Jumat, 29 April 2022

Dua Paus yang Bahagia di Vatikan

Saya lupa kalau Paus Benediktus XVI masih sugeng di Vatikan. Pekan lalu usia bapa suci emeritus itu 95 tahun. Sudah dapat bonus banyak menurut Mazmur 90.

Kebetulan ada berita yang lewat di linimasa. Kardinal Stanislaw Dziwisz menemui Paus Benediktus XVI. Mantan sekretaris Paus Yohanes Paulus II itu cium tangan Paus Benediktus XVI.

Kardinal datang ke Vatikan dalam rangka delapan tahun kanonisasi Santo Yohanes Paulus II. Beliau juga yang pimpin misa di makam St JP 2 di Basilika Santo Petrus.

Saya ingat lagi bahwa Paus Benediktus XVI memilih pensiun pada 2013. Sangat langka karena lazimnya seorang Paus bertakhta sampai akhir hidup. Kelihatannya Paus Benediktus XVI mewarisi tradisi baru di Takhta Suci.

Masih di linimasa, ada cuplikan foto Paus Fransiskus duduk di kursi roda. "Saya belum bisa berdiri lama karena kaki saya masih sakit," kata Paus kepada peziarah.

Paus Fransiskus juga belum lama ini merayakan hari jadi ke-85. Sudah sepuh juga. Dapat bonus dari Tuhan.

Semoga Paus Fransiskus dan Paus Emeritus selalu bahagia.

Sirikit Syah Berpulang, Kita Kehilangan Media Watch

Sirikit Syah berpulang pada 26 April 2022 di RSI Surabaya. Dimakamkan di Keputih, Sukolilo, Surabaya. Dosen jurnalistik, wartawan senior, pendiri Media Watch ini menghadap Sang Khalik setelah sakit kanker cukup lama.

Mbak Sirikit sangat kritis pada wartawan. Tepatnya karya jurnalistik. Itu selalu ia suarakan lewat buletin Media Watch dan program mingguan di Radio Suara Surabaya.

Saking kerasnya, wartawan-wartawan yang masih kerja di media mainstream cenderung mengambil jarak. Sebab idealisme Sirikit sering tidak berbanding lurus dengan pragmatisme bisnis media. 

Terlalu idealis medianya bisa mati karena tidak dapat iklan. Terlalu pragmatis dan kompromi pasar juga membuat kualitas jurnalisme jadi hancur. Idealnya 9 elemen jurnalisme harus dijalankan. Tapi di lapangan sering melenceng dari pelajaran dasar untuk mahasiswa jurnalistik semester awal itu.

"Sekarang jurnalisme tanpa verifikasi kian merajalela di era media sosial," kata Sirikit.

Padahal, elemen jurnalistik nomor 1 adalah disiplin verifikasi. Tanpa verifikasi maka wartawan-wartawan hanya jadi corongnya humas pemerintah, kepolisian, militer, hingga public relations.

Kritik-kritik Sirikit memang sangat keras tapi perlu. Pahit tapi bikin sehat seperti minum obat. Karena itu, saya pernah mengundang Sirikit untuk memberikan pelatihan jurnalistik kepada wartawan-wartawan gereja di Surabaya.

Orangnya asyik ternyata. Omongan Sirikit yang kritis dan tajam ternyata disukai peserta seminar atau pelatihan. Salah satunya saat diklat jurnalistik komsos paroki di kawasan Citraland, Surabaya. Suasana sangat hidup. 

Peserta bahkan minta tambahan waktu. Tapi honornya tidak ditambah. "Soal itu (honor) terserah Sampean aja. Saya senang kok kasih pelatihan jurnalistik di lingkungan gereja," kata Sirikit.


Maklum, saat itu duit panitia sangat terbatas. Honor hanya ala kadarnya. Padahal saya mengajak redaktur-redaktur senior, dan saya anggap hebat, untuk memberikan pelatihan jurnalistik. "Kita perlu beri edukasi juga ke konsumen media," katanya.

Sudah lama sekali saya tidak kontak Sirikit. Apalagi datang ke rumahnya di kawasan Rungkut sejak pandemi covid. Saya pun tak lagi membaca tulisannya di koran. Juga tak lagi dengar suaranya di radio.

Seasa pagi, 26 April 2022, beredar berita berantai di grup-grup WA. Sirikit Syah kembali ke pangkuan-Nya.


Selamat jalan, Mbak Sirikit! 

Rabu, 27 April 2022

Nostalgia Cak Durasim di Radio Soeara Nirom Soerabaia

Terseboetlah tempo doeloe ada Radio Soeara Nirom di Djalan Embong Malang 87-89 Soerabaia. Itoe radio terkenal betoel seantero Soerabaia, Djawa Wetan, hingga kota-kota lain di Hindia Belanda.

Sekarang ini di taoen 2022 bekas kantor itoe didjadiken hotel mewah kelas atas. Orang soedah loepa dengen itoe Radio Soeara Nirom. Hanja tinggal kenangan bagi orang-orang toewa.

Kita batja-batja sedikit Nirom poenja programma taoen 1939. Tjoekoep interesan. Gamelan degoeng, lagoe Tionghoa, lagoe Ambon, lagoe Djawa dolanan, krontjong orkest, ketjapi modern, gamelan Soenda, Hawaiian Band  Harmonium Orkest Penghiboer Hati enz.

Saben Djoem'ah, Radio Soeara Nirom disamboeng dengen Missigit Besar di Ampel Soerabaia memperdengarkan chotbah dan sembahjang Djoem'ah.

Hari Ahad pagi djam 08.00 sampe djam 09.00 ada penjiaran dari Geredja Boeboetan di Soerabaia.

Habis itoe pendengar dapat nikmati lagoe2 Tionghwa dan klenengan gending2 Djawa Timoer. Soembangan dari NV Handel Mij Sampoerna en Sigarettenfabriek Liem Seeng Tee. 

Kita orang paling seneng Loedroek Soerabaia dipimpin oleh Pak Gondo alias Tjak Doerasim (Cak Durasim) di dalam Studio Nirom mengambil tjerita TJAK DOERASIM MENDJADI ABOENAWAS. 

Edjaan sekarang: Cak Durasim Menjadi Abunawas. Begimana dia poenja tjerita?

"Bagian apa jang akan dihidangkan, maka di sini kita beloem akan memberi taoekan. Baiklah para penggemar loedroek bersabar hati sampai nanti hari Achad 12 Februari j.a.d. ini.

Soeara Nirom edisi 5-18 Februari 1939 melandjoetken:

"Sementara, oentoek mendjadi penghiboer para pembatja, maka pada toelisan ini kita sadjikan wadjahnja Tjak Doerasim bersama Minin dalam pose jang sangat aneh dan loetjoe."

Sekianlah sedikit nostalgia dengen Radio Soeara Nirom dan Tjak Doerasim di Soerabaia pada masa pendjadjahan Belanda. Kita hatoerken diperbanjak terima kasih kepada toean dan njonja jang soedah batja ini laporan.

Sabtu, 23 April 2022

Syarah ceramah, pensyarah dosen, universiti universitas

Saya tidak pernah dengar atau baca kata "syarah" di media-media massa Indonesia. Yang paling sering SARA: suku, agama, ras, antargolongan. Karena itu, saya takjub dengan berita di Kompas, Sabtu 23 April 2022.

Kutipannya: 

"Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat acara Syarah Konstitusi Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara."

Materi ceramah itu kurang menarik. Lebih menarik soal minyak goreng yang langka dan mahal sejak empat bulan lalu. Bagi saya, kata "syara" itu yang menarik.

Saya jadi ingat DR, kawan asal Kupang, NTT, yang sudah karatan di Surabaya. Dulu ia kuliah pascasarjana di Selangor Malaysia. Lalu sempat jadi dosen di negara tetangga itu.

"Orang Malaysia sonde (tidak) kenal dosen tapi pensyarah. Beta ini pernah jadi pensyarah di salah satu universiti di Malaysia," kata senior yang juga politisi banteng itu.

Sejak itulah saya kenal kata "pensyarah". Artinya, dosen atau guru di universitas atau perguruan tinggi. Pensyarah bisa diartikan pengajar.

 "Orang Malaysia itu banyak pakai serapan bahasa Arab dan Inggris. Mereka menyerap bunyi, bukan tulisan. Imej, parti, imigresyen, universiti, kolej, motosikal. Di Malaysia tidak ada sepeda tapi baisikal," kata mantan dosen UK Petra itu.

Lama sekali, 10 tahun lebih, saya tidak dengar atau baca kata "syarah". Juga tidak lagi ngobrol dengan DR yang sibuk di parlemen (Malaysia: parlimen). Baru kali ini muncul kata yang unik itu.

Maka, saya periksa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ternyata ada kata syarah. Keterangannya:

syarah
n keterangan; uraian; ulasan; penjelasan
n pidato; ceramah

pensyarah
n pembicara (dalam ceramah dan sebagainya): saya sudah menghubungi empat orang ~ yang sangat tegas
n orang yang mengajar di perguruan tinggi; dosen

Oh, ternyata syarah dan pensyarah sama persis artinya dengan di Malaysia. Ternyata banyak lema di dalam KBBI yang sangat jarang dipakai di Indonesia. Termasuk "tandas" artinya toilet, kakus, atau WC yang biasa dipakai di Malaysia sana.

Pater John Urus Kebun di Graha Wacana SVD Ledug


Wabah virus setan corona selama dua tahun juga berimbas ke rumah retret, tempat rekoleksi, dan sebagainya. Graha Wacana SVD di Ledug, Prigen, Pasuruan, ikut sepi.

Tak ada lagi retret, pendalaman iman, kajian kitab suci, weekend ME, paguyuban tulang rusuk dsb. Penghasilan jelas turun drastis. Padahal Graha Wacana alias SVD Family Center ini salah satu tempat retret favorit di Jawa Timur.

Graha Wacana jadi jujukan para pengusaha Katolik untuk retret Tulang Rusuk. Sering banget retret di situ karena pendiri dan pentolan Tulang Rusuk, Romo Yusuf Halim SVD, memang anggota ordo SVD. 

Sayang, Romo Halim dipanggil Tuhan saat pandemi covid sedang ganas-ganasnya. Masih banyak romo atau pater yang bisa melanjutkan gerakan Tulang Rusuk. Tapi belum ada romo yang punya karisma dan magnet sehebat mendiang Romo Halim SVD.

Saya sering mampir ke Graha Wacana bahkan saat masih pembangunan karena ada Pater Paul Klein SVD. Pater inilah penggagas dan pendiri Graha Wacana di Ledug dekat Tretes itu. Pater Paul Klein menghabiskan sebagian besar usianya di Flores, NTT. Urusannya pastoran keluarga.

Asyik sekali ngobrol dengan pastor asal Jerman itu. Antusiasmenya sangat tinggi. Kata-katanya selalu positif. "Tuhan akan tolong kita," kata Pater Paul tentang dana pembangunan Graha Wacana yang seret.

Graha Wacana kemudian diasuh beberapa pater asal Pulau Flores dan Pulau Lembata. Salah satunya Pater John Lado SVD asal Lembata. Satu pulau dengan saya meski beda kecamatan.

Berbeda dengan romo-romo di paroki atau gereja di Surabaya, Pater John ini tidak kelihatan seperti romo. Selalu pakai kopiah, kaos oblong, jarang pakai jubah. Juga lebih sering berpenampilan seperti petani atau tukang kebun.

"Ama, go nepi jaga ekan, mula buah," kata Pater John dalam bahasa Lamaholot, bahasa daerah di Flores Timur dan Lembata. (Saya lagi sibuk ngurus kebun, tanam buah.)

Dari dulu, jauh sebelum pandemi pun Pater John sibuk mengurus kebun dan berbagai keperluan di Graha Wacana Ledug. Tentu saja tetap pimpin kurban misa gantian dengan imam-imam lain. 

Sesekali diminta memimpin ekaristi di Gereja St Teresa, Pandaan. Tapi sebagian besar waktunya untuk urusan kebun buah. "Rasanya seperti di kampung halaman," kata pater yang pernah bertugas di Surabaya itu.

Enak mana tugas di Graha Wacana atau Surabaya?

 "Enak di sinilah. Tapi kita kan harus ikut keputusan pembesar," katanya.

Meski sejuk nyaman, udara segar, saya tidak bisa berlama-lama ngobrol dengan sesama orang Lembata ini. Sebab, saya tahu, pater-pater SVD punya jadwal yang padat dan kaku. Ada jam bicara, jam tidur siang yang tidak boleh diganggu, serta doa brevis atau liturgi jam.

Saya pun pamit.
Deo gratias!

Mahasiswa kedokteran harus baca ribuan buku tebal


Kalau mau jadi dokter harus kuat baca buku. Tebal-tebal semua. Lebih banyak yang berbahasa Inggris.

Mahasiswa-mahasiswa fakultas lain juga perlu banyak baca buku. Tapi tidak sebanyak kedokteran. Tak sampai 30 persen.

Karena itu, arek FK harus cerdas betul. Harus fokus betul. Tidak boleh piknik atau ikut ormas, unjuk rasa, paduan suara dsb. Bisa-bisa kuliah tidak selesai. Jadi mahasiswa abadi.

Itu saya simpulkan setelah menata buku-buku almarhum Prof Dr dr Trijono, SpR di kawasan Rungkut, Surabaya. Beliau guru besar Fakultas Kedokteraan Universitas Airlangga. Meninggal dunia gara-gara covid pada 18 Agustus 2021 lalu.

Beliau saya anggap orang tua sendiri. Lama banget saya tinggal di rumah Prof Tri. Tidak banyak bicara, banyak baca, sesekali menyanyi dan main musik.

Buku-buku peninggalan almarhum banyak sekali. Terlalu banyaaak. Tapi berat-berat semua. Saya coba membaca sejenak tapi tidak nyambung. Ilmu kedokteran dan kesehatan terlalu berat untuk kita orang. Mumet.

Jumat, 22 April 2022

Wartawan doyan copas dan kalimat panjang

Wartawan-wartawan di era digital, tentu tidak semuanya, senang copas: copy paste. Rilis berita dari humas langsung dicopas. Tidak diolah dengan matang. Maka berita sangat bergaya pidato pejabat.

Kalimat-kalimat berita kloningan ini juga panjang-panjang. Bertentangan dengan ajaran lama Bos Dahlan Iskan. 

"Kalimat-kalimat yang panjang membuat dada pembaca sesak," kata Bos Dis yang sangat fanatik kalimat-kalimat pendek. 

"Saya selalu mengajarkan agar dalam menulis kalimat-kalimatnya harus pendek. Kalimat pendek, begitu saya mengajar, akan membuat tulisan menjadi lincah," kata mantan menteri BUMN itu.

Ini kutipan berita di Surabaya, Kamis 21 April 2022:

"Bisa jadi akan ada perbedaan tanggal Hari Raya Idul Fitri yang harus diantisipasi. Sehingga menghitung H-7 dan H+ 7 disesuaikan. PPKM Mikro di tingkat desa dan kelurahan harus kembali direaktivasi. Lebih bagus lagi jika ada pos-pos di desa yang pernah berdiri, kembali dilakukan reaktivasi," tutur Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Kutipan omongan Khofifah terlalu panjang. Mirip ceramah atau khotbah. Tak banyak pembaca yang senang dengar khotbah. Wartawan di lapangan harus mengolah bahasa pejabat atau penceramah menjadi bahasa jurnalistik.

 Bos Dahlan menulis:

"Kutipan itu — direct quotation — juga harus pendek-pendek. Dengan selingan kutipan-kutipan pendek, tulisan itu bisa membuat pembaca seolah-olah bercakap-cakap sendiri dengan sumber berita."

Sayang, jurnalis-jurnalis muda jarang yang mengamalkan ajaran para suhu jurnalistik macam Bos Dahlan. Meskipun sudah sering ditatar dan diberi buku pedoman, style book, dan sebagainya.

Karena itu, tidak heran para redaktur media massa makin lama makin botak. Tapi tetap kurang waktu untuk membongkar habis tulisan asli jurnalis-jurnalis penganut paham copas ini. 

Sabtu, 16 April 2022

Misa Malam Paskah 3 Jam di Katedral Malang

Ekaristi Sabtu Paskah di Gereja Katedral Malang baru usai. Uskup Malang Monsinyur Henricus Pidyarto Gunawan OCarm pimpin langsung misa Vigili Paskah ini.

Durasi misa kembali normal seperti sebelum pandemi covid. Hampir 3 jam. Lama sekali. Apalagi kita yang sudah terbiasa ikut misa padat selama dua tahun pandemi ini.

Saya sendiri biasa ikut misa yang durasinya di bawah satu jam. Malah lebih sering tidak sampai 30 menit. Karena itu, misa 3 jam ini rasanya sangat lama. Fokus, konsentrasi sering buyar saat mendengarkan bacaan-bacaan yang banyak.

Bacaan pertama tentang Kisah Penciptaan, Kejadian 1, tidak dibacakan tapi dinyanyikan seorang gadis. Enak memang suaranya. Tapi tentu jadi lama. Ditambah paduan suara SATB: sopran alto tenor bas yang lengkap.

Saking lamanya misa, saya jadi lupa isi khotbah Bapa Uskup Pidyarto. Cuma ingat sedikit poinnya: kebangkitan Kristus juga mengingatkan akan kebangkitan kita juga. Selebihnya lupa.

 Memori otak mulai lemot mungkin kena virus corona. Padahal dulu saya bisa mengingat poin-poin khotbah atau ceramah dengan mudah tanpa mencatat di notes atau merekam.

Lagu-lagu misa malam Paskah ini hampir sama dengan ketika saya masih aktif di paduan suara akhir 90-an dan awal 2000-an. Ordinarium Misa Kita IV karya Rama Sutanta SJ, komponis cum paster Jesuit yang belum lama meninggal dunia saat puncak pandemi covid.

Tak hanya di Malang, kor-kor di Surabaya pun senang membawakan Misa Kita IV karena tingkat kesulitannya lebih tinggi ketimbang misa-misa lain. Makin sulit makin disukai. Makanya Misa Syukur atau Misa Dolo-Dolo sangat jarang dinyanyikan dalam 15 tahun terakhir di Jawa.

Secara umum misa agung Vigili Paskah di Katedral Malang, Jalan Ijen, ini berlangsung syahdu dan nyaman.

Selamat Paskah! 
Semoga kita semua bangkit lagi setelah dua tahun digempur badai corona!

Nostalgia Broken English di Bumi Advent Sumberwekas


 Selalu ada nostalgia di  Sumberwekas, Kecamatan Prigen, Pasuruan. Ada gereja tua: Masehi Advent Hari Ketujuh. Gereja di atas bukit ini tercatat sebagai salah satu gereja advent tertua di Jawa dan Indonesia.

Di atasnya lagi ada bumi perkemahan Mahanaim. Luasnya dua hektare lebih. Pernah jadi tempat kampore muda-muda advent se-Asia Pasifik. Pesertanya sekitar 5.000 orang. Ramai sekali.

Saya saat itu ditugaskan untuk meliput perkemahan yang dibuka Menpora RI. Sejak itulah saya mulai kenal agak dalam seluk beluk adventis. Aliran asal Amerika Serikat yang sangat memuliakan hari ketujuh alias Sabat atau Sabtu.

 Tidak ada kebaktian hari Minggu untuk kaum adventis. Kita orang yang pigi misa atawa kebaktian pada hari Minggu dianggap keliru oleh para adventis ini. Sudah sering saya dengar khotbah soal ini dari pendeta-pendeta GMAHK. Saya juga dikasih buku-buku khas Advent untuk dibaca. Isinya ya kurang lebih seperti itu.

Saat meliput kampore itu (Advent tidak pakai istilah jambore), saya sadar betapa lemahnya english speaking saya. Apalagi menghadapi orang India, Korea, Vietnam, Thailand, Singapura, dsb. Logat bahasa Inggris mereka sangat berbeda satu dengan lainnya. 

Kita orang jadi bingung sendiri karena tidak paham. Itulah kali pertama saya terpaksa (dipaksa keadaan) untuk mewawancarai orang pakai bahasa Inggris. Berat nian. Lidah serasa kelu di depan tuan besar kompeni.

Bahasa Inggrisnya pendeta-pendeta asal USA yang memberikan ceramah saat kebaktian dan seminar malah lebih jelas dan mudah dimengerti. Tokoh-tokoh Advent Indonesia macam Pendeta Andreas Suranto dari Surabaya sangat fasih cas-cis-cus berbahasa Inggris. 

Karena itu, Pak Suranto jadi salah satu penerjemah di konferensi internasional itu. Beliau juga saya mintai tolong untuk jadi penerjemah atau interpreter saat wawancara dengan beberapa narasumber bule. Saya kemudian sering nyambangi beliau di pusat Gereja Advent, Jalan Tanjung Anom, Surabaya.

Gereja Advent Hari Ketujuh, mulai hadir di Sumberwekas, Prigen, Jawa Timur, sekitar tahun 1912. Bangunan gerejanya sendiri yang permanen mulai 1926 - kalau tidak salah ingat.

Sayang, pada 1980-an bangunan gereja itu keropos. Tidak bisa digunakan lagi. Karena itu, bangunan lama peninggalan zaman Belanda itu dibongkar. Dibangun gedung baru tahun 1985. Itulah yang terlihat di pinggir jalan raya Sumberwekas ke arah Trawas.

Saya sempat cari informasi lain seputar Gereja Advent Sumberwekas di internet. Mbah Google mengantar ke sebuah laman yang ada foto bagus Gereja Advent di Sumberwekas. Cukup menarik.

Eh, setelah saya baca dua alinea kok mirip banget naskah yang sangat saya kenal. Tulisan saya sendiri di blog lama yang almarhum. Cuma ditambah informasi baru di dua alinea terakhir. Kredit untuk sumber kutipan tidak ditulis.

Yah, membaca tulisan sendiri belasan tahun lalu seperti nostalgia. Membayangkan keramaian di bumi perkemahan Mahanaim itu. Membayangkan wawancara dengan anak-anak muda dari berbagai negara dalam bahasa Inggris yang berantakan, broken English.

Kamis, 14 April 2022

Jadwal Pekan Suci 2022 di Surabaya, Prokes Ketat

Suasana pekan suci di gereja-gereja di Surabaya belum normal. Masih pandemi covid meski prokes sudah dilonggarkan pemerintah.

Misa langsung atau offline sudah bisa. Tapi umatnya dibatasi. Misa online lancar jaya.

 'Sampean harus daftar ke lingkungan,' kata seorang aktivis di Purimas, Gunung Anyar.

Kamis pagi, saya mampir ke Gereja Katolik Roh Kudus, Purimas, Surabaya. Pastor parokinya Pater Dominicus Beda Udjan SVD asal Pulau Lembata, NTT. Ada Pater Yoseph Jaga Dawan SVD dari Flores Timur, NTT juga. Ada Rama Setiawan yang praja asal Jawa Timur.

Saya lihat jadwal pekan suci di papan pengumuman. Sebelumnya diukur dulu suhu tubuh. 34 Celcius. Ada juga kode aplikasi PeduliLindungi.

 'Prokes tidak boleh diabaikan meski pandemi mulai melandai,' kata Mas Sukma polisi yang bertugas menjaga keamanan selama pekan suci di Gereja Roh Kudus.

Sebelumnya saya cari jadwal pekan suci di Surabaya di media sosial dan internet. Tidak ketemu. Jarang sekali umat Katolik bagi-bagi jadwal ekaristi yang sangat penting itu di media sosial. Admin-admin komsos paroki juga kurang update informasi.

Maka saya share di sini. Cukup 3 paroki saja meski Surabaya ada sekitar 20 paroki (ditambah Sidoarjo dan Gresik).

Selamat pekan suci!
Selamat Paskah!

Rabu, 13 April 2022

Senam pagi nenek-nenek Rivers of Babylon Boney M

Sekitar 20 orang nenek-nenek senam pagi di kawasan Rungkut. Tetap semangat meski bulan puasa. Senam pagi di kota besar beda dengan taiso atau SKJ atau SPI zaman dulu. Lebih mirip joget atau dancing.

Musik dan lagunya sangat saya kenal: Rivers of Babylon. Lagu yang dulu sangat heboh di NTT hingga pedalaman yang tidak ada listriknya. Rivers of Babylon dari Boney M.

Kalau sudah dengar lagu disko ini, wuih... kaki-kaki orang kampung gatal rasanya. Cepat maju dan joget bareng. Ada yang berpasangan. Ada yang sendiri. Ada yang joget sempoyongan karena terlalu banyak minum tuak atau arak.

By the rivers of Babylon, there we sat down. Yeah, we wept, when we remembered Zion. 

There the wicked carried us away in captivity.  Required from us a song. Now how shall we sing the Lord's song in a strange land?

Lagu lawas ini diputar beberapa kali. Nenek-nenek, kakeknya cuma tiga atau empat, menikmati betul musik Boney M. Meski tidak segila jogetnya orang-orang kampung di Pulau Flores, Lembata, Adonara, Solor dsb.

Hidup terasa indah melihat nenek-nenek itu bergembira. Sudah lama tak ada acara joget bareng, eh senam pagi seperti itu gara-gara covid. Saya pun sudah lamaaa tidak melihat orang joget diiringi Boney M. Kalau joget dangdut atau koplo ada setiap hari di Jawa Timur.

Acara gowes sepeda lawas dilanjutkan. Sambil merenungi Rivers of Babylon. Mazmur ratapan itu sebenarnya sangat menguras air mata. Jutaan orang terpaksa mengungsi di negeri asing karena negaranya dihancurkan musuh.

 Gedung-gedung hancur berantakan. Mayat-mayat bergelimpangan. Ibu-ibu jadi janda. Para laki-laki maju ke medan perang dan hilang nyawa dikoyak musuh. Mirip suasana di Ukraina sekarang yang digempur habis pasukan Putin.

Now how shall we sing the Lord's song in a strange land?

Di tangan Boney M, mazmur ratapan ini berubah jadi joget senang-senang. Menikmati tuak pahit, arak, aneka daging dsb kalau di kampung. Apalagi orang kampung tidak paham bahasa Inggris. Bahasa Indonesia pun tidak lancar. 

Yang diketahui ya lagu Boney M itu paling cocok untuk pesta pora. Joget sampai pagi. Minum tuak sampai tangki air di lambung penuh.

Menjelang pekan suci ini saya buka Mazmur 137. Yang syairnya dipakai oleh Boney M untuk musik disko. Suasananya sangat berbeda dengan pesta-pesta di kampung atau senam pagi nenek-nenek itu.

'Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion.

Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita.

Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita:

"Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!"

Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?'

Minggu, 10 April 2022

Minggu Daun-Daun tanpa Perarakan Daun Palem

Menikmati kacang kapri cap Hosana di Gresik, saya jadi ingat Minggu Palem. Lagu perarakan wajib di awal pekan suci itu memang Hosanna Filio David. Kata 'hosanna' selalu diulang-ulang.

Versi Indonesia: Hosana Putera Daud.. terpujilah yang datang dalam nama Tuhan.

Versi Latin: Hosanna filio David: benedictus qui venit in nomine Domini.

Lagu antifon gregorian ini dinyanyikan berkali-kali saat perarakan di kampung di pelosok NTT. Jalan kaki sekitar 3 kilometer. Menyanyi sambil mengangkat dan menggerak-gerakkan daun palem atawa palma.

Prosesi khusus untuk mengenang Yesus masuk Kota Yerusalem. Naik keledai. Diele-elukan rakyat dengan daun-daun dan ranting-ranting zaitun.

Di Jawa tidak ada perarakan palem yang jauh. Biasanya cuma di halaman gereja. Biasanya malah tidak ada. Langsung masuk ke gereja. Daun palem cuma diangkat dan diberkati imam. Sambil nyanyi Yerusalem Lihatlah Rajamu, Hosana Putra Daud, dan Terpuji Raja Kristus.

Saat ngobrol dengan Pater Wayan Eka Suyasa SVD di samping pastoran Paroki Gresik, pater asal Bali ini menyebut persiapan Minggu Daun-Daun. Wow, istilah lama yang sangat terkenal di NTT, khususnya Flores dan Lembata.

Waktu masih di kampung semua pastor, guru agama, umat Katolik selalu bilang Minggu Daun-Daun. Tidak pernah saya dengar Minggu Palem atau Minggu Palma. Sebaliknya, di Jawa tidak dikenal Minggu Daun-Daun tapi Minggu Palem.

Namanya juga daun-daun, maka umat tak hanya membawa daun palem. Ada yang bawa daun kelapa, daun pinang, daun enau, daun macam-macam lah. Suasananya sangat meriah ketika imam-imam dari Eropa, khususnya Belanda dan Jerman, masih tugas di NTT.

'Nyanyi yang keras.. semangat,' ujar Pater Geurtz SVD di pelosok Lomblen alias Lembata. Lalu menyanyi: Hosanna... Putera (versi baru: Putra) Daud.. terpujilah yang datang dst.

Semangat betul pater yang selalu bicara pakai bahasa Indonesia versi tempo doeloe alias Melayu Rendah itu. 'Santo Paulus kasih tau kita orang supaya tidak berhenti tolong kita orang punya sesama,' begitu kira-kira gaya bahasa misionaris Belanda itu.

Minggu pagi ini Minggu Palem.

Saya tengok di YouTube gereja-gereja di berbagai kota sudah misa mendekati normal. Ada perarakan daun-daun palma tapi sebatas di lingkungan gereja. Passio lengkap dan panjang. Durasi misa dua jam lebih. Persis sebelum pandemi.

Tadi pagi saya misa online versi singkat dan padat ala Amerika. Durasinya tidak sampai 30 menit. Lebih hemat data dan tidak bertele-tele. 'Maaf, passio tidak dibacakan lengkap karena kita dibatasi durasi 30 menit,' kata pater yang biasa melayani Sunday Mass dari Amerika Serikat itu.

Selamat Minggu Palem!
Selamat Pekan Suci!

Gadis Peru menikmati asmara lampu ublik

Semalam Kevin tiba-tiba muncul di warung dekat pohon beringin berselimut kain. Di kawasan Jolotundo, Trawas, yang sejuk. Tumben, Kevin bawa cewek cakep sekali. Rupanya baba Tionghoa dari Surabaya ini sudah dapat pacar.

'Anaknya gak iso bahasa Indonesia. Apalagi bahasa Jawa,' kata Kevin kepada Mbok Nur yang punya warung. 

Ibu gemuk ini penghayat kejawen yang pinter ritual. Kevin pun biasa ritual bakar hio atau dupa di tempat petilasan yang dikeramatkan itu. Mbok Nur bingung karena gadis langsing itu sama sekali tidak bereaksi ketika ditanya dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

'Dia asli dari Peru. Bisanya cuma bahasa Spanyol dan bahasa Inggris,' kata Kevin kepada saya.

Ketemu di mana kok dapat gadis Peru? Di media sosial, jawab Kevin sambil tersenyum bahagia. Khas orang yang lagi mabuk asmara.

Baba ini sudah berusaha cari gadis lokal. Sesama wong tenglang. Tapi sulit. Yang bukan tenglang juga angel atawa sulit. Karena itu, ia minta bantuan media sosial plus sembahyang bakar dupa dsb. 

Rupanya media sosial sangat efektif di era globalisasi. Jarak jauh di Amerika Latin, beda negara, lain bangsa.. bukan lagi penghalang. Gadis Latin nan jelita itu pun terbang ke Surabaya. Nekat demi kekasihnya meski pandemi corona belum usai.

Sudah pernah dengar Indonesia sebelum ketemu pacarmu?

'Tidak pernah. Tahunya dari dia aja,' katanya.

Gak kesulitan dengan masakan Indonesia?

'Gak masalah. Enak kok,' katanya dalam bahasa Inggris khas non native speaker.

Malam itu listrik di warung Mbok Nur padam. Ada masalah dengan makelar listri di desa rupanya. Sehingga jaringannya diputus. Apa boleh buat, mbok pakai pelita atawa lampu minyak tanah. Ublik kata orang Jawa.

Cahaya pelita remang-remang kekuningan. Persis suasana di pelosok Lomblen NTT saat aku kecil dulu. Waduh, tamu jauh dari Peru kok disambut cahaya lampu ublik!

Maaf, ada masalah dengan jaringan listrik. Terpaksa pakai lampu minyak yang sangat sederhana.

'Oh, gak masalah. Aku suka kok suasana seperti ini,' kata si Nona Latin.

Mbok Nur lalu mengajak si Nona dan Kevin ke dalam. Makan-makan atawa dengar wejangan spiritual. Nona Latin terlihat senang meski berada di kampung yang listriknya mati.

Apa yang disampaikan kepada sejoli itu?

'Kalau memang sudah garis jodohnya ya dinikahi aja. Kita doakan yang terbaik,' kata Mbok Nur menjawab pertanyaan saya.

Malam kian larut. Mata kian berat meski sudah melahap kopi hitam dua gelas. Saya pamit pulang. Kevin dan Nona Latin pun rupanya kembali ke Surabaya.

Kalau cinta sudah melekat, lampu ublik di gubuk pun serasa di hotel berbintang.

Sabtu, 09 April 2022

Pater Wayan Eka Suyasa SVD Nostalgia Lembata dan Lomblen

Selepas menikmati nasi krawu, teh panas, dan kacang kapri cap Hosana, meluncurlah saya ke Gereja Katolik Gresik. Ingin katemu Pater Wayan Eka Suyasa SVD. Pater asal Bali ini ternyata sudah lama bertugas di Gresik. Sebelum pandemi corona.

Dulu saya biasa ngobrol dengan Pater Wayan di Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo, Surabaya. Cerita-cerita nostalgia tentang Pulau Adonara, Pulau Lembata, Pulau Flores, NTT. Pakai bahasa Indonesia campur Lamaholot, bahasa daerah di Adonara dan Lembata sana.

Meski berasal dari Bali, Pater Wayan cukup lancar bahasa Lamaholot versi Adonara Timur. Ia memang pernah bertugas di Adonara di awal jadi imam kongregasi SVD. Bahasa Lamaholotnya tidak hilang di Surabaya karena pastor paroki di Wonokromo asli dari Adonara: Pater Kris Kia Anen SVD. 

Sekarang Pater Kris pindah ke Sumatera Utara. Pater Wayan geser ke Gresik. Ini bersejarah karena sejak zaman Belanda belum pernah ada rama-rama SVD yang tugas di Gresik. Dari dulu imam kongregasi misi atawa CM. Dari dulu Paroki Santa Perawan Maria, Gresik, identik dengan Rama Suwadji CM.

Apa kabar Rama Suwadji? Beliau ternyata masih melayani domba-domba di Gresik. Namun, karena sudah terlalu tua, Rama Wadji ditemani Rama Wayan Eka SVD dan rama rekan. Sebab jemaat di Gresik tergolong banyak dan wilayahnya sangat luas.

Rupanya Pater Wayan Eka baru selesai memimpin jalan salib bersama ibu-ibu Legio Mariae. Maka saya temui dengan prokes khas pandemi covid. Pakai masker dsb. 'Saya sudah booster. Pater sudah booster juga?' kata saya membuka percakapan.

'Sudah lah. Lansia dapat prioritas,' jawab pater yang ramah ini.

Lalu mulai nostalgia pakai bahasa campuran Indonesia dan Lamaholot. Cerita tentang kebiasaan minum tuak di kampung. Ada tuak dari siwalan, kelapa, enau. 'Orang Adonara paling suka yang dari kelapa,' katanya.

'Orang Lembata suka tuak koli (siwalan). Sebab tidak ada yang dari kelapa.'

'Ama dari Lembata atau Lomblen?' (Ama itu sapaan untuk laki-laki di bumi Lamaholot. Ina untuk perempuan.)

Lembata dan Lomblen itu sama saja. Dulu disebut Pulau Lomblen. Sekarang Pulau Lembata. Bahkan sekarang jadi Kabupaten Lembata. Tidak lagi ikut Kabupaten Flores Timur.

Pater Wayan tentu sangat paham. Rupanya di kalangan pater-pater SVD ada perbedaan Lembata dan Lomblen. Lembata, menurut versi Pater Wayan, adalah kawasan yang bisa dijangkau dengan sepeda motor atau mobil. 

'Kalau motor dan mobil tidak bisa masuk namanya Lembata,' kata pastor lulusan seminari tinggi di Ledalero, Flores, itu.

Hehehe.. Saya baru dengar ada guyonan soal ini. 'Saya dari Lembata, bukan Lomblen. Memang dari kampung tapi tidak jauh dari Lewoleba, ibu kota kabupaten.'

'Pater parokinya dulu siapa?'

'Asli Belanda. Pater Petrus M. Geurtz SVD.'

'Oh ya.. Pater Geurtz. Saya ingat dulu kami pernah main bola voli di sana. Habis olahraga bukannya dikasih minum air putih tapi tuak,' cerita Pater Wayan bikin aku ketawa.

Rombongan Pater Wayan kemudian disuguhi makan enak khas orang kampung di Lomblen alias Lembata. Ikan laut segar, kerang, sayur kelor, dsb. Tentu saja wata kenaen alias jagung titi tidak ketinggalan.

Gak nyangka Pater Wayan Eka ternyata pernah blusukan hingga ke pelosok Lembata. Bahkan ke Lomblen yang belum punya infrastruktur jalan raya untuk motor dan mobil. Terpaksa naik kuda atau jalan kaki.

'Kudanya pater-pater di Lembata dulu biasanya jalan sendiri bawa barang dan berhenti di depan pastoran,' kata saya.

'Betul. Itu juga yang saya alami saat tugas di pelosok Kabupaten Ende. Kuda yang bawa barang saat kita tourne,' ujar sang pater.

Itu semua tinggal kenangan masa lalu. Pater Wayan sudah lama bertugas di paroki-paroki di Jawa yang fasilitasnya modern dan terjamin. Gereja bagus, pastoran bagus, makanan bergizi, apa saja ada. Umatnya juga makmur dan berpendidikan tinggi.

Kelihatannya lebih enak tugas di Gresik dan Surabaya ketimbang di Flores atau Adonara atau Lomblen?

'Tugas di mana pun sama saja. Sebagai imam, saya harus melayani umat Allah di mana pun saya ditempatkan,' ucap Pater Wayan.

Kelihatannya makin banyak umat Katolik yang datang meski bukan hari Minggu. Semangat menggereja orang Katolik di Gresik memang luar biasa. Mereka ingin bertemu Pater Wayan.

Maka, saya pun minta diri.
Terima kasih, Ama Tuan!
Terima kasih, Pater Wayan!

Manusia di Ukraina bisa mati semua kalau ikut Matius

Invasi Rusia ke Ukraina masih berlangsung. Sejak 24 Februari 2022. Entah sampai kapan. Mungkin sampai Ukraina hancur total. Putin punya ambisi untuk mengambil semua tanah Ukraina.

Putin tak peduli jutaan manusia mati. Tentara Rusia juga banyak yang mati. Apalagi gedung-gedung megah nan mewah hancur berantakan.

Putin tak peduli tekanan Nato, USA, negara-negara mana saja. Apalagi PBB. Rusia punya hak veto untuk membungkam semua resolusi PBB. Tiongkok teman Rusia juga punya veto di PBB. 

'Buang saja PBB ke laut,' kata pengamat warkopan di Sidoarjo. 'Buat apa ada PBB? Toh, dari dulu Israel serang Palestina dan tidak ada solusi dari PBB.'

Tsar Putin juga tidak ikut Paus Frans di Vatikan. Anda sudah tahu, Putin dan Rusia punya paus sendiri: Patriarkh Kirill. Bapa Kirill ini selalu serang Barat. Sering serang Roma atawa Paus di Vatikan yang pimpin Gereja Katolik sedunia. 

Lihat saja di YouTube. Omongan Kirill tentang Barat dan Roma sangat keras. Biasanya ada kata heresy. Yang benar dan diterima Tuhan ya gerejanya yang bernama Ortodoks Rusia itu. Tentu Tuhan berada di pihak Rusia, pikirnya.

Semalam ada berita di situs Roma, eh Vatikan. Isinya antara lain:

"Cardinal Pietro Parolin, the Vatican's secretary of state, has reiterated that Ukraine has a "legitimate" right to defend itself from Russian aggression, but he also has warned that weapons being sent there by other countries could lead to a "terrible" escalation of the war."

Bapa Kardinal khawatir perang di Ukraina ini meluas kalau negara-negara lain kirim.senjata ke Ukraina. Untuk menghadapi gempuran Sovyet, eh Rusia, eh Putin yang hebat itu. Skala perang bisa meluas ke mana-mana.

Kalau tidak dibantu senjata, lalu perang pakai apa? Tongkat? Bambu runcing? Batu? Busur panah? 

Diskusi di laman Katolik semalam agak panas. Pro dan kontra. Lebih banyak yang dukung Ukraina. Mendoakan agar perang segera berakhir.. dan Ukraina menang.

'Kardinal ngomong begitu karena tidak punya anak. Beliau selalu punya pengawal yang melindungi,' kata orang Yunani.

Bennio Van menulis:

'With no support of weapons how can Ukraine defend herself, by hands and prayers, your Excellency?
Hope you can pray for Putin so that he might change his mind and ambition and stop killing civilians in the war.'

Saya yang tidak fasih bahasa Inggris ikut nimbrung dengan mengutip kitab suci.
Matius 5 : 39
"But I say to you, do not resist an evil person; but whoever slaps you on your right cheek, turn the other to him also.'
 
Putin ini masuk kategori evil person. Siapa yang tampar kau punya pipi kiri, kasih pipi kanan juga. 

Kelihatannya pernyataan Kardinal yang nota bene sekretaris negara Vatikan itu terinspirasi oleh Santo Matius. Manusia-manusia di Ukraina bisa mati semua.

Rabu, 06 April 2022

Tukang Becak dan Pemulung Kembang Jepun Berumah di Angin

Angin sudah bertahun-tahun jadi tukang becak. Mangkal di pojok barat Kembang Jepun. Selain Angin, ada beberapa lagi abang becak yang mangkal di kawasan kota lama Surabaya itu.

Angin tidak peduli angin malam yang dingin dan, kata orang, membawa penyakit. Juga tidak peduli hujan deras, banjir dsb. Apalagi cuma gerimis tipis. Angin tetap bisa tidur pulas di atas becaknya.

"Kalau ngantuk ya tidur. Kadang mimpi," kata Angin yang selalu berbahasa Jawa halus kulonan.

Pernah dapat nomer? 

Pernah, katanya. Tapi lebih sering tidak kena. Cuma sekali-sekali saja Angin nombok nomor togel, judi toto gelap kesukaan tukang becak atau wong cilik lainnya. Kalangan kuli tinta biasanya senang tebak skor di situs-situs mancanegara.

Bulan puasa ini Angin juga puasa. Meski tetap harus genjot becaknya dengan kaki. Angin belum pakai mesin motor seperti becak-becak di Surabaya saat ini.

 "Alhamdulillah, masih puasa. Kalau ndak kuat ya ndak puasa," katanya.

Tidak takut covid? 

"Alhamdulillah, mboten. Kalau waktunya mati ya mati. Ada ndak ada covid ya tetep mati kalau memang wis wayahe," katanya enteng.

Tak jauh dari situ, masih di Kembang Jepun, ada Petir. Tukang pijat rangkap pemulung sampah-sampah plastik. Petir pun sudah belasan tahun meninggalkan rumahnya di Gresik. Ia memilih jadi gelandangan.

Petir tidur di emperan gedung tua peninggalan Belanda yang telantar. Kantor penting tempo doeloe itu selalu tertutup. Tidak jelas siapa pemiliknya sekarang.

Kalau Angin tidur di atas becak, Petir tidur di atas papan. Biasanya kemulan sarung rangkap dua. Kelihatan asyik banget orang ini tidur. Biasanya ngorok agak keras. 

"Alhamdulillah, masih dikasih rezeki," katanya setiap kali ditraktir kopi, rokok, atau nasi bungkus.

Pak Petir ini kecanduan berat rokok. Uang hasil pijat dan pulung sampah biasa dipakai beli rokok. Beras atau nasi atau mi nomor sekian. Karena itu, Petir sering kelihatan seperti orang kelaparan dan loyo. 

"Mana nasi bungkusnya?" kata Petir setiap bertemu orang yang sudah dikenalnya.

Selama pandemi covid dua tahun ini Angin, Petir, Guntur, Kilat, dan kawan-kawan jarang pakai masker. Tidak paham protokol kesehatan 3M atau 5M meski sering baca surat kabar pemberian wartawan. 

Polisi dan satpol PP sering bagi masker gratis di kawasan itu. Cuma dipakai sebentar lalu dicopot. Manusia-manusia bebas, T4, tunawisma, gelandangan macam ini kelihatannya kebal virus corona. Padahal Angin dan kawan-kawan belum divaksinasi.

Selasa, 05 April 2022

Kacang kapri ternyata mahal banget

Kacang kapri asli Gresik. Hosana mereknya. Since 1990. 

Sudah lumayan lama camilan kapri ini. Tapi saya baru tahu pagi tadi. Juga baru tahu kalau kacang kapri itu sangat mahal ketimbang kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang-kacangan lain.

Satu bungkus kecil Rp 50 ribu, kata pelayan di salah satu depot di Gresik.

Apa tidak salah dengar? Camilan kapri jauh lebih mahal ketimbang nasi krawu gresik plus teh panas? 

Itu yang murah. Yang agak besar 80 ribu. Ada yang 100 ribu, kata ibu itu meyakinkan saya.

Oh, begitu!

 Kacang kapri ternyata mahal di Jawa Timur. Lebih mahal dari duren kelas sedang. Durian kelas biasa-biasa saja bisa dapat tiga Rp 50 ribu.

Dari dulu kacang kapri memang mahal, katanya. Ibu itu berusaha meyakinkan saya yang terlihat belum percaya dengan harga kacang kapri cap Hosana itu.

Apa boleh buat, kaprinya sudah dimakan meski kurang enak. Wajib bayar. Anggap saja buat pengalaman. Biar kapok. Kali lain jangan beli kacang kapri yang harganya gak umum itu.

Mendingan beli durian meski kadang cuma dapat duren bosok.

Apes! Dapat Duren Bosok di Pasar Lawang

Asyik juga jalan-jalan di Lawang. Ada Hotel Niagara yang antik + bumbu-bumbu cerita anehnya, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) paling top, bangunan-bangunan lawas, hingga Pasar Lawang yang selalu ramai.

Kawasan RSJ dr Radjiman di Sumber Porong belakangan ini sepi. Tak banyak pasien dan keluarganya sliwar-sliwer. Warga setempat pun tak banyak lewat. Sesekali ada mobil dan motor menuju ke perumahan baru di ujung kompleks RSJ. 

Malang Anggun Sejahtera namanya. Kawasan perumahan ini masih mirip hutan atau kampung baru.

Saya agak pangling di kompleks RSJ ternama itu. Banyak sekali bangunan baru. Suasana khas rumah sakit kurang terasa. Tak tercium bau obat-obatan. Tak terlihat perawat-perawat dan dokter pakai seragam kebesaran baju putih.

Syukurlah, ada kopi yang layan enak di salah satu kafe. Khas Ngalam kata pedagang. Tidak terlalu pahit dan keras. Tapi juga tidak seenteng kapal api.

Tak ada hiburan di RSJ, saya langsung cabut ke pasar. Lagi musim durian di Lawang, Purwodadi, Pandaan, Trawas. Biasanya duren-duren di Lawang lebih murah ketimbang di Ngalam Atok (Malang Kota). 

Duren memang banyak sekali dijajakan di lapak-lapak depan pasar. Kebetulan hampir semua pedagangnya berbahasa Inggris Timur alias telo lema. Cocok buat latihan bicara dengan native speaker.

"Yang ini masak pohon.. nyaman," kata mama tua telo lema.

Dilihat dari luar memang bentuknya sangat meyakinkan. Bersih dan agak gemuk. Tebal gak dagingnya? Wis ta.. nyaman nyaman, kata bakul duren itu.

Akhirnya, ayas beli duren kelas sedang produk lokal. Sudah lama gak makan duren. Sekarang saatnya menikmati duren di Lawang. Syukuran karena covid mulai melandai di Jawa Timur.

Malang tak dapat ditolak... duren yang lumayan mahal itu ternyata bosok separo. Hanya separo yang bisa dimakan. Itu pun kurang enak karena ada cacat dari sananya. 

Mau dikembalikan tidak mungkin. Maki-maki pedagang itu pun tak ada gunanya. Sebab, dia hanya menjalankan tugasnya untuk meyakinkan pembeli. Salah sendiri mau beli duren di pinggir jalan.

Kapok lombok. Kapok beli duren tapi biasanya kumat lagi.

Sabtu, 02 April 2022

hilang tak lapor polisi

temanku angin

bapanya guntur

ibunya cina

istrinya jawa

ahli ibadah

cinanya hilang

belum lapor polisi

Jumat, 01 April 2022

Kambing Haram, Babi malah Halal di Pelosok NTT

Semalam Mas Tri Ongko bagi-bagi berkat akikah. Menu daging kembang yang lezat. Ada sate, gula, krengsengan. Sangat jarang ada acara makan enak seperti ini.

Awalnya saya ragu dengan kuliner kambing. Tapi akhirnya sikat saja. Sudah sekian tahun tidak makan daging kambing meski sangat sering lihat orang angon kambing di tambak-tambak dekat Bandara Juanda.

Bukan apa-apa. Setiap lihat sate kambing, gulai kambing, krengsengan kambing.. saya jadi teringat kampung halaman. Jauh di pelosok Pulau Lembata, NTT. Ada semacam hukum adat nenek moyang yang wajib dipatuhi.. di kampung.

Salah satunya pantang makan daging kambing. Dulu saya pikir semua jenis kambing diharamkan adat Lewotanah. Setelah saya cek ulang, ternyata hanya kambing jenis wedhus gembel atau domba atau biri-biri yang bulunya lebat itu. 

Aturan itu hanya berlaku untuk suku (marga) Hurek Making. Juga beberapa suku yang masih satu tungku atau rumpun.

 Selain domba, daging anjing dan ikan lumba-lumba juga haram untuk suku Hurek. Babi malah tidak haram. Mulai babi kampung, babi belanda, babi putih kuping lebar, babi hutan, celeng dsb. Babi rusak tidak dikenal.

 Tidak ada marga di kampung yang mengharamkan babi. Kecuali mereka yang beragama Islam tentu saja. Macam keluarga besar Ama Hasan Hurek atau keluarga besar Ama Haji Tadong, Ama Imam Paokuma dsb dsb. Mereka-mereka ini golongan Watan Lolon atau orang Islam sejati yang amat taat rukun-rukun agamanya.

Marga-marga lain juga punya pantangan yang berbeda. Ada yang pantang bebek atau sapi. Ada yang haramkan ikan paus. Ini karena setiap marga punya legenda atau riwayat sendiri.

"Ikan lumba-lumba dulu yang tolong kita punya nenek moyang," kata kakek tokoh adat di desa dulu.

"Anjing juga yang menolong kita punya suku lango (keluarga besar) dari bala bencana," begitu tuturan turun temurun.

Bagaimana dengan domba? Ada ceritanya juga tapi saya lupa.

Bagaimana kalau kita melanggar pantangan adat? 

Ada sanksinya. Ada juga ritual untuk penghapusan kesalahan. Waktu SD saya pernah diruwat di rumah adat karena ketahuan makan RW alias krengsengan anjing.

Ketika makan sate kambing, di tanah rantau, apalagi di Jawa, kita tidak tahu pasti itu kambing atau domba. Maka sebaiknya dihindari. Kecuali terpaksa karena tak ada pilihan lain.

Karena itulah, saya biasanya menghindari konsumsi daging kambing. Tapi alasannya sengaja dibuat agak ilmiah: daging kambing bikin darah tinggi. Tekanan darah naik dsb. Kebanyakan makan daging kambing bisa stroke.

Semalam saya anggap menu akikah kambing dari Mas Tri bukan domba. Kalaupun wedhus gembel ya tetap saya anggap wedhus kambing. Agar tidak melanggar nasihat-nasihat adat Lamaholot di Pulau Lembata sana.

Enak sekali ternyata daging kambing itu. Bumbu-bumbunya pas. Jeroannya boleh juga. Alhamdulillah!

Nasi kotak yang dikirim Tri ternyata masih bersisa. Semua orang dapat bonus satu lagi untuk dibawa pulang. Dimakan besok pagi pun masih bisa. Belum basi.

Jumat pagi ini saya sarapan nasi gule kambing, sate kambing, krengsengan kambing. Sedap sekali. Tidak takut darah tinggi atau aturan adat di kampung nan jauh di mata.

Belakangan baru saya sadar. Jumat ini hari pantang. "Jangan makan daging pada hari pantang," begitu bunyi salah satu butir Lima Perintah Gereja.

Mea culpa, mea culpa!
Mea maxima culpa!

Semut pesta jemblem

beli jemblem di pasar krempyeng

lima ribu dapat empat

biasanya dapat lima

saiki sembarang larang, lengo larang, gulo larang, kata pedagang telo lema


sudah lama kita orang tak makan jemblem

singkong parut campur gula merah

cocok jadi teman ngopi

jemblem itu tak langsung dimakan

agak siang sajalah


kopi tubruk kapal api siap ngombe

ratusan semut mengepung jemblem

bagai tentara putin mengepung ukraina

semut pesta jemblem