Kamis, 11 Februari 2021

Hari Orang Sakit Sedunia

 Kamis 11 Februari 2021. Umat Katolik memperingati Hari Orang Sakit Sedunia. Misa di semua gereja baik daring maupun luring semuanya bertema tentang orang sakit.

Hari Orang Sakit Sedunia sebetulnya sudah ada sejak lama. Tapi biasanya tidak diperingati dengan aksi sosial konkret seperti ramai-ramai berkunjung ke tetangga atau keluarga yang sakit. Atau kawan, kerabat, rohaniwan yang sedang dirawat di rumah sakit.

Di Surabaya, saya perhatikan, RKZ yang paling serius dan khusus mengadakan misa Hari Orang Sakit Sedunia. Ada banyak kegiatan untuk meneguhkan komitmen pelayanan kepada orang sakit di rumah sakit itu.

Saya sendiri biasanya tidak begitu serius dengan hari orang sakit. Jarang misa karena tidak diadakan pada hari Sabtu atau Minggu.

Tapi kali ini beda. Saat ikut misa streaming pagi ini di Gereja Katedral HKY Surabaya, saya jadi paham betapa pentingnya Hari Orang Sakit Sedunia. Ketika pandemi melanda seluruh dunia sejak awal tahun 2020 lalu.

Ya... pandemi Covid-19 ini membuat seluruh dunia sakit. Di Indonesia saja sudah di atas satu juta pasien. Dan angkanya terus bertambah dan bertambah karena berbagai upaya pembatasan kegiatan masyarakat atau PSBB belum juga membuahkan hasil.

Sudah setahun ini kita semua memohon kepada Tuhan agar pandemi korona ini segera diangkat. Banyak orang yang mulai kelelahan, stres, bahkan putus asa. Pasrah kepada-Nya. Toh, hidup mati kita ada di tangan Tuhan.

Tapi sebagai orang ber-Tuhan, kita diingatkan pagi ini lewat Injil Markus yang jadi bahan renungan Hari Orang Sakit Sedunia. Seorang perempuan datang kepada Yesus meminta putrinya yang kerasukan setan disembuhkan.

"Maka kata Yesus kepada perempuan itu: 'Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.'

Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar."

Di masa pandemi ini, kita makin membutuhkan pertolongan Tuhan untuk mengusir setan dalam wujud virus korona baru itu. Selain vaksinasi, protokol kesehatan 5M, dan berbagai aturan pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Rabu, 10 Februari 2021

Abot enteng bareng dilakoni


Tahun baru Imlek sudah di depan mata. Tahun Kerbau. Mestinya suasana meriah, bahagia, makan-makan enak, diiringi musik oriental, barongsai, parade dewa rezeki dsb. Tapi suasana pandemi mengubah segalanya.

Kemarin saya mampir ke TITD Hong San Ko Tee alias Kelenteng Cokro di Jalan Cokroaminoto, Surabaya. Kelenteng langganan saya sejak berkenalan dengan Ibu Juliani, ketua pengurus, 20-an tahun lalu. Mendiang Bu Juli selalu undang saya untuk menghadiri perayaan Sincia, Ciswak, hingga ulang tahun dewa yang jadi tuan rumah kelenteng.

Suasana jelang Sincia ini biasa-biasa saja. Malah lebih sederhana ketimbang hari biasa sebelum pandemi korona. Kelenteng tertutup untuk orang yang tak punya kepentingan.

 "Sampean silakan masuk," kata seorang karyawan. Rupanya saya dapat keistimewaan untuk masuk dan melihat persiapan Sincia yang tidak biasa itu.

Ternyata di dalam cukup ramai. Ada 10 pekerja sibuk memasang lilin-lilin berukuran besar. Tata letaknya tidak bisa sembarangan. Sudah ada ketentuan dari pengurus yayasan.

Saya membaca pengumuman bahwa tahun ini tidak ada perayaan tahun baru Tionghoa seperti biasanya. Tapi saya pura-pura bertanya kepada Sudirman via pesan WA. Dia yang sehari-hari mengurus Kelenteng Cokro setelah Bu Juliani, mertuanya, meninggal dunia.

"Selamat pagi. Acara tahun baru Imlek di Kelenteng Cokro mulai jam berapa? Apa ada acara makan-makan?
Salam sehat dan selamat tahun kerbau!"

Tak lama kemudian Sudirman membalas.

"Salam pak 🙏🏻 terima kasih ya pak hurek. Krn pandemi kita tiadakan acara sembahyang bersama dan makan2. Klenteng tutup pk 19.00 pak."

Begitulah.

Kelenteng Cokro tutup sore. Tidak ada sembahyangan khusus atau perayaan seperti biasanya. Sebab saat ini ada pembatasan kegiatan masyarakat. Protokol kesehatan 5M, tak boleh berkerumun, jaga jarak dsb.

Saya kemudian ngopi sejenak di warkop di lingkungan kelenteng. Saya jadi ingat Bingky Irawan, pimpinan Boen Bio Surabaya dan rohaniwan Khonghucu. Saya kirim pesan mengucapkan selamat tahun baru. Sekaligus minta refleksinya tentang tahun baru Imlek di tengah pandemi.

Tak lama kemudian Pak Bingky membalas dalam bahasa Jawa. Petuah bijak seorang pendeta yang sudah banyak makan garam dan pahit getirnya kehidupan.

Begini wejangan Pak Bingky Irawan:

AYO DULUR PODO ELINGO
OKE KADANG KANG ISE SENGSORO.
AYO PODO DISENGKUYONG PODO DIREWANGI.
ABOT ENTENG BARENG DILAKONI.
ORA BEDAKNO KULIT RUPO LAN AGOMO.
KABEH WES DADI PINESTEN GUSTI.
BEDO RUPO' SIJI GEGAYUHAN'E.
BHINEKA TUNGGAL IKA IKU ARAN'E.
1: PANCASILA KANG DADI JIWO KITO.
2: TASAH GUYUP RUKUN SAK LAWASE.


Selamat tahun baru Imlek!
Gongxi facai!
Abot enteng bareng dilakoni!