Wabah virus corona mengimbas ke mana-mana. Termasuk urusan ibadah atau liturgi. Gubernur Khofifah mengeluarkan surat edaran yang intinya melarang kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Tentu saja termasuk jemaat yang beribadah di masjid, gereja, pura dsb.
Bagaimana dengan gereja? Khususnya Gereja Katolik. Saya cek di Paroki Roh Kudus, Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, misa harian berlangsung seperti biasa. Ekaristi yang dimulai pukul 05.30 berlangsung normal saja.
Tadinya saya pikir misa harian atau daily mass ditiadakan gara-gara covid itu. Umat yang datang pun relatif stabil. Rata-rata 80 sampai 100 orang. Kadang bisa lebih.
"Kita justru lebih mendekatkan diri pada Tuhan," kata salah seorang jemaat yang rajin misa setiap pagi. Ibu ini rupanya tidak termakan isu corona. "Kita harus waspada tapi tidak boleh panik," katanya.
Lantas, bagaimana kebijakan resmi Paroki Roh Kudus, Surabaya, untuk misa hari Minggu?
Asal tahu saja Sunday Mass selalu dihadiri ribuan umat. Tempat duduk selalu penuh sampai di luar. Bahkan 15 menit sebelum misa tempat duduk sudah terisi.
Saya tanyakan pada Pastor Paroki Roh Kudus Pater Dominikus Udjan SVD. Pater atau romo asal Pulau Lembata, NTT, itu menjawab via WA.
"Selamat pagi Ama. Misa tetap ada. Yang sehat dan mau datang ikut silahkan dan yang tidak ikut juga tidak apa2. Prinsipnya tidak dipaksa," tulis Pater Domi Udjan.
Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Intinya, selagi masih darurat wabah corona, umat Katolik tidak diwajibkan ikut misa hari Minggu di gereja. Bisa berdoa bersama keluarga di rumah atau doa pribadi.
Sebelumnya Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono mengeluarkan surat edaran kepada para pastor di Keuskupan Surabaya. Bapa Uskup meminta para imam agar tidak menyebarkan kepanikan terkait pandemi Covid-19 ini.
Umat yang sakit diminta berdoa di rumah masing-masing. Tidak perlu ke gereja. Namun, pelayanan sakramen tetap berlangsung dengan memperhatikan social distancing, kesehatan diri, dan kebersihan lingkungan.
Gereja-gereja juga diminta menyiapkan tempat cuci tangan, hand sanitizer dsb. Tempat-tempat ziarah dan devosional di lingkungan gereja ditutup sementara hingga akhir Maret 2019.
Kebijakan Keuskupan Surabaya tampaknya tidak seketat Keuskupan Agung Jakarta dan Keuskupan Agung Semarang. Kedua keuskupan utama di tanah air itu meniadakan misa hari Minggu, misa harian, dan semua kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Umat Katolik di Jakarta malah dianjurkan mengikuti misa via live streaming dan YouTube. Bisa jadi karena dampak corona di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jogjakarta lebih parah ketimbang di Jawa Timur.
Bagaimana dengan gereja? Khususnya Gereja Katolik. Saya cek di Paroki Roh Kudus, Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, misa harian berlangsung seperti biasa. Ekaristi yang dimulai pukul 05.30 berlangsung normal saja.
Tadinya saya pikir misa harian atau daily mass ditiadakan gara-gara covid itu. Umat yang datang pun relatif stabil. Rata-rata 80 sampai 100 orang. Kadang bisa lebih.
"Kita justru lebih mendekatkan diri pada Tuhan," kata salah seorang jemaat yang rajin misa setiap pagi. Ibu ini rupanya tidak termakan isu corona. "Kita harus waspada tapi tidak boleh panik," katanya.
Lantas, bagaimana kebijakan resmi Paroki Roh Kudus, Surabaya, untuk misa hari Minggu?
Asal tahu saja Sunday Mass selalu dihadiri ribuan umat. Tempat duduk selalu penuh sampai di luar. Bahkan 15 menit sebelum misa tempat duduk sudah terisi.
Saya tanyakan pada Pastor Paroki Roh Kudus Pater Dominikus Udjan SVD. Pater atau romo asal Pulau Lembata, NTT, itu menjawab via WA.
"Selamat pagi Ama. Misa tetap ada. Yang sehat dan mau datang ikut silahkan dan yang tidak ikut juga tidak apa2. Prinsipnya tidak dipaksa," tulis Pater Domi Udjan.
Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Intinya, selagi masih darurat wabah corona, umat Katolik tidak diwajibkan ikut misa hari Minggu di gereja. Bisa berdoa bersama keluarga di rumah atau doa pribadi.
Sebelumnya Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono mengeluarkan surat edaran kepada para pastor di Keuskupan Surabaya. Bapa Uskup meminta para imam agar tidak menyebarkan kepanikan terkait pandemi Covid-19 ini.
Umat yang sakit diminta berdoa di rumah masing-masing. Tidak perlu ke gereja. Namun, pelayanan sakramen tetap berlangsung dengan memperhatikan social distancing, kesehatan diri, dan kebersihan lingkungan.
Gereja-gereja juga diminta menyiapkan tempat cuci tangan, hand sanitizer dsb. Tempat-tempat ziarah dan devosional di lingkungan gereja ditutup sementara hingga akhir Maret 2019.
Kebijakan Keuskupan Surabaya tampaknya tidak seketat Keuskupan Agung Jakarta dan Keuskupan Agung Semarang. Kedua keuskupan utama di tanah air itu meniadakan misa hari Minggu, misa harian, dan semua kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Umat Katolik di Jakarta malah dianjurkan mengikuti misa via live streaming dan YouTube. Bisa jadi karena dampak corona di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jogjakarta lebih parah ketimbang di Jawa Timur.
Orang Indonesia bandel sekali, tidak mengerti bahaya utk diri sendiri dan terutama untuk orang lain jika dirinya menjadi medium penularan, walaupun dirinya sendiri tidak ada gejala.
BalasHapusDulu orang Indonesia sangat patuh sama pemerintahan orde baru. Pakar2 di kampus pun manut pak harto. Apa pun kata pak harto dan pemerintah diikuti karena dianggap baik dan benar.
BalasHapusMirip di Tiongkok yang satu komando, tegas, dan rakyatnya sangat manut.
Setelah reformasi 98, orang Indonesia seakan mabuk demokrasi. Bangsa yg dulu sangat manut pemerintah jadi bebas lepas bahkan agak liar. Ngoceh sembarangan di media sosial.
Makanya siapa pun presiden gubernur bupati atau wali kota akan pusing menghadapi bangsa 62. Belum lagi ada elemen2 antibineka dan antipancasila ikut bermain di air keruh.
Orang California pun demokrasi, malah sudah sejak 1849. Tetapi manut juga kalau disuruh tinggal di rumah. Bedanya ialah tingkat pengertiannya. Embuh ya.
BalasHapusBetul... saya sudah intip beberapa kota di USA via youtube. Memang sangat sepi. Hollywood, santa monica pantainya kosong.. cuma beberapa gelintir orang saja.
BalasHapusBetul juga kalau pengertian orang Indonesia memang masih sangat parah. Sebagian orang malah menganggap covid ini bukan ancaman alias main2 aja.
Selain itu, sebagian orang Indonesia sulit disuruh duduk manis di rumah atau kerja dari rumah... karena tidak akan dapat uang. Mau makan apa? Repot memang.
"PNS enak tetap digaji penuh meskipun gak masuk atau kerja dari rumah. Pekerja2 pabrik bagaimana," begitu suara yg keluar di media sosial.
Iya memang repot. Di Denmark pemerintah menanggung gaji karyawan dan pengangguran selama tiga bulan. Biayanya diperkirakan 13% dari PDB negara. Apakah mbak Sri Mulyani dan Mas Joko bisa menganggarkan uang sebanyak itu?
HapusHehehe ciamik cak.
BalasHapusSampean ini meskipun sudah jadi wong amrik tapi masih nguri uri tata cara jowo atau nusantara. Sebut mas joko dan mbak sri.
Saya ikuti vlog guru2 bahasa inggris asli USA semuanya menolak kata sandang ala mbak mas kak abang uncle etc. Mereka sangat tegas bilang langsung sebut nama depannya aja tanpa memandang usia, jebatan, status sosial etc.
Bapak presiden pun dipanggil Hi Donald.. please make america great again!!!
Kl si Donal memang tidak patut dipanggil Mister. Panggil Donal aja sudah kebagusan. Cocoknya dipanggil Donkey. Presiden rasis yg saya doakan cepat mati kena virus.
HapusBapak Trump ini tipe pemimpin yg menggampangkan masalah. Over simplifikasi. Retorikanya menggebu-gebu karena ia selalu memelihara suasana perang dengan demokrat. Trump juga kurang memperhatikan nasihat2 dari dokter dan pakar2 amerika yg hebat2.
BalasHapusOrang belanda tempo dulu bilang koppig: kepala batu. Endase atos koyok watu! Makanya dia lebih percaya sama otaknya sendiri.