Senin, 10 November 2025

Cucu Lebih Tua ketimbang Anak - Adik Sepupu Rasa Ponakan

Ayas biasa lewat Jalan Karet. Dulu namanya Petjinan Kulon. Masa Hindia Belanda disebut Chineeschevoorstraat. Semacam pelataran kawasan pecinan tempo doeloe.

Ada 3 rumah sembahyang (kadang disebut rumah abu) di Jalan Karet. Rumah sembahyang Keluarga Han, The, dan Tjoa. Ketiganya pemimpin Tionghoa pada zaman Belanda. Paling berpengaruh dan mungkin paling kaya saat itu.

Nah, di dekat rumah sembahyang Keluarga Tjoa ada warung sederhana khas Madura. Menempati pelataran halaman gedung tua yang mangkrak. Ayas biasa mampir ngopi atau makan di situ. Sambalnya pedes banget.

Lama-lama Ayas jadi akrab dengan Bu Faris pemilik warung itu. Disapa Bu Faris karena anaknya bernama Faris. Bukan istri Pak Faris. 

Itu kebiasaan orang Madura. Kalau pakai nama suami, bagaimana kalau cerai? Ganti panggilan lagi. Kalau pakai nama anak pasti abadi. Begitu kira-kira alam fikiran saudara-saudara kita dari Pulau Garam.

Bu Faris cerita tentang kebiasaan kawin muda di desanya dan Madura umumnya. Umur 12 tahun sudah menikah. Punya anak juga di usia segitu. Orang kampung tidak mikir lanjut sekolah ke SMP dan seterusnya. 

Calon suami pun sudah ada. Gak ada yang namanya pacaran, kata Bu Faris yang selalu menolak menyebut nama aslinya. Setelah punya anak, maka perempuan Madura kehilangan nama aslinya.

Karena menikah di usia sangat muda, di bawah 18 tahun, Bu Faris sudah lama punya cucu. Kalau jalan bareng ke pasar atau mal bisa dikira adik atau keponakannya. Sebab jarak usia tidak terlalu jauh.

Sekian tahun kemudian Bu Faris punya anak lagi. Usianya lebih muda ketimbang cucunya. Pekan lalu Ayas kebetulan bertemu si cucu itu yang sedang main bersama Faris di warung itu. 

Siapa pun pasti menduga bahwa Faris itu adiknya anak itu. Padahal sejatinya Faris itu paman alias om. Sangat menarik. Ayas senyum sendiri melihat pemandangan yang unik ini. Cucu kok lebih tua ketimbang anak?

Ayas bertanya secara halus diplomatis agar tidak tersinggung. Bu Faris bilang kasus Faris yang lebih muda ketimbang keponakannya itu sudah biasa di desanya di Bangkalan sana.

Di daerah NTT kasus seperti ini sangat jarang bahkan hampir tidak ada. Yang banyak itu adik atau kakak sepupu tapi rasa keponakan karena perbedaan usia yang sangat jauh. 

Ayas punya adik sepupu, Carmen, saat ini sekolah di SMAK Dempo Malang. Beda usia terlalu jauh. Tapi menurut adat Lamaholot yang menekankan garis generasi, Carmen tidak boleh memanggil Ayas dengan Om tapi harus Kaka.

Carmen itu adik sepupu rasa keponakan. Kakak sepupunya sudah ubanan, dia masih pelajar SMP atau SMA! That's life.

3 komentar:

  1. Untuk memperjelas silsilah (tingkatan generasi), maka sebaiknya Bung Hurek meniru caranya orang cina, yang telah teruji semenjak ribuan tahun lamanya, yaitu memakai nama berjumlah 3 huruf atau 3 aksara.
    Contoh, Misalnya ; First name : Lambertus
    Silsilah name : Ji
    Surname : Hurek
    " Ji ", kata itu akronim dari coro jowo " Siji ", yaitu " Satu "
    Bung Hurek membentuk Dynastie Baru, sebagai Eyang buyut nomor wahid. Keturunan selanjutnya: Ro, Lu, Pat, Mo,..dst.
    Tacik saya di Eropa ngomel2 dan marah2, karena menantunya yang bule dan cucunya yang londo-gosong kalau memanggilnya hanya dengan nama kecil alias first name. Bagi budaya orang bule, hal itu dianggap sebagai sesuatu tanda keakraban, namun bagi budaya Asia-Timur pada umumnya dan khususnya bagi orang Cina, hal tersebut adalah tanda kekurangajaran. atau njambal bagi orang Jawa.
    Saya bilang ke tacik : Cik, lu tidak usah marah2, masih mending lu dipanggil pakai nama, gua ini kalau dipanggil oleh menantu bule-gua : Hei Du ! ( hey kamu ! ). Jancuk, susah kalau berhadapan dengan orang barbar bule.
    Cik, Salah kita sendiri, bak kacang lupa kulit, tidak mendidik anak2 kita dengan baik !
    Orang cina asli diajarkan disekolah mata-pelajaran 三字经.
    养不教,父子过, 教不严, 师之惰

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sebabnya saya kagum tata nama Tionghoa yang sangat jelas punya penanda generasi yang sama. Jadi bisa dengan mudah dibedakan generasi kakek, bapak, anak, cucu.

      Orang Lamaholot yang tua2 apalagi di kampung sangat menekankan akurasi generasi. Makanya kalau kakak disebut bapak/ibu atau om/tante biasanya mereka langsung koreksi.

      Tapi memang susah bagi orang Lamaholot yang merantau sejak muda sehingga kurang paham secara detail keluarha besar dan tingkatan generasinya.

      Hapus
  2. Tempo doeloe SMA, That's life !
    Gara2 ingin masuk Sekolah SMA di Jalan Dr. Sutomo Surabaya, maka saya merelakan diri belajar Katekisme kepada Pastor Slutter di Paroki Gereja Kristus Raja.
    Di sekolah itulah saya seumur hidup untuk pertama kali nya harus menjalani IQ-Test. Waktu pembagian rapor kenaikan kelas, bapak kepala sekolah Bruder Aquino menatap ke saya sambil geleng2 kepala dan berkata: Kamu tidak naik kelas ! IQ-Test mu 107, sebetulnya kamu tidak bodoh, tetapi malas !
    IQ-Test yang keduakali nya saya tempuh waktu harus masuk ke dinas militer, kecuali itu EQ juga harus di test.
    Keesokan hari, saya diperintah menghadap kepada ahli psikologi militer yang berpangkat mayor.
    Si mayor berkata : dari semua calon prajurit, hasil test anda adalah angkanya, salah satu, yang tertinggi.
    Saya memanggil anda, karena pada pertanyaan: Apakah anda cepat marah jika dihina orang ? Dan jika marah, apakah anda langsung mengajak berkelahi ?
    Di kedua pertanyaan tersebut, anda menjawab dengan kata "ya". Coba anda jelaskan maksud nya !
    Saya jawab: Herr Mayor, jika yang menghina saya adalah seorang akademisi berpendidikan, saya akan marah. Namun jika yang cari gara2, orang bodoh, ya saya abaikan saja. Der Klügere gibt nach. ( Sing waras ngalah ). Saya pilih teman, demikian pula saya pilih lawan.
    Si Mayor meng-angguk2, berkata: Anda boleh pergi !
    Kata2 Bruder Aquino, selalu menusuk-nusuk di kepala saya sejak 62 tahun, sebab itu saya tanya mbah Google : IQ saya 107, apakah saya normal ? Jawabannya: kamu masih normal, tetapi sudah dekat ke ambang idiot !
    Nach koq bisa, saya baca di medsos orang2 indonesia yang menulis rata2 IQ orang konoha 78. Begitu rendahkah daya kognitif orang2 di konoha ? Kalau dibilang tidak benar, lha koq suka kumpul di Monas dengan onta ?

    BalasHapus