Goe sudah lama mencari informasi seputar SMP Katolik San Pankrasio di Larantuka. Sekolah ini dempet kompleks Keuskupan Larantuka. Tepatnya di San Dominggo. Nama-namanya memang berbau Portugis.
Goe tidak dapat informasi apa pun. Rupanya tidak ada alumni San Pankrasio yang menulis di blog atau media sosial. Kalaupun ada sepotong info ternyata merujuk ke naskah di Goe punya blog lama yang dikutip atau dimuat ulang orang lain.
Goe alumnus SMPK San Pankratio ini. Dulu jadi jujukan anak-anak dari seluruh Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Sayang sekolah milik Yayasan Persekolahan Umat Katolik Flores Timur (Yapersektim) itu ditutup tahun 1990-an. Alasannya salah kelola atawa mismanajemen.
Romo Frans Amanue memang keras dan disiplin. Kalau pengurus dianggap tidak beres, apalagi korupsi, ya selesai. SMPK San Pankrasio yang didirikan misi SVD tahun 1955 pun selesai.
San Pankrasio sekolah favorit pada masanya. Ada asrama putra yang disebut Aspan = Asrama Pankrasio. Ibu asrama saat itu, Ibu Maria Riberu, kerasnya minta ampun. Disiplin macam pater-pater Belanda di Istana Keuskupan.
Saban Subuh lonceng dibunyikan. Wajib bangun. Mandi atau cuci muka. Lalu misa pagi. Ada imam dari "atas" (keuskupan) yang pimpin misa. Sembahyang Angelus atau Malaikat 3 kali sehari. Ada Vesper dan Completorium.
Kalau mau tidur ada nyanyian bersama Salam Ya Ratu atau bahasa Latinnya Salve Regina.. Mater Misericordia dan seterusnya.
Saking tingginya minat masuk Pankrasio, sekolah ini bahkan buka kelas siang atau sore. Goe tidak diterima di kelas utama (pagi). Maka, apa boleh buat, ikut Pankrasio Sore. Disebut juga SMPK Santo Antonius. Nama sekolahnya beda tapi ijazahnya dikeluarkan dan ditandatangani Kepala SMPK San Pankrasio Hendrikus Wungubelen.
Setelah hijrah ke Jawa Timur, Goe tidak lagi mengikuti perkembangan San Pankratio. Santo Antonius sudah lama mati. Goe pun baru tahu San Pankratio dimatikan oleh imam asal Adonara, Romo Frans Amanue, di media sosial.
Pekan lalu tiba-tiba muncul gambar old school gedung eks SMPK San Pankrasio di media sosial Flores Timur. Goe pangling karena sudah beda jauh dengan masa lalu ketika Goe masih remaja usia SMP.
"Sempat beralih fungsi sebagai penginapan keuskupan lalu pasca erupsi Lewotobi gedung bersejarah ini digunakan Seminari San Dominggo Hokeng sebagai sekolah sementara," tulis Bung Hokon alumnus Pankrasio.
Goe sedih banget mengenang masa lalu di Kota Reinha, Nagi Larantuka. Sekolah bersejarah, SMP swasta pertama itu cuma tinggal kenangan.
Goe hanya bisa ingat Ibu Maria Riberu (+) ibu asrama, Bapak Jan Keban (+), hingga Uskup Larantuka Mgr Darius Nggawa SVD (+) saat itu yang sangat sering pimpin misa harian di Kapel Pankrasio. Saban pekan anak-anak asrama wajib ngepel lantai di kapel ini hingga mengilat.
Selain Pak Hendrikus Wungubelen kepala sekolah pagi dan Martinus Lamuri, kepala sekolah sore, Goe juga ingat Pak Paul Riberu guru English, Suban Liwu guru biologi, Aloysius Aldo bahasa Indonesia, Pedo Beke agama dan kesenian, Yosef Kewisa fisika, Pak Betan ngajar PMP...
Guru-guru lain sudah lupa.
Semoga para bapa ibu guru, bapa asrama, ibu asrama dan pengurus yayasan bahagia di surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar