Jumat, 19 Juni 2020

Selamat ulang tahun di surga

Tidak banyak orang Indonesia yang merayakan ulang tahun. Kata-kata 'happy birthday' sangat asing. Khususnya di desa. Orang desa bahkan tidak tahu tanggal dan bulan lahirnya. Tahunnya pun sering tidak pasti.

Karena itu, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan ngarang sendiri hari lahirnya: 17 Agustus. Biar gampang diingat. Dan dirayakan ramai-ramai oleh semua orang Indonesia.

Almarhum bapaku, Nikolaus N. Hurek juga sama. Tanggal lahirnya tidak jelas. Tahunnya 1940. Karena itu, dulu pater asal Belanda menulis asal aja tanggal lahir Bapa Niko 6 Desember. Disesuaikan dengan pesta nama Santo Nikolaus atau Nikolas alias Sinterklas setiap 6 Desember.

Setelah tingkat pendidikan makin baik, wajib sekolah 9 tahun, tanggal lahir orang Indonesia lebih akurat. ''Tabe gewan hala muri,'' kata orang Lamaholot di NTT. Tidak lagi ngawur atau mencongak kayak Pater Belanda atau Pak Dis itu.

Namun, tradisi ulang tahun yang dirayakan tetap belum banyak. Sebab dianggap budaya Barat. Semua yang berbau Barat dianggap kurang bermoral, tidak sesuai dengan budaya timur. Apalagi pakai tiup lilin, menyanyi dsb. Kayak Londo aja.

Kini, sejak ada media sosial, hari lahir atau birthday selalu dirayakan. Paling tidak selalu diingatkan oleh Facebook dan medsos yang lain. Ucapan HBD atau Happy Milad (makin populer) berseliweran di media sosial.

Bahkan, ulang tahun itu juga dirayakan untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia. Maklum, Facebook tidak tahu akun-akun mana saja yang orangnya sudah tidak ada lagi di dunia.

''Selamat berbahagia Sayang di surga. Lagi ngapain di sana? Kayaknya ramai banget di sana deh," tulis istri temanku untuk suaminya yang sudah berpulang.

Menarik. Sangat menarik habitus baru orang Indonesia di era kejayaan media sosial ini. Orang tidak lagi alergi HBD, kue ultah, lilin ultah. Ulang tahun dirayakan ramai-ramai secara virtual atau daring.

Saya jadi ingat budaya Tionghoa di kelenteng-kelenteng. Setiap tahun ada pesta ulang tahun dewa-dewi tuan rumah kelenteng secara besar-besaran. Bukan tahun baru Imlek yang dirayakan secara meriah. Pesta sejit dewa bisa tiga hari sampai satu mimggu.

Saya biasa hadir di acara HUT Kong Tiek Tjung On di Kelenteng Cokro Surabaya dan HUT Makco di Kelenteng Sidoarjo. Perayaan HUT dewa dan dewi yang sudah meninggal sekian ratus atau ribu tahun lalu.

Seperti kebanyakan orang Indonesia, awalnya saya heran mengapa orang Tionghoa selalu merayakan HUT orang mati. Bukankah birthday party itu untuk orang hidup?

Tapi lama-lama saya paham makna, filosofi, serta teologi di balik sejit dewa-dewi itu. Bahwa sesungguhnya orang yang sudah meninggal itu tetap berada di tengah-tengah kita.

Orang tua, kakek nenek, keluarga, sahabat yang sudah tiada itu sejatinya cuma berubah dimensi. Roh mereka immortal. Tidak akan pernah mati.

Karena itu, saya tidak lupa mengucapkan selamat ulang tahun kepada Mas Juniarto, pelukis Sidoarjo, komite seni rupa Dewan Kesenian Sidoarjo, yang telah berpulang ke pangkuan-Nya bulan lalu.

Selamat bahagia di surga!

7 komentar:

  1. Dari tulisan di atas, ada dua kata yang sudah sangat lama tidak pernah lagi saya dengar, yaitu pertama kata MENCONGAK. Kata itu sering saya dengar waktu duduk di bangku SRN kelas 5, tahun 1958. Bapak guru saya kala itu adalah Bapak Johanes, orang Timor Asli dari kota Kupang.
    Apakah kata mencongak hanya lazim digunakan di daerah Nusatenggara ?

    Kata kedua, yaitu kata SEJIT. Kata ini lazimnya diucapkan oleh orang2 tionghoa-baba keturunan suku Hokkien. Kalau yang totok mungkin mengucapnya agak beda sedikit, senglit atau selet.

    Kalender-nya orang2 cina, adalah kalender yang disobek setiap hari. Jadi setiap kali ibu-saya melahirkan anak, disobeklah kalender hari itu. Lalu dibelakangnya oleh ibu ditulis dengan maobi dan tinta cina, jam berikut menit dan nama anak yang baru dilahirkan-nya. Jadi setiap anak punya sobekan kalender hari lahirnya, komplit dengan tanggalan masehi, tanggalan imlek dan juga tanggalan Jawa-nya ( kliwon, paing, legi dll.).
    Karena saya sudah anak ke-9 (dari 12 anak), jadi bapak-saya sudah aras2-en lapor ke kantor catatan sipil. Jika ibu bertanya; lu sudah lapor kelahiran anak-lu ? Jawab bapak selalu: besok, besok...
    Sebenarnya saya lahir tanggal 6 Agustus, tetapi di Surat Kelahiran tertulis tanggal 17 Agustus. Soalnya bapak baru datang lapor pada tanggal 18 Agustus. Ketika ditanya oleh pegawai catatan sipil: Kapan anak mu lahir ? Bapak jawab, kemarin malam ! Padahal aku lahir subuh, duabelas hari sebelumnya.
    Bapak pikir, ngapain gua harus berdebat dengan pegawai negeri. Sebab kalau telat lapor, bisa didenda.
    Jadi saya cuma ingat tanggal 17 Agustus, bukanlah birthday ku sesungguhnya.
    Sedangkan tanggal 6 Agustus, aku sering lupa hari ulang tahun ku, kecuali kalau anak2 menelpon dan mengucapkan Gratulation.
    Lacurnya anak2- dan cucu2-ku semuanya sudah jadi Londo-gosong, lain kali Hari Raya Ceng-beng pun bakal tidak ada yang nyembayangi awak-ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamsia kamsia.. penjelasan dan sharing pengalaman yg bagus banget.
      Ternyata hari lahir orang Tionghoa pun ada yang berbeda dengan dokumen catatan sipil negara. Tanggal 17 Agustus HUT Indonesia Raya. Luar biasa!

      Mencongak itu dulu biasa dipake di pelosok NTT untuk menyebut meramal atau prediksi yang agak ngawur. Kata yg paling pas adalah GEWAN dalam bahasa Lamaholot.

      Biasanya ujian pilihan ganda disuruh memilih jawaban yang benar A B C D E. Karena siswanya gak bisa, maka dia ngawur saja memilih salah satu jawaban. Itulah gewan atau mencongak versi kampungku hehehe.

      Hapus
    2. Lain lubuk lain ikannya. Seingat versi beta mencongak ada hubungannya dengan berhitung. Bisa jadi beta keliru, sebab sudah punya gejala pikun.

      Hapus
    3. Betul,anak-anak jaman sekarang sepertinya sudah mengalami pergeseran. Dalam kehidupan sosial pun budaya.
      Lebih suka korea atau yang kebarat-baratan.
      Hilang sudah lama-lama tradisi nenek moyang nanti.
      Kalau lagi sincia taunya cuma cari angpao,coba tanya tentang tradisiya. Dijamin melongo doang.
      Kue keranjang sudah jadi makanan kuno,gak doyan. Lengket,habis makan pasti nempel semua di gigi. Maunya kalau tidak pizza ya makanan dari korea yang susah namanya,tidak jelas rasanya.
      Disuruh coba main barongsai ogah,takut capai. Lebih suka duduk seharian main gadget,yang cuma bikin kacamata tambah tebal.

      Hapus
  2. Iya. Mencongak juga biasa dipakai untuk berhitung di luar kepala. Tanpa bantuan alat tulis, kalkulator dsb.

    Misalnya 1 x 23 = ?

    Murid-murid disuruh angkat tangan dan menghitung di kepala. Setelah satu dua menit murid-murid menulis hasilnya di kertas.

    BalasHapus
  3. Versi Kamus Besar Bahasa Indonesia:

    CONGAK: taksiran yang dibuat dalam kepala saja, tidak ditulis: biaya pembelian barang baru dibuat dengan -- saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ergo : Mencongak adalah cara berhitung pakai taksiran, kira-kira, tanpa sempoa kertas dan pensil. Buah hasil dari mencongak : Besar Pasak Dari Tiang.
      Mangkanya beta sewaktu kuliah sering diusir oleh Professor Bule, bahkan diejek oleh nya. Kata-nya : Orang2 bilang Chinese itu pandai berhitung, mengapa kamu demikian bodoh, soal hitungan yang sedemikian sederhana saja engkau tidak mampu menyelesaikan nya. Pergi ! Belajar lagi ! Semester depan datang lagi untuk ujian !
      Ban-ban Kamsia atas penjelasan Anda berdasarkan KBBI, sekarang beta baru sadar, bahwa beta diusir oleh Guru Besar Bule itu, adalah kenyataan dan keputusan yang adil.
      Sejak 51 tahun beta dendam kepada Professor Bule itu; Bule Jancuk, Asu, Nazi, Anti Asing-Aseng, Matheko kono, Asu nochmals.
      Mea Culpa, Mea Maxima Culpa, Bapak Professor Miserere mei, Requiescat in pace !
      Kesimpulan-nya : Semua gara-gara CONGAK ! Jiwasraya, Asabri, Garuda, Pertamina, BUMN-BUMN, Pesawat Tetuko, POLYGAMIE:4x1=1 .

      Hapus