Gowes dari Kamal ke Bangkalan Kota tidak berat. Cuma 18 atau 20 km. Ada tanjakan ringan berganti turunan. Paling asyik gowes di Madura ketimbang Surabaya yang flat total. Satu-satunya tantangan cuma tanjakan agak berat di bong atawa Makam Tionghoa, Socah.
Tak jauh dari pertigaan arah ke Makam Mbah Cholil ada kantor Radar Madura. Surat kabar milik Jawa Pos Group. Kantor bagus, halaman cukup luas.
Ayas mampir, selamat pagi untuk mas penjaga atawa satpam yang duduk di depan kantor. "Bisa ketemu wartawan atau redaktur Radar Madura?" Ayas bertanya.
"Anda siapa? Anda dari mana?"
Nadanya kurang bersahabat. Ayas mungkin dicurigai sebagai peminta sumbangan, orang gak jelas, atau semacam wartawan abal-abal. Sebab, Ayas gowes atawa ngontel dari Surabaya. Bukan naik mobil atawa menunggang sepeda motor layaknya wartawan konvensional.
"Mana kartu pers Anda? Saya mau lihat!"
Masih dalam nada gak enak. Ayas sebetulnya sudah malas dan hendak minta diri. Tapi Ayas ladeni permintaannya. Ayas keluarkan kartu tanda pengenal.
Mas Penjaga itu kayaknya masih kurang puas. Dia ngetes lagi. Persis interogasi. Siapa nama direktur Radar Surabaya? Siapa nama direktur Jawa Pos? Anda di bagian apa?
"Apakah Radar Madura libur hari Sabtu?" Ayas bertanya meski sudah paham Radar Madura pasti tetap terbit hari Minggu karena satu paket atau kopel dengan Jawa Pos.
"Anda ini ngakunya wartawan Jawa Pos Group. Masak nggak tahu kalau wartawan itu tidak ada liburnya?" masih ketus Mas Penjaga itu.
Ayas pun menyerah. Putus harapan untuk sekadar mampir basa-basi sedikit dengan kawan-kawan redaksi Radar Madura. Harus diakui Radar Madura punya kinerja edisi online yang sangat bagus. Ayas ingin cari resepnya alias studi banding kecil-kecilan.
Sayang, sambutan yang tidak ramah dari Mas Penjaga membuat runyam semuanya. Ayas mohon maaf sekaligus minta diri. Lanjut gowes ke Bangkalan Kota.
Ayas ketawa sendiri sepanjang jalan. Sudah sekian tahun tidak pernah ada narasumber atau siapa pun yang minta kartu pers. Apalagi menginterogasi kayak penyidik kepolisian atawa kejaksaan. Asem!
Apes juga bung kebetulan bertemu dengan karyawan yg kurang ramah. Bagus buat pengalaman.
BalasHapusOrang seperti itu harusnya dibentak balik. Sayang sekali di Jawa dan Madura banyak orang masih memperlakukan orang lain berdasarkan warna kulit.
BalasHapusBetul bung. Siapa pun dia yg namanya tamu harus dihormati dan dijawab dengan baik semua pertanyaannya. SOP itu yg kami terapkan di Kembang Jepun gedung heritage itu.
HapusMau turis dari Taiwan, Tiongkok, Belanda, AS atau pengunjubg lokal selalu saya terima, welcome dan ladeni dengan baik. Dia nanya apa aja saya jawab selama saya paham.
Kasus di pulau garam ini memang ironis karena kantor media massa. Mungkin kurang knowledge dan karakternya sudah seperti itu.