Dua bulan sudah aku sudah bisa bike to work, B2W. Napas biasa, tidak capek lagi meski harus melahap rute lumayan panjang. Sekitar 25-30 km pergi pulang dari Kelurahan Rungkut Menanggal ke Kelurahan Bongkaran di kawasan kota lama.
Aku sendiri pun heran. Tak menyangka bisa gowes sejauh itu. B2W saban hari. Cuma dua tiga hari gagal B2W karena hujan deras mengguyur Kota Surabaya.
Mengapa tidak nyoba jarak jauh sekalian? Rute Surabaya - Jolotundo? Kalau tidak kuat, ya leren, pulang. Atau nuntun aja sepedanya. Begitu bisikan dari langit.
Yes, I do!
Aku pun coba gowes dari Rungkut Menanggal ke Jolotundo, Kecamatan Trawas, Mojokerto. Lewat jalur Krian, Mojosari, yang lebih landai ketimbang jalur Ngoro yang penuh tanjakan.
Pulangnya baru menikmati turunan panjang Jolotundo, Ngoro, Watukosek, kampung Inul di Kejapanan, Porong, Lapindo hingga Sidoarjo sampai Surabaya.
Sepeda Polygon lawas disetel dengan rasio gir lebih ringan ketimbang setelan dalam kota yang sengaja dibuat agak berat. Rasio gir ini penting untuk melahap tanjakan pegunungan ala Jolotundo.
Lumayan capek tapi akhirnya bisa mendekati Jolotundo tempat wisata alam yang terkenal dengan petirtaan dan sumur kuna peninggalan Raja Airlangga. Tiga km jelang garis finish di Jolotundo tanjakan terlalu ekstrem.
Pesepeda senior yang pakai sepeda mahal canggih pun biasanya kewalahan. Apalagi sepeda tua keluaran 2005-an yang girnya sudah protolan.
Apa boleh buat, aku sering nuntun. Kalau jalan agak datar atau tanjakan ringan giwes lagi. Akhirnya tiba di garis finish. Gasebo yang jadi markas komunitas pesepeda dari Surabaya, Sidoarjo, dan sekitarnya.
Mampir sejenak ngopi di PPLH: Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. Beberapa kenalan tidak percaya kalau aku gowes dari Surabaya sampai ke Jolotundo. Sekitar 60 km versi Mbah Google.
Mbah Gatot Hartoyo budayawan dan sesepuh Sidoarjo pun kaget melihat aku menuntun sepeda pancal ke rumah panggungnya di Dusun Biting, masih satu desa dengan kawasan wisata Jolotundo.
"Saya cuma iseng aja ngetes fisik gowes ke Jolotundo. Alhamdulillah, ternyata sampai di garis finish dengan selamat," basa-basi kepada Mbah Gatot.
Mbah Gatot kelihatan capek dan ngantuk meski belum pukul 21.00. Beda dengan sebelum covid ia biasa "diganggu" rombongan dari Sidoarjo melekan semalam suntuk. Bahas seni budaya, politik, birokrasi, zionisme, hingga kerusakan lingkungan hidup.
Aku pun permisi istirahat. Melepaskan lelah, tidur nyenyak sampai pagi di Jolotundo. Pulangnya ngebut banget meski tidak mancak pedal karena turunan panjang hingga ke Ngoro Industri.