Oleh Dukut Imam Widodo
Antara tahun 1950 hingga 1960-an ada beberapa kelompok paduan suara yang terkenal di Malang.
Paduan Suara SGAK Celaket 21, SDK Kodya Malang, RRI Malang, Kesenian Malang.. dan mungkin masih banyak lagi.
Dengan iringan piano dan arahan dirigen, maka bernyanyilah para anggota paduan suara itu dengan penuh semangat membawakan lagu-lagu mars seperti Maju Tak Gentar, Halo-Halo Bandung, atau Hari Merdeka.
Adalah R. Dirman Sasmokoadi. Sekitar tahun 1960-an beliau pernah mengajar di SPG Jalan Bromo. Beliau bukan komponis terkenal seperti Ibu Sud, Ismail Marzuki, atau Cornel Simanjuntak. Namun beliau pernah menciptakan sebuah lagu indah judulnya Malang Kota Subur.
Saya tidak mengenal beliau secara pribadi. Namun, melalui karyanya yang berjudul Malang Kota Subur itu saya menaruh hormat pada beliau.
Sekarang ini tidak semua murid SD di Malang hafal dengan lagu ini. Jangankan muridnya hafal, lha wong gurunya saja tidak tahu lagu ini kok!
Nah, jika Anda membaca tulisan ini, dan kebetulan Anda seorang guru, atau ketua sebuah paduan suara di sekolahan.. pliz deh, nyanyikan lagi lagu ini:
MALANG KOTA SUBUR
Oleh R. Dirman Sasmokoadi
Betapa indah gemilang Kota Malang
Kota di datar tinggi,
Sejuk menarik hati
Yang Brantas melintas berliku
Yang tepi dilindung gunung
Penuh pemandangan sehat
Malang kota berkat
Ya, Malang kota harapan setiap insan
Lihat gedung sekolahnya
Lihat industrinya
Sekitarnya penuh tamasya
B'ri sehat jiwa dan raga
Marilah kawab bersyukur
Malang kota subur

Waktu SD, ada teman yang maju menyanyi:
BalasHapusDi Pinggir Barat Kota Malang
Gunung Melambung Sebagai Lambang
Gunung Yang indah Kawi Namanya
Melindungi Rakyat Sekitarnya
Hahaha menarik sekali. Ayas naikkan lagu ini karena cari di google belum ada. Buat nostalgia kera2 Ngalam lawas nyanyi tembang kenangan.
Hapus" Papier ist geduldig ", kata orang jerman.
BalasHapus" Epistula non erubescit ", kata Cicero, si orang romawi 100 tahun B.C.
Kertas sabar, Kertas nerimo an, mau diapakan, benda itu diam saja, ditulisi kalimat2 bohong, yo monggo wae.
Contohnya, si Annalena Baerbock, mantan menlu jerman, bikin curriculum vitae, ngarang ngedabrus, kalau dikritisi kebohongannya, barulah dikoreksi sedikit demi sedikit.
Saya sekarang skepsis, jika membaca atau mendengar lirik sebuah lagu. Ada, contohnya, lirik lagu Tenda Biru, yang membuat hati-saya tersayat sembilu, malu, nelangsa, menyesal, Mea Culpa terlanjur bikin janji gombal.
Ada, contohnya, lagu Rayuan Pulau Kelapa, yang membuat saya terheran-heran, bertanya-tanya, koq tidak sesuai dengan kehidupan nyata, bagi mayoritas rakyat. Siapakah gerangan yang mengarang nya, pastilah dia seorang yang kaya, sudah mapan ekonomi nya. Jadi teringat tulisan Bung Hurek, " banyak anak2 muda NTT yang melarat ke Serawak, Sabah ".
Ayas di Hainan punya ubab. Tanah tumpah darahnya/ dusun kelahirannya, sangat elok terletak ditepi pantai sebuah teluk kecil yang airnya tenang, jernih, biru. Dikelilingi pohon2 nyiur yang melambai-lambai. Rumah nya cukup besar, dengan taman yang dikelilingi pagar tembok. Rumah warisan orang tua nya itu, kosong tak berpenghuni. Penghidupan orang2 dusun itu adalah nelayan dan bercocok tanam. Melihat rumahnya itu dan lokasinya yang sangat indah, menurut pandangan saya pribadi, ingin rasanya saya beli rumahnya I-Ay itu. Namun mengapa dusun itu hampir kosong, hanya ada beberapa orang2 tua bangka. Kemana pemuda dan pemudi nya ? Jadi ubab dan jongos di kota di negara sendiri ! Bertanyalah kepada mereka, mengapa ? Jangan hanya bisanya menghasut anak2 muda untuk demo-demo, merusak dan membakar dengan alasan "Jangan mau jadi babu dan jongos di negeri sendiri ". Silahkan kalian import bule untuk jadi ubab !
Ubab dirumah kakek-saya, orang dari provinsi Guangxi, usianya sekarang 55 tahun, cerita: Dia sejak umur 15 tahun sudah meninggalkan tanah tumpah darahnya, pergi ke Guangzhou menjadi buruh di pabrik bikin boneka untuk di export ke luar negeri. Dari sana pindah ke Shenzhen dan sejak 25 tahun jadi tukang jaga rumah bersama suami dan putrinya di rumah engkong saya di Quanzhou yang kosong melompong. Perempuan itu terus2-an ngomel tentang kampung halamannya, miskinlah, ndesolah, tidak ada kerjaanlah, balik muka kiri dan kanan gunung tinggi melulu,...dll. Semuanya itu bikin saya jadi penasaran, sebab saya sudah pernah setir mobil Daihatsu Taruna bersama bojo keliling Guangxi, sampai Yangshuo dan Guilin.
Bulan Agustus y.b.l. anak perempuannya ubab yang jadi guru kebetulan liburan panjang, dia punya mobil. Saya bilang kepadanya, mama-lu selalu maki2 kampungnya sendiri, ayo kita sama2 berlibur ke sana, gua ingin lihat bagaimana sesungguhnya kampung itu. Si-putri bilang, kampungnya mama memang jelek, primitiv, gua sih tidak sudi hidup disana !
Saya bilang, semua ongkos, biaya, hotel dan seluruh tetek bengek, gua yang bayar, lu cuma setir mobil.
Kan kebetulan mama-lu harus pulang kampung untuk ngurus pensiun, tunjangan hari tua nya.
Bagi para wisatawan mancanegara yang sudah pernah ke Guangxi, pastilah melihat betapa indahnya Guangxi dengan pemandangan pegunungan karst nya yang tersohor.
Kampungnya ubab terletak di lembah. Ada 25 unit rumah gedong 3 tingkat, jalanan mulus diaspal. Sawah padi subur, air melimpah, sungai bersih berwarna kehijauan, balik muka kiri dan kanan gunung tinggi melulu. Karena kebetulan bulan Agustus, liburan sekolah, maka di dusun terlihatan beberapa orang2 tua dan anak2 belasan tahun.
Bojoku bertanya kepada seorang gadis yang ayu manis dan ramah, namanya Jiao-jiao, papa-mama-mu ada dirumah ?
Gadis itu bilang; papa-mama kerja di provinsi Zhejiang, hanya pulang mudik setahun sekali, waktu Sincia. Kalau waktu sekolahan, kami anak2 juga tinggal di asrama-sekolah.