu gara-gara pandemi Covid-19. Orang Madura sendiri sebenarnya tidak begitu ketat soal pembatasan sosial, social distancing, pakai masker dsb.


Setelah menikmati es degan di kaki Suramadu, sisi Madura, saya meluncur ke Bangkalan. Mampir ke Kelenteng Eng An Bio di Jalan PB Sudirman yang terkenal itu. Terkenal karena pernah dirusak dan dibakar oleh perusuh jelang lengsernya Pak Harto.

Namun, kejadian itu ibarat berkat tersembunyi. Kelenteng yang tadinya sempit kini jadi makin luas. Mungkin salah satu TITD yang paling luas dan indah interiornya di Jawa Timur. Asap-asap dupa, lilin, dan sebagainya tidak menimbulkan bau khas seperti di kelenteng-kelenteng lain.

Ni hao ma? Ibu Yuyun Kho tersenyum. "Yo, opo kabare? Kita orang bae-bae saja," kata pengurus kelenteng alias biokong asal Salatiga ini.

Meskipun Tionghoa, Yuyun Kho ini mengaku buta bahasa Mandarin. Bahasa Hokkian pun sedikit-sedikit. Dia lebih sering berbahasa Indonesia ala Melayu Tionghoa lawas. Bahasa cakapan yang mirip banget dengan bahasa Nagi alias Melayu Larantuka di Flores Timur.

Yuyun Kho baru saja kasih sajian untuk para dewa penghuni kelenteng. Tuan rumahnya Dewa Bumi atawa Hok Tik Ceng Sing. Ada Kwan Kong, Kwan Im, dan beberapa lagi.

"Hok Tik Ceng Sing itu dewa yang bawa rejeki. Orang Tionghoa biasanya rame-rame dateng ke sini biar rejekine  lancar. Malah bulan lalu ada orang Jawa yang dateng ke sini juga karena sudah dapet rejeki," kata Tante Yuyun.

Tante yang lahir bersamaan dengan tahun kemerdekaan Indonesia itu bilang ada tujuh altar di Eng An Bio. Dia siapkan teh tawar setiap hari untuk para dewa asal Tiongkok itu. Tidak sembarang teh tentu saja. Ada doa-doa dan ritual yang diamalkan biokong seperti Tante Yuyun.

Selepas ritual sesajen, Yuyun Kho menggarap aneka hiasan dari kertas emas untuk sembahyangan. Wanita yang mengurus Kelenteng Bangkalan sejak kerusuhan pada 1996 itu (kalau tidak salah) memang seorang seniwati. 

Tante Yuyun biasa melukis figur-figur khas Tiongkok untuk hiasan dinding kelenteng. Membuat kertas keemasan ini jelas pekerjaan enteng buat dia. "Ini ada yang pesan kertas twa kim," katanya.

Satu bunga kertas biasa dijual Rp 30 ribu. Model yang ruwet dibanderol Rp 50 ribu. Cukup mahal karena harga kertas di Kapasan, Surabaya, naik. Belum lagi skill dan ketelatenan yang tidak dipunyai sembarang orang.

"Pesenan rodo seret karena covid," katanya.

Covid-19 atawa virus corona. Topik ini jadi bahan obrolan sembari menikmati kopi sasetan di aula kelenteng. Ada dua bapak Tionghoa dan satu orang Madura di situ. Ngomong ngalor ngidul soal corona yang berkepanjangan itu.

Gara-gara corona itulah acara-acara di kelenteng stop total selama hampir dua tahun ini. Sembahyang awal dan tengah bulan tidak ada. Kelenteng dinyatakan tertutup... meskipun sebenarnya kita orang bisa masuk pada jam kerja. Tentu saja kulo nuwun dulu sama Tante Yuyun Kho.

Bagaimana dengan acara kue bulan? Covid kan agak turun sekarang?

"Tetep ndak ada. Sembahyang sendiri-sendiri di rumah," kata Tante Yuyun.

Semoga pandemi ini segera berlalu dan kehidupan kembali normal. Termasuk persembahyangan di kelenteng-kelenteng. Kalau tidak ada sembahyangan, rezeki yang diterima Tante Yuyun pun anjlok. Bahkan nihil.

 Jemaat kelenteng itulah yang bagi-bagi rezeki untuk biokong macam Tante Yuyun. Tentu saja tidak mengabaikan perang sang dewa pembawa rezeki yang empunya kelenteng.

10 komentar:

  1. Engkoh Hu Flores, alias 胡乐,ini memang fenomenal. Mungkin, sebab itu Bung Karno mendapat inspirasi menyusun Pancasila di pulau Flores.
    Berapa persen sih penduduk Tionghoa di Indonesia yang masih mudheng tentang hari raya Tiong-jiu, 中秋节 ? Orang Flores ini, mbelani adoh-adoh nyang Meduro ke klenteng Eng An Bio, karena ingat acara kue bulan sudah hampir datang. Mbuh, karena tiong-jiu-pia ataukah karena Es Degan nya wong meduro ?
    Kue Bulan nya Surabaya, Made in Kembangjepun, jauh lebih enak daripada kue bulan yang saya makan di Tiongkok. Demikian pula dengan rasa Bakcang, Ote-ote dan Lumpia, yang di Indonesia jauh lebih enak.
    Mungkin resep nya yang di Indonesia masih orisinel peninggalan zaman kekaisaran, sedangkan yang di Tiongkok resep zaman revolusi.

    BalasHapus
  2. Kita orang mampir kelenteng kasih selamat pesta kue bulan semoga dewa² kasih perlindungan untuk rakyat Indonesia dari wabah covid. Sayang sekali, pihak kelenteng di Bangkalan belum punya persediaan kue bulan.

    Orang² Tionghoa di Madura juga langganan kue bulan di Kembang Jepun. Katanya lebih enak dan sedap. Kita punya lidah rasaken sama saja.

    Resep² Tiongkok memang beda dengen resep² Nusantara. Biasanya oleh² kue atawa jajanan dari Tiongkok rasanya kurang enak.

    Rasa ikan laut di Jawa juga beda dengen di NTT. Makanya orang² NTT selalu makan tambah nasi saking lahapnya. Kalau di Jawa makan satu piring saja kita sudah rasa kenyang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cik Yuyun kuwi tugasnya sebagai Biokong kelenteng Eng An Bio.
      Kalau seandainya dia bertugas di Gereja Katholik, maka gelarnya bukan Biokong, tetapi Diakon.
      Diakon boleh melakukan berbagai Sakramen, hanya ada dua Sakramen yang Tabu, yaitu: Pertama: Sakramen Pengakuan Dosa.
      Kedua: Sakramen Pengurapan Minyak Suci.
      Yesus memilih 7 Diakon, salah satunya Nikolaus.

      Jajanan Nusantara jadi enak, karena ada kelapa dan gula aren.
      Saya kira parutan kelapa dan gula aren nya Lembata pasti lebih asli dan lebih marem daripada yang ada di Surabaya.

      Hapus
  3. Cik Yuyun itu mirip koster sekaligus diakon awam kalau di gereja katolik. Orang² kampung di Lembata biasa sebut pelayan. Kita orang semua ini juga sebenarnya pelayan.. melayani sesama, melayani pemerintah, melayani pater, dsb.

    PRT atawa ART pun biasa disebut pelayan istilah melayu orang kampung di NTT sana. Orang sangat bangga kalau jadi pelayan pejabat² di kota dalam bidang bersih² dan masak memasak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam bahasa Jerman kata dienen, melayani, sangat penting artinya. Hari selasa disebut Dienstag, hari melayani.
      Kita orang semua ini juga sebenarnya pelayan...melayani sesama,dsb. Angon wedus atau sapi, juga melayani hewan.
      Ke Gereja disebut ke Gottesdienst, melayani Tuhan.
      Pegawai negeri disebut Staatsdiener, pelayan negeri.
      Lonte disebut Liebesdienerin, pelayan... mbuh opo jenenge.
      Saya ada pekerjaan, disebut ich habe Dienst.
      Pokoke semua aktivitas manusia ya jebule melayani.
      Saya datang ke Eropa jebule yo dadi pelayan atau kuli.
      Tapi kok banyak orang di Zamrud-Khatulistiwa yang memandang rendah pekerjaan pelayan, babu dan kuli.
      Wahai rakyat-ku, jangan mau jadi jongos di negeri sendiri.
      Jadilah politisi, jualan taman eden, atau jadilah buruh migran, alias TKW, alias pahlawan devisa.



      Hapus
    2. Aha.. kata DIENEN itu sangat tepat dan sangat dalam maknanya. Pelayanan, melayani, pelayan...

      Alkitab Bahasa Indonesia pun banyak sekali menggunakan kata pelayan, pelayanan, melayani, layanan.

      Yohanes 2 : 5
      Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!"

      Kata layanan atawa pelayanan itu sekarang biasa dipakai untuk service atawa ministry.
      Layanan konsumen, customer service, servis mobil, servis motor, servis komputer dsb.

      Hapus
    3. Melayani tanpa ngomel dan tanpa pamrih adalah Dharma.
      Membantu tanpa pamrih adalah Bhakti demi Karma.

      Bagaimana caranya membantu seorang janda ?
      Partei Koleksi Selangkangan: Di-polygamie, gitu aja kok repot!

      Hapus
    4. Itu partei punya pikiran sangat kuno en sudah tidak cocok lagi dengen zaman modern ini. Lebih cocok di Afghanistan sana.

      Hapus
    5. Jaman thn 1970an, jika mesdinar melayani misa, masih menggunakan kata dienen itu. Bhs Belanda dan Jerman sama.

      Hapus
  4. Ada lagu rohani lama tentang MELAYANI.

    Melayani, melayani lebih sungguh
    Melayani, melayani lebih sungguh
    Tuhan lebih dulu melayani kepadaku
    Melayani, melayani lebih sungguh

    BalasHapus