Kamis, 21 November 2024

Manusia Modern Lebih Suka Baca Ramalan Shio, Zodiak, Weton ketimbang Baca Berita-Berita Serius

Enam  berita terpopuler di PORTAL BERITA terbesar di Indonesia Kamis pagi ini:

1. Melarat Menjadi Ningrat: 8 Weton yang Tidak akan Sengsara Lagi Beralih Menjadi Hidup Makmur dan Sejahtera

2. Enam Tanggal Lahir Diberi Kecerdasan Intelektual Berpikir Logis Mudah Pecahkan Masalah

3. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 19 November 2024 : Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo dan Virgo

4. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 20 November 2024 : Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo dan Virgo

5. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 19 November 2024 : Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces

6.  Keberuntungan Tertahan 2024, Kini Bendungan Rezeki 6 Weton Segera Jebol Pada 2025

Sudah lama konten terpopuler, dus disukai pembaca, adalah shio atau fengshui Tionghoa, ramalan bintang (zodiak), dan weton jowo. Saban hari pasti masuk 10 besar.

Bagaimana dengan konten-konten utama jurnalistik seperti berita? Sangat jarang masuk 10 besar. Sekali-sekali masuk top ten kalau ada kejadian yang benar-benar besar dan heboh. 

Shio, zodiak, weton selalu stabil di peringkat teratas konten paling populer. Karena itu, konten-konten ramalan nasib atau horoskop itu selalu dibuat para content creator atawa kreator konten.

Cukup bekerja di dalam ruangan, selancar sana sini di internet, media sosial, minta bantuan AI dsb, maka jadilah konten horoskop. Tidak perlu turun ke lapangan, wawancara, motret, mandi keringat seperti wartawan beneran. 

Kerja cerdas, bukan kerja keras! Kerja keras itu kuli tinta alias wartawan old school. Kerja cerdas gaya wartawan, eh kreator konten "jaman now". Kerja kuli hasilnya sedikit. Tidak pernah masuk 10 besar.

Saya bertanya kepada Tuan AI: mengapa konten terkait shio, zodiak, dan weton Jawa mengalahkan berita jurnalistik di portal berita terbesar di Indonesia?

 Beberapa alasan mengapa ini terjadi adalah:

1. Kebutuhan akan hiburan dan pelarian

 Dalam era informasi yang sangat cepat dan penuh tekanan, banyak orang mencari konten yang menawarkan hiburan, rasa nyaman, atau sekadar pelarian dari berita-berita yang berat atau menegangkan. Ramalan-ramalan tersebut memberikan hiburan ringan, yang jauh dari berita aktual yang sering kali penuh dengan konflik atau kejadian yang menegangkan.

2. Keterbatasan perhatian

Dalam dunia digital yang serba cepat, perhatian pembaca menjadi sangat terbagi. Banyak orang cenderung mencari konten yang bisa diserap dengan cepat dan tanpa banyak usaha. 

Berita jurnalistik, dengan analisis mendalam dan informasi yang membutuhkan perhatian lebih, bisa kalah saing dengan konten yang lebih mudah dikonsumsi, seperti ramalan yang hanya membutuhkan pembaca untuk membaca sekilas.

3. Personalisasi dan keinginan untuk relevansi pribadi

Shio, zodiak, dan weton Jawa sangat relevan dengan pengalaman pribadi pembaca. Orang cenderung tertarik pada hal-hal yang bersifat pribadi dan dapat memberikan informasi yang seakan-akan sesuai dengan mereka secara individu. 

Ini berbeda dengan berita jurnalistik yang lebih bersifat umum dan berfokus pada peristiwa besar yang mungkin tidak langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari.

4. Media sosial dan viralitas

Konten seperti ramalan lebih mudah menjadi viral di media sosial. Mereka sering kali dibagikan karena sifatnya yang menarik, menghibur, atau bahkan mengejutkan. Artikel yang lebih serius atau berat mungkin tidak mendapatkan daya tarik yang sama di platform-platform sosial yang lebih cepat.

5. Kepercayaan dan nilai budaya

Di Indonesia, kepercayaan terhadap hal-hal seperti zodiak dan weton Jawa sangat kuat di sebagian kalangan. Ini membuat jenis konten tersebut memiliki audiens yang setia. Sebaliknya, berita jurnalistik, meskipun penting, mungkin dianggap kurang relevan atau menarik bagi orang-orang yang lebih percaya pada keberuntungan atau ramalan.

"Namun, ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak tertarik lagi pada berita jurnalistik. Lebih tepatnya, ada pergeseran dalam cara orang mengonsumsi berita," kata AI.

Nah, sekarang saya makin sadar mengapa tulisan-tulisan di blog ini makin jarang dibaca. Dan, tidak lagi masuk dalam algoritma Google.

Paus Fransiskus Minta Dimakamkan Secara Sederhana Tanpa Upacara Megah - Tidak Perlu Peti Bertingkat

Paus Fransiskus dikenal dengan gaya hidupnya yang sederhana. Bapa Suci asal Argentina itu minta agar dimakamkan secara sederhana. 

Paus Fransiskus memilih peti kayu berlapis seng sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Meninggalkan tradisi panjang Gereja Katolik yang biasanya menggunakan tiga peti bertingkat dari kayu cemara, timah, dan ek.

Permintaan tersebut diumumkan melalui ritus formal baru yang diterbitkan Vatikan pada Rabu (20/11/2024). Selain peti sederhana, Paus juga menolak prosesi megah yang biasanya menampilkan jenazah paus di atas catafalque, sebuah panggung khusus di Basilika Santo Petrus. 

Sebagai gantinya, tubuh Paus Fransiskus nantinya akan tetap berada dalam peti dengan tutup terbuka selama penghormatan terakhir umat.

Paus yang akan berulang tahun ke-88 pada 17 Desember mendatang, masih aktif menjalankan tugasnya meski menggunakan kursi roda akibat masalah pada lutut dan punggung. Dalam beberapa bulan terakhir, ia bahkan melaksanakan dua kunjungan luar negeri yang melelahkan pada September serta memimpin sinode besar di Vatikan selama Oktober 2024.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Paus Fransiskus untuk menyederhanakan banyak tradisi Gereja Katolik. Tahun lalu, ia menyatakan keinginannya untuk mempersingkat ritus pemakaman paus yang selama ini dikenal panjang dan penuh simbolisme.

 Selain itu, Paus Fransiskus juga menyampaikan rencana untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, bukan di Basilika Santo Petrus seperti para pendahulunya.

Pilihan ini mencerminkan hubungan spiritual mendalam Paus Fransiskus dengan Santa Maria. Ia kerap mengunjungi basilika tersebut untuk berdoa sebelum dan sesudah kunjungan apostolik ke luar negeri. 

Jika rencana ini terwujud, Paus Fransiskus akan menjadi paus pertama yang dimakamkan di luar Vatikan dalam lebih dari satu abad, sejak Paus Leo XIII yang wafat pada 1903 dan dimakamkan di Basilika Santo Yohanes Lateran, Roma.

Tradisi pemakaman paus dengan tiga peti yang bertumpuk telah berlangsung selama berabad-abad untuk memastikan jenazah tetap terjaga dari kerusakan serta memungkinkan barang-barang simbolis, seperti koin atau dokumen, disertakan bersama jenazah. 

Namun, melalui keputusan ini, Paus Fransiskus sekali lagi menunjukkan komitmennya pada kesederhanaan dan pengabdian spiritual yang mendalam.

Keputusan ini diharapkan akan memberikan inspirasi bagi umat Katolik di seluruh dunia untuk lebih memusatkan perhatian pada nilai-nilai spiritual dibandingkan tradisi megah yang sering kali penuh simbolisme.

Rabu, 20 November 2024

Nelys Manuk, Komposer Lagu "Sedon Lewa Papan", Tak Menyangka Karyanya Viral di Mana-Mana

 Lagu "Sedon Lewa Papan" karya Nelys Manuk, komposer asal Botung, Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT, menjadi viral setelah di-cover oleh L. Wurin, seorang polisi sekaligus penyanyi pop Lamaholot. Popularitas lagu ini melejit, tak hanya di Nusa Tenggara Timur (NTT) tetapi juga hingga ke luar negeri.

Nelys Manuk mengungkapkan bahwa lagu Sedon Lewa Papan diciptakan pada tahun 1990-an saat ia masih duduk di kelas 2 SMA di Larantuka. Lagu itu berkisah tentang Kopong, seorang pemuda Lamaholot, menjalin asmara dengan gadis cantik dari seberang lautan tapi kandas. Sang Sedon (gadis) diam-diam kecantol dengan pemuda dari Tanah Jawa.

"Sedon Lewa Papan itu lagu kedua saya. Tapi hanya disimpan saja karena teknologi belum semaju sekarang," ujar komposer yang tinggal di Podor, Larantuka, NTT.

Pada tahun 1992, saat bekerja di Radio Khusus Pemerintah Daerah (RKPD) Flores Timur, Nelys Manuk mencoba menyodorkan lagu itu untuk disiarkan. "Ternyata dapat sambutan yang bagus," kenangnya.

Sambutan tersebut mendorong Rusny Assan, seorang penyanyi lokal, untuk merekam lagu Sedon Lewa Papan di Surabaya. "Waktu itu masih dalam bentuk kaset pita," kata Nelys Manuk.

Bertahun-tahun kemudian, di era digital, Nelys melihat potensi untuk membangkitkan kembali lagu Sedon Lewa Papan. Ia menganalisis suara beberapa penyanyi Lamaholot di YouTube dan media sosial sebelum akhirnya menemukan sosok yang cocok.

 "Saya merasa L. Wurin adalah pilihan yang tepat. Padahal, saya tidak kenal dia sebelumnya, meskipun dia di Lewoleba dan saya di Larantuka yang sebenarnya cukup dekat," ujarnya.

Nelys Manuk kemudian mencari kontak WhatsApp (WA) Laurensius Wurin dan mengajaknya bekerja sama. Hasilnya, lagu Sedon Lewa Papan yang dibawakan Laurensius Wurin mendapat sambutan luas di media sosial, terutama di TikTok.

 "Puji Tuhan, lagu Sedon Lewa Papan bisa diterima banyak orang," kata Nelys Manuk yang murah senyum itu.

"Saya sendiri terkejut karena tidak akrab dengan media sosial, khususnya TikTok. Saya dikasih tahu teman-teman bahwa Sedon Lewa Papan viral di TikTok."

Lagu Sedon Lewa Papan kini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan masyarakat Lamaholot, tetapi juga medium untuk memperkenalkan budaya daerah ke tingkat nasional dan internasional.

 "Terima kasih telah menghargai karya kami, anak Lewotana, untuk mengabadikan dan melestarikan budaya Lamaholot melalui koda kirin," tambah Nelys Manuk.

Kisah ini menjadi bukti bahwa musik tradisional dengan sentuhan modern mampu menembus batas geografis dan menarik perhatian lintas budaya.

Nuel Muda, Komposer Liturgi Asal Sumba, Hasilkan Lebih dari 120 Lagu Gerejani

 Emanuel Laurentius Muda, atau yang akrab disapa Nuel Muda, adalah seorang komposer musik liturgi Katolik yang telah menghasilkan lebih dari 120 lagu. 

Karya-karya Nuel yang memuliakan Tuhan dihimpun dalam sebuah buku berjudul "Nyanyikan Lagu Baru bagi Tuhan". Namun, buku ini belum diterbitkan karena kendala biaya.

 Hingga kini, hanya beberapa teman dekat yang memiliki buku tersebut. Buku tersebut telah memuat 88 lagu, sementara lagu lainnya masih berupa fotokopi dan file dalam flashdisk.

"Saya ketik semua lagu ini sendiri menggunakan program Words dengan format yang saya buat sendiri," ujar Nuel,  kelahiran Weetebula, Sumba Barat Daya, NTT, 10 Desember 1955.

Meski belum mendapatkan rekomendasi resmi dari Komisi Liturgi (Komlit), Nuel selalu menggunakan lagu-lagunya setiap kali bertugas memimpin paduan suara. "Saya siapkan fotokopi teks untuk umat, dan mereka dilatih bernyanyi bersama," tambahnya.

Beberapa karya andalannya antara lain:

"Ya Tuhan Kami Percaya", lagu ke-54 yang mengajak umat mempercayakan hidup kepada Allah.

"Mari Kita Wartakan", lagu komuni untuk Masa Paskah yang penuh semangat pewartaan.

"Kami Datang Bapa", lagu persembahan dengan motif gong khas Sumba yang bisa diiringi tarian liturgis.

"Bunda Penuh Rahmat", lagu ke-86 yang menjadi pujian untuk Bunda Maria.

Nuel mengungkapkan bahwa ia banyak belajar dari Romo Karl Edmund Prier, SJ, direktur Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta. "Beliau sering memberikan koreksi pada komposisi dan aransemen lagu-lagu saya. Karena itu, karya saya banyak terpengaruh oleh gaya aransemen PML," jelasnya.

Inspirasi menciptakan lagu kerap datang dari pengalaman sehari-hari. Salah satunya adalah lagu "Marilah Kita Merenungkan", yang idenya muncul saat perjalanan dari Yogyakarta ke Purwokerto. 

"Melodi itu tiba-tiba muncul di kepala, lalu saya matangkan saat sudah sampai rumah," kenang pria yang menjadi organis di Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto sejak tahun 1990 hingga sekarang itu.

Selain itu, Nuel juga menciptakan lagu-lagu bertema khusus seperti "Panggilan Tuhan", yang mengajak umat menanggapi panggilan Allah, dan "Jagalah KawananKu", yang diciptakan untuk para imam agar tetap setia pada janji imamat.

"Semua talenta ini adalah pemberian Tuhan, maka saya persembahkan kembali kepada-Nya," tutup Nuel penuh syukur. 

Melalui karya-karyanya, ia berharap dapat terus memuliakan Tuhan dan memperkaya musik liturgi gereja.

Lowongan Kuli Toko di Rungkut, Jadi Ingat Kuli Tinta, Bangsa Kuli

Sudah lama saya tidak dengar dan baca kata "kuli". Padahal, dulu saya selalu ngaku "kuli" kalau ditanya kerja di mana, kerja apa, kok pulang tengah malam terus.

Kuli tinta, kerennya. Tapi "tinta" dibuang tinggal kuli tok.

"Kuli apa?" tanya Mbah Tandur tukang soto di Rungkut.

"Kuli, masak gak ngerti!"

Sejak itu Mbah Tandur menganggap saya kerja sebagai kuli pelabuhan. Di Kalimas, Jamrud, kawasan Tanjung Perak. Kuli angkut, tukang pikul barang-barang berat.

Gara-gara dianggap kuli pelabuhan, bukan kuli tinta, porsi makan saya selalu dilebihkan Bu Tandur. Nasinya banyaaak. Soto ayam juga begitu -- kuahnya. Isinya sih sama saja.

Kuli harus makan banyak supaya kuat mikul barang di Kalimas. Mungkin begitu fikiran Mbah Tandur. Asyik juga dianggap kuli beneran!

Pagi ini saya lihat spanduk di dekat jalan raya kawasan Rungkut Menanggal. Isinya: "Dibuka lowongan pekerjaan kuli toko..."

Hahaha... kata "kuli" yang sudah lama hilang muncul lagi di Surabaya. Mungkin baba Tionghoa itu wong lawas. Biasa pakai kata "kuli" warisan kolonial Belanda. Mungkin baba itu belum biasa basa-basi gaya eufemisme: karyawan, pekerja, staf.. atau kata-kata lain yang dianggap lebih halus.

Kata "kuli" memang ada di dalam kamus bahasa Indonesia. Mulai kamus awal kemerdekaan hingga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Owe periksa kata "kuli" di kamus.

KBBI: kuli n orang yang bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisiknya (seperti membongkar muatan kapal, mengangkut barang dari stasiun satu tempat ke tempat lain) pekerja kasar: aku minta dicarikan -- pengangkut barang"

Kamus St Moh Zain, 1952:
pekerja atau buruh yg bukan tukang. buruh yg tidak ada kepandaian khusus. pemikul barang².
 
Bung Karno mengatakan: 

"Di antara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan Lautan Indonesia, hidup suatu bangsa yang mula-mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa. Tapi akhirnya kembali menjadi kuli diantara bangsa-bangsa, kembali menjadi  een natie van koelies, en een kolie onder de naties. Bangsa koeli dan koeli di antara bangsa-bangsa"

(Soekarno–Tahun Vivere Pericoloso – 1964).

Naga-naganya omongan Bung Karno ada benarnya. Hidup kuli!

Selasa, 19 November 2024

Mahathir Mohamad about big Chinese Characters in Kuala Lumpur 

By MAHATHIR BIN MOHAMAD 

1. Weekends I drive around Kuala Lumpur.

2. Sometime I drop in the shopping complexes.

3. KL's shopping complexes are great.

4. The new ones are fantastic.

5. They are bigger and better than the shopping complexes in London or Tokyo.

6. The other day I dropped in one of the new ones.

7. Wow. It is great.

8. But suddenly I felt I was in China.

9. Then I realised why.

10. All the signboards are in Chinese with English translations.

11. Nothing in Malay. Not at all.

12. So is this Malaysia.

13. Or have we become a part of China.

14. English I can understand why.

15. Even in Japan signboards have English translations.

16. But big Chinese characters.

17. I was told that some Chinese TV refer to Malaysia as Little China.

18. Why?

19. Because among the Southeast Asian countries Malaysia displays the Chinese characters all over; large and prominent.

20. Must be because we have so many Chinese visitors.

21. But translation in small characters yes.

22. But our national language is Malay.

Yuliati Umrah: Dari Aktivis Anak Jalanan hingga Menjadi Perangkai Bunga

Yuliati Umrah, ketua Yayasan Alit Indonesia, dikenal luas atas pengabdiannya dalam pemberdayaan anak jalanan yang sering disebut arek lintang. Dedikasinya dalam membantu anak-anak jalanan di Surabaya telah membuatnya menjadi sosok yang dihormati di kalangan aktivis sosial. 

Namun, di balik perannya sebagai aktivis, Yuliati juga memiliki sisi lain yang jarang diketahui publik: dia adalah seorang floris, perangkai bunga, dan pembudidaya bunga yang berbakat.

Lulusan FISIP Universitas Airlangga (Unair) itu telah lama menekuni dunia bunga. Keahliannya dalam merangkai bunga membawanya ke berbagai kota di Indonesia untuk mengisi pelatihan seni merangkai bunga. Bagi Yuliati, bunga bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga menjadi ladang pengembangan diri, kewirausahaan, dan budaya.

"Saya bersyukur impian saya sejak kelas 4 SD akhirnya terwujud. Kini saya memiliki kebun bunga, menjual bunga di toko, dan mengajarkan seni merangkai bunga. Proses ini sangat menyenangkan dan juga mengasah kemampuan saya dalam bidang pertanian dan kewirausahaan," ujar Yuliati.

Yuliati menceritakan pengalaman menarik saat menyelenggarakan workshop merangkai bunga yang diikuti oleh berbagai peserta. Foto-foto karya mereka yang diunggah di media sosial mendapat respons positif dari publik.

"Beberapa di antaranya langsung mendapatkan pesanan bunga. Bahkan, ada lima peserta yang membuka toko bunga di Surabaya Utara, Sidoarjo, Malang, dan Jakarta," paparnya.

Selain itu, Yuliati dipercaya untuk mendekorasi panggung Upacara Penyucian Candi Prambanan pada 10 November 2024. Upacara ini menjadi salah satu momen sakral dalam pemeliharaan dan pelestarian Candi Prambanan yang telah diakui sebagai candi terindah di dunia.

 Untuk acara tersebut, total biaya dekorasi bunga mencapai  Rp 20 juta. Yuliati menggunakan berbagai jenis bunga. Di antaranya, lily marlon dan bacardi, serta lily yelloween yang memberikan kesan elegan.

 Tak ketinggalan, aster putih dan kuning, serta pikok putih, ruskus dan xanado. Rosida, sedap malam, serta pohon pucuk merah juga dimasukkan dalam rangkaian, menciptakan suasana yang lebih mistis dan sakral.

 Krisan yang ditanam dalam pot menjadi elemen tambahan yang mempercantik tampilan, sementara gabah kering dan gumitir menambah elemen tradisional yang kaya makna.

"Tuhan berkati karya-karya kami, untuk memuji-Mu dan mengirimkan keindahan itu kepada seluruh alam semesta. Semoga karya ini menjadi doa terbaik bagi leluhur kami yang telah membuat negeri ini menjadi indah," kata Yuliati penuh syukur.

Yuliati juga berharap suatu saat bisa mendekorasi Candi Borobudur setelah sukses mendekorasi Candi Prambanan.