Senin, 04 Agustus 2025

Bella dan Anang pamitan, kangen polo pendhem gembili talas bentoel

Bella pamit duluan lalu disusul Anang. Selalu ada rasa sedih ketika kolega yang cukup lama berada di ruangan yang sama pamit. Kontrak habis atau sebab lain.

Bella tipe anak muda milenial yang antusias tapi kritis. Tidak segan-segan mengoreksi atasannya. Sesuatu yang kurang lazim bagi generasi lawas. 

"Bos tak pernah salah," begitu prinsip lama yang selalu diingat karyawan atawa pegawai swasta dan pemerintah.

Anang Yulianto boleh dikata wong lawas. Tamatan grafika di Malang. Sangat paham teknologi percetakan era film hingga digital. Kaki sebelahnya di teknologi cetak model lama. Kaki satunya model baru yang tidak pakai film.

Dulu Anang dkk gantian bawa film ke percetakan. Naik motor malam-malam. Biasanya jelang pukul 00.00. Cetak jarak jauh belum lazim di Indonesia.

Di era cetak jarak jauh, Anang cukup koordinasi dengan karyawan percetakan yang jauh di daerah Wringinanom Gresik. Koreksi sedikit kalau ada masalah teknis.

Anang tinggal jauh di Tanjangrono Mojosari. Sudah masuk Kabupaten Mojokerto. Saban hari naik motor pergi pulang ke kantor. Pernah rawat inap lama, operasi gara-gara kecelakaan di Geluran Taman.

Waktu itu saya kurang konsentrasi. Kecapekan, katanya sambil tersenyum.

Kecelakaan gara-gara kecapekan, jaga deadline sampai larut malam tak membuang kawan asal Malang Kabupaten ini kapok. Ia terus kerja kerja kerja... mencari makna hidup. Meski penghasilannya sebagai petani di Mojosari bisa jadi lebih tinggi.

Anang selalu bawa polo pendhem ke kantor. Singkong rebus, telo rambat, talas, bothek, uwi, gembili,  bentoel dan sebagainya. Hasil panen dari kebun sendiri. Kebun mertuanya yang asli Tanjangrono.

Gara-gara Anang pula aku dan kawan-kawan jadi akrab dengan aneka tanaman polo pendhem. Akrab dengan gembili. Aku dulu penasaran dengan Jalan Gembili dekat gereja parokiku zaman dulu, Paroki Yohanes Pemandi, dekat RSAL yang berada di Jalan Gembili.

Gembili itu apa? Tidak ada umat paroki yang paham. Ada yang mengira semacam nama pewayangan kayak Kunti, Sadewa, Arjuna dsb.

Aha.. ternyata gembili itu sejenis ubi yang ada rambutnya. Ada manis-manisnya.

Sejak Anang pamit wisuda, tak ada lagi gembili yang bisa dinikmati. Aku cari di beberapa warkop lawas Surabaya tapi jarang ada. Biasanya cuma ubi jalar dan singkong rebus atau bothe yang ada.

Sampean mampir saja ke rumah kalau pengen singkong atau talas. Silakan cabut sendiri, katanya.

Anang memang tahu kalau aku sering ngadem ke daerah Jolotundo Trawas lewat Mojosari dan Ngoro. Dulu aku pun sering blusukan ke kampung-kampung seputar PG Kremboong dan PG Watoe Toelis Sidoarjo. Anang tinggal dan berkebun tak jauh dari situ.

Rutam nuwus, Sam Ngana!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar