Sabtu, 28 Agustus 2021

Selamat untuk Paroki Santa Monika, Krian, Sidoarjo

Di tengah pandemi Covid-19 ini, Keuskupan Surabaya mendapat tambahan satu paroki baru. Paroki Santa Monika, Krian, Sidoarjo.

Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono memimpin langsung peresmian Paroki Santa Monika, Krian, Jumat 27 Agustus 2021. Bapa Uskup yang asli Tanjung Perak, Surabaya, itu didampingi sejumlah pastor dari Surabaya, Mojokerto, dan sekitarnya.

Selama puluhan tahun umat Katolik yang ada di Krian dan sekitarnya bergabung dengan Paroki St Yosef, Mojokerto. Meskipun Krian berada di Kabupaten Sidoarjo, lokasinya memang lebih dekat Mojokerto.

Perjuangan umat Stasi Krian untuk memiliki gereja sendiri, sekaligus paroki mandiri, sudah sangat lama. Perjuangan yang melelahkan, penuh cucuran keringat, air mata.. dsb. Mungkin Krian ini yang paling berat di Jawa Timur.

Sampai sekarang masih ada bangunan mangkrak yang jadi saksi bisu perjuangan itu. "Umat di Katolik di Krian ini memang sangat sabar, sabar, tidak putus asa," kata Uskup Sutikno.

Penantian dan kesabaran selama 30 atau 40 tahun itu akhirnya berbuah manis. Stasi Krian resmi melepaskan diri dari Paroki Mojokerto. Jadi paroki sendiri bernama Paroki Santa Monika, Krian, Sidoarjo.

Paroki terbaru di Keuskupan Surabaya ini memiliki 2.440 jiwa umat Katolik yang aktif. Ada lima wilayah, 23 lingkungan, dan dua stasi.

Stasi Mojosari, Mojokerto, sekarang ikut Paroki Krian. Stasi Citra Harmoni, Taman, yang sebelumnya masuk wilayah Paroki Karangpilang, Surabaya, juga resmi gabung ke Paroki Krian. Jauh lebih dekat ketimbang ke Karangpilang.

Sebagai paroki baru, tentu saja dewan pastoral paroki yang baru dilantik Uskup Surabaya perlu melengkapi sejumlah fasilitas standar sebuah paroki. Uskup Sutikno sempat menyebutkan beberapa pekerjaan rumah. Termasuk pastoran atau tempat tinggal pastor.

Profisiat untuk umat Paroki Krian!
Selamat melayani Tuhan dengan iman, harapan, dan cinta!

3 komentar:

  1. Selamat atas berdirinya paroki baru. Semoga fasilitas digunakan utk melayani sesama dengan tulus hati

    BalasHapus
  2. Di tengah pandemi Covid-19 ini, setiap hari ada saja yang berdiskusi tentang Vaksinasi dan disiarkan melalui acara TV. Mendadak muncul banyak para ahli dadakan, dari segala profisi, terutama para selebriti, pokoknya ikut bicara bla-bla-bla.
    Ada juga ahli sejarah yang ikut nimbrung, justru ini yang interessan.
    Pada abad ke 14 sampai abad 19, ada pandemi Pest yang menelan korban sepertiga penduduk Eropa. Pemerintah di Venezia hanya tahu penyakit itu berasal dari kapal-kapal dagang dan pelaut2 luarnegeri. Oleh sebab itu kapal2 dan pelaut2 diisolasi, tidak boleh mendarat selama 40 hari.
    Angka 40 dalam bahasa Italia disebut quaranta. Dari Quaranta muncullah peraturan isolasi yang disebut Quarantäne, atau diindonesiakan menjadi Karantina.
    Setelah itu, para pelaut atau tamu harus punya surat jalan, masuk lewat pelabuhan. Jalan masuk atau melangkah bahasa Italia nya Passa, sedangkan pelabuhan disebut Porto. Dari Passa-Porto muncullah kata Passport. Diindonesiakan jadi Paspor. Betapa effisien nya orang Indonesia. Semuanya disingkat, belum bisa bikin sepeda, sudah bikin pesawat. Baru lulus sekolah, belum pernah bekerja dan belum pernah membayar pajak, tetapi sudah pingin mati jihad ke Palestina dan Afghanistan. Lha mbok baca Kitab yang seksama. Rika niku dikasih umur oleh NYA sampai 70 tahun, disuruh kerja, membayar pajak sampai umur 65 tahun, lalu boleh menerima uang pension. Setelahnya terserah Rika sendiri, mau ke Palestina kek, mau ke Afghanistan kek, ataukah rindu kepada tuan lama pergilah ke Amsterdam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Matur nuwun atas pencerahan yg bikin kita orang agak paham karantina atau kuarantin kata orang Malaysia. Ternyata tempo doeloe ada pandemi pes yang parah.

      Silakan Meneer pigi plesir ke Palestina, Israel, Hollands dsb. Tunggu sampe wabah covid selesai dulu.

      Hapus